Pages

Sunday, December 29, 2024

Inovasi Filter Mikroplastik

Teknologi Bulk Acoustic Wave untuk Penyaringan Mikroplastik Efektif

Mikroplastik adalah ancaman lingkungan yang semakin mendesak. Partikel-partikel plastik kecil ini, yang berukuran kurang dari 5 mm, telah mencemari ekosistem darat dan laut, bahkan masuk ke dalam rantai makanan manusia. Untuk mengatasi masalah ini, para ilmuwan mengembangkan teknologi inovatif berbasis Bulk Acoustic Wave (BAW) yang mampu menyaring mikroplastik secara efisien dari air.

Apa Itu Bulk Acoustic Wave (BAW)?

Bulk Acoustic Wave (BAW) adalah gelombang akustik yang merambat melalui medium padat atau cair. Dalam konteks penyaringan mikroplastik, teknologi ini memanfaatkan getaran ultrasonik untuk memisahkan partikel berdasarkan ukuran, densitas, dan sifat materialnya.

Prinsip utama teknologi BAW adalah menciptakan medan tekanan akustik yang dapat mengarahkan mikroplastik ke area tertentu dalam cairan. Proses ini bekerja tanpa memerlukan bahan kimia tambahan, menjadikannya solusi yang ramah lingkungan.

Cara Kerja Teknologi BAW dalam Penyaringan Mikroplastik

  1. Generasi Gelombang Akustik

    • Gelombang akustik dihasilkan menggunakan elemen piezoelektrik yang dikendalikan oleh generator frekuensi tinggi.
    • Getaran ultrasonik menciptakan medan tekanan dalam air yang mengandung mikroplastik.
  2. Pemisahan Mikroplastik

    • Mikroplastik terdorong menuju area tertentu berdasarkan massa dan ukuran partikelnya.
    • Partikel yang lebih kecil atau memiliki densitas lebih rendah akan merespons medan tekanan dengan cara yang berbeda dari partikel lainnya.
  3. Pengumpulan Mikroplastik

    • Mikroplastik yang telah dipisahkan kemudian dikumpulkan menggunakan perangkat penyaring tambahan atau sistem aliran.
    • Air yang sudah bersih dilepaskan ke lingkungan atau digunakan kembali.

Keunggulan Teknologi Bulk Acoustic Wave

  1. Efisiensi Tinggi
    Teknologi BAW dapat memisahkan partikel berukuran sangat kecil dengan tingkat presisi yang tinggi, menjadikannya solusi ideal untuk mikroplastik.

  2. Ramah Lingkungan
    Karena tidak menggunakan bahan kimia tambahan, teknologi ini mengurangi dampak lingkungan dibandingkan metode penyaringan konvensional.

  3. Fleksibilitas Aplikasi
    Sistem ini dapat diintegrasikan dalam berbagai jenis fasilitas pengolahan air, seperti instalasi air limbah domestik, industri, dan pemurnian air minum.

  4. Minim Pemeliharaan
    Teknologi ini menggunakan komponen yang tahan lama dan minim perawatan, sehingga mengurangi biaya operasional jangka panjang.

Aplikasi Potensial Teknologi BAW

  1. Pengolahan Air Limbah
    Diterapkan pada instalasi pengolahan limbah domestik dan industri untuk mencegah mikroplastik memasuki lingkungan perairan.

  2. Pemurnian Air Minum
    Membersihkan air dari partikel mikroplastik, meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

  3. Pemulihan Ekosistem Laut
    Teknologi ini dapat digunakan pada kapal atau instalasi terapung untuk menyaring mikroplastik langsung dari laut.

  4. Industri Pakaian
    Mencegah pelepasan mikroplastik dari serat sintetis selama proses pencucian dengan memasang filter BAW pada mesin cuci.

Tantangan dan Masa Depan Teknologi BAW

Meski menjanjikan, teknologi BAW menghadapi beberapa tantangan:

  • Skalabilitas: Memproduksi perangkat dalam skala besar dan biaya terjangkau masih menjadi kendala.
  • Energi: Operasi BAW memerlukan sumber daya energi yang stabil, sehingga perlu inovasi untuk meningkatkan efisiensi energi.

Namun, dengan meningkatnya perhatian terhadap polusi mikroplastik, investasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi BAW terus meningkat. Dalam waktu dekat, teknologi ini diharapkan menjadi salah satu solusi utama untuk mengatasi masalah mikroplastik global.

Kesimpulan

Teknologi Bulk Acoustic Wave adalah inovasi mutakhir yang mampu menyaring mikroplastik dengan cara yang efektif, ramah lingkungan, dan fleksibel. Dengan adopsi teknologi ini, dunia dapat mengambil langkah signifikan dalam melindungi ekosistem, meningkatkan kualitas air, dan mengurangi dampak buruk mikroplastik pada kesehatan manusia.


Sumber :

https://www.its.ac.id/news/en/2021/12/03/its-students-innovation-for-a-microplastic-free-ocean/

Trash Trap, Solusi Memerangi Mikroplastik

Plastik sudah banyak memudahkan hidup manusia dalam berbagai keperluan. Sifatnya yang ringan, mudah dibentuk, dan praktis membuat plastik banyak digunakan di beberapa produk sehari-hari.

Namun, siapa sangka plastik akan turut menjadi penyumbang sampah terbesar bagi bumi. Dikutip dari Republika, sekitar delapan juta ton sampah plastik terbuang dan terdeposit di lautan. Mengganggu kehidupan hewan-hewan laut di dalamnya juga menimbulkan ancaman mikroplastik bagi dunia.


Asal Muasal Mikroplastik

Mikroplastik adalah pecahan plastik yang berukuran kurang dari 5 mm. Sampah plastik di laut merupakan sumber dari mikroplastik yang telah mengalami proses dekomposisi. Sehingga plastik berukuran besar terurai menjadi partikel kecil yang dapat mengotori lautan karena ukurannya yang terlalu kecil sehingga sulit untuk disaring.

Mikroplastik sangat dikhawatirkan masuk ke tubuh manusia. Organisasi internasional Plastic Health Coalition menyebut bahwa paparan mikroplastik dalam tubuh manusia mampu menyebabkan kerusakan DNA, peradangan, hingga masalah kesehatan serius lainnya.

Kabar baiknya, berbagai inovasi telah ditemukan untuk memerangi mikroplastik termasuk penemuan filter yang terbuat dari Indonesia. 


Inovasi Filter Mikroplastik Buatan Indonesia

Melalui laman resminya, tim mahasiswa dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya menemukan sebuah alat berupa penyaring yang berguna untuk menyaring mikroplastik dengan basis Bulk Acoustic Wave (BAW). Tim beranggotakan dua perempuan dan tiga laki-laki tersebut memanfaatkan gelombang akustik yang bersumber dari pengeras suara untuk membuat filter ini bekerja.

Gelombang akustik tersebut mendorong partikel-partikel mikroplastik sehingga dapat tersaring dari air. Tak hanya menyaring mikroplastik dari air laut, alat ini juga mampu bekerja untuk menyaring air tawar. 

Skema alat penyaring ini diawali dengan pemompaan air hingga air mengalir ke dalam alat melalui pipa akrilik. Kemudian, air akan dialirkan melewati dua buah pengeras suara full range yang mengapit pipa akrilik tersebut. Pengeras suara yang digunakan menimbulkan gaya dorong hingga partikel mikroplastik terpusat ke jalur pipa bagian tengah dan air akan terfiltrasi melalui pipa ujung kanan dan kiri. 

Inovasi yang diawali atas kekhawatiran degradasi sampah plastik di laut mampu mewujudkan 14 poin SDGs (Sustainable Development Goals) tentang menjaga ekosistem laut. Inovasi ini juga mampu menghasilkan medali perak pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) di 2021 lalu. 


Magnet Ferrofluid Buatan Anak Usia 12 tahun

Inovasi lainnya berasal dari inventor muda berusia 12 tahun, Fionn Ferreira. Masa kecilnya yang ia habiskan di pesisir pantai dekat kampung halamannya yang penuh dengan sampah plastik, membuat ia bertekad untuk menghilangkan plastik kecil yang berasal dari sampah plastik di laut ini. Pada usia ke-12, pemuda asal Irlandia ini menemukan solusi menghilangkan mikroplastik dari air. 

Dengan tekadnya, ia merancang spektrometer yang menggunakan sinar ultraviolet guna mengukur tingkat kepadatan mikroplastik dalam larutan. Lalu, ia mencampur minyak dengan bubuk oksida besi untuk membuat cairan magnetik yang dikenal dengan sebutan dengan Ferrofluid. Kemudian, cairan magnet tersebut dapat digunakan untuk menghilangkan mikroplastik dalam larutan air, sehingga hanya menyisakan air yang bersih. 

Ferreira harus melakukan percobaan hingga 5000 kali, hingga ia mampu menciptakan metode ekstraksi mikroplastik dalam air ini secara 87% efektif. Atas temuannya, ia pun berhasil memenangkan kompetisi di Google Science Fair dan mendapatkan beasiswa senilai $50.000 atau setara dengan 117 juta rupiah pada 2019 lalu.

Kini, ia terus melanjutkan langkahnya sebagai ilmuwan sekaligus aktivis lingkungan bahkan telah mendapatkan penghargaan majalah Forbes dalam Forbes 30 under 30. 

Trash Trap, Penyaring Sampah di Sungai

Sesuai dengan namanya, trash trap berguna untuk menjerat sampah yang ada di sungai. Hal ini dilakukan sebagai langkah preventif untuk memberhentikan laju sampah plastik di laut yang nantinya dapat menyebabkan timbulnya mikroplastik. Penggunaan trash trap ini telah banyak diterapkan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. 

Pemerintah kota Tangerang salah satunya. Penerapan penyaring sampah  di instalasi di Sungai Cisadane, Tangerang. Dengan bekerja sama bersama Yayasan Banksasuci, Aliansi Air DAS Cisadane, serta Multi Bintang Indonesia, instalasi penyaring sampah ini dilakukan pada 2020 lalu.

Penyaring berbahan dasar pipa PVC dan galvanis ini mampu mengurangi pencemaran air di sungai Cisadane dari sampah secara signifikan sehingga berdampak pada pengurangan jumlah sampah plastik di laut. Sampah yang terjerat dikumpulkan dan dikirim untuk dikelola oleh bank sampah setempat yang kemudian menghasilkan sejumlah dana yang kemudian digunakan menjadi penghasilan tambahan bagi masyarakat sekitar.

Meski penggunaan trash trap ini efektif digunakan, wali kota Tangerang tetap menghimbau warga nya untuk menjaga kebersihan sungai dari sampah. 

Instalasi penyaring sampah juga diterapkan di Nusa Tenggara Barat. Pemuda dari Central Environmental and Fisheries (CEF) menciptakan alat penyaring sampah yang terbuat dari tong plastik, jaring besi, dan kawat sebagai tali pengikat.


Kondisi Pantai Labuhan Haji, Nusa Tenggara Barat yang dipenuhi sampah akibat dari aliran sampah di sungai membuat mereka tergerak untuk mengantisipasi sampah di sungai. Tidak hanya berfungsi menjerat sampah, trash trap juga mampu digunakan sebagai alat penyeberangan sungai yang dapat digunakan oleh masyarakat sekitar. 


Sumber :

https://waste4change.com/blog/trash-trap-solusi-memerangi-mikroplastik/#:~:text=Melalui%20laman%20resminya%2C%20tim%20mahasiswa,(PIMNAS)%20di%202021%20lalu.

Sunday, October 13, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 3.2

Kelemahan dalam model Linear Economy


Sementara ekonomi linier telah sangat berhasil dalam menghasilkan kekayaan bagi negara-negara maju hingga abad ke-20, namun dampak yang ditimbulkannya telah menimbulkan berbagai masalah serius yang telah dibuktikan oleh para ekonom dan ilmuwan sebagai paradigma ekonomi yang tidak-berkelanjutan (unsustainable), terutama dampaknya terhadap aspek sosial dan lingkungan.

Para pakar di seluruh dunia telah memperingatkan para pengambil keputusan, industrialis, serta masyarakat umum tentang dampak dari ekonomi linear, terkait dengan pengelolaan sumber daya yang boros (bahan bakar fosil), bahan baku yang mulai berkurang, populasi dunia yang terus meningkat, serta pencemaran dan sampah yang dihasilkan dalam proses ekstraksi/pembudidayaan bahan baku dan/atau industri pengolahan.

Ekonomi Linear diatur oleh prinsip yang destruktif untuk menghasilkan lebih banyak produk dari sumber daya yang tersedia murah dengan rentang hidup yang pendek (untuk diproduksi lebih banyak lagi, tentu saja), suatu pendekatan dimana nasib produk setelah melampaui masa manfaatnya akan di buang ke tempat sampah dan dibakar. Dan ironisnya, skema pengelolaan sampah modern yang bertujuan untuk menghasilkan panas dan listrik dari pembakaran termasuk biogas dan kompos di tempat pembuangan sampah, secara konseptual terkait dengan model linier karena cenderung "mendorong" timbulan sampah dan alih-alih menghindarinya sejak dini.

Menurut Ellen MacArthur Foundation (EMF), permasalahan di dalam Ekonomi Linear ini berasal dari distribusi kekayaan yang tidak merata secara historis berdasarkan wilayah geografis. Karena konsumen yang membutuhkan sumber daya sebagian besar terkonsentrasi di negara maju (masyarakat barat), dan input material semakin banyak bersumber dari arena global, negara-negara industri mengalami kelimpahan sumber daya material dan energi. Dengan aransemen seperti ini, bahan baku menjadi terasa lebih murah dibandingkan dengan biaya tenaga kerja, sehingga para produsen termotivasi untuk mengadopsi model bisnis yang memanfaatkan penggunaan material secara ekstensif. Terlebih lagi, semakin banyak energi dan material yang dapat mereka manfaatkan untuk melengkapi sumber daya manusia, maka akan semakin banyak keunggulan kompetitif yang dapat mereka peroleh. Konsekuensi alami dari bahan yang murah adalah pengabaian untuk mendaur ulang (recycle), menggunakan kembali (reuse) yang dampaknya akan menghasilkan lebih banyak limbah.

EMF juga menyatakan bahwa berdasarkan data dari sumber profesional, harga komoditas telah mencapai titik yang kritis di tahun 1999 mengakibatkan biaya material yang sebelumnya menurun memperoleh momentum kenaikan yang tidak stabil. Kenaikan harga dan volatilitas yang tinggi dapat dikaitkan dengan meningkatnya permintaan yang mendorong output ke titik dalam kurva biaya di mana tambahan biaya produksi menjadi sangat mahal yang disertai dengan mulai menipisnya lokasi ekstraksi yang dapat diakses. Situasi ini secara paralel juga diikuti dengan meningkatnya persaingan, yang menghambat perusahaan untuk menaikkan harga kepada pelanggan mereka, yang pada akhirnya mengurangi keuntungan perusahaan serta menurunkan nilai total output ekonomi.

Sunday, October 6, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 3.1

BAB 3

LINEAR ECONOMY

Peradaban di seluruh dunia telah mengalami perubahan yang sangat signifikan dalam beberapa abad terakhir ini. Sejak ditemukannya mesin uap oleh Thomas Avery di tahun 1684, peradaban manusia mengalami lompatan besar yang merubah sendi-sendi kehidupan. Penemuan tersebut menjadi tonggak awal lahirnya revolusi industri yang telah mentransformasi kemampuan kita untuk memproduksi berbagai macam jenis barang. Revolusi Industri telah mengubah manusia dalam menjalankan usaha, perekonomian, serta masyarakat. Pergeseran ini memiliki efek besar pada dunia dan terus membentuknya sampai dengan hari ini. Dan diikuti dengan pesatnya kemajuan teknologi yang terus berlanjut, inovasi yang dihasilkan membuat banyak orang kini memiliki akses ke produk dari seluruh dunia dengan harga yang relatif terjangkau. Produk-produk ini telah membawa kita pada tingkat kenyamanan yang tak terbayangkan oleh generasi sebelumnya.

Sebelum era industrialisasi, sebagian besar negara di dunia memiliki ekonomi yang didominasi oleh pertanian dan kerajinan tangan. Struktur sosial sebagian besar tetap tidak berubah sejak Abad Pertengahan. Pada saat itu, kebanyakan orang jarang bepergian ke luar desa kecil dan menengah tempat mereka tinggal. Orang pedesaan bekerja sebagai petani subsistem, yang berarti mereka bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri serta keluarga mereka, bukan untuk dijual atau diperdagangkan. Dan ketika era industrialisasi dimulai, pekerjaan dan kehidupan keluarga di seluruh dunia berangsur-angsur mengalami perubahan.

Bahan baku serta energi yang dirasakan melimpah tanpa batas serta kaum pekerja yang tersedia, membuat peradaban manusia pertama kali dalam sejarah mampu untuk memproduksi barang dalam jumlah yang sangat besar. Produk-produk yang sebelumnya hanya dapat dimiliki oleh orang-orang kaya dan para raja dan bangsawan, tiba-tiba bisa tersedia dan terjangkau oleh semua kalangan. Dan istilah economy of scale mulai muncul, suatu istilah mengenai upaya untuk mengendalikan biaya dalam menghasilkan barang dengan memproduksi dalam skala yang besar.

Perekonomian berjalan seperti sungai, di mana apabila alirannya dihentikan maka banjir tidak bisa dihindari. Oleh karenanya, barang yang diproduksi harus segera bisa dijual. Namun demikian, disebabkan oleh mass production ini, perusahaan dihadapkan pada risiko akan munculnya stock yang berlebih dan tentunya juga harus dibarengi dengan serapan pasar yang besar agar produk tersebut dapat dibeli dan dikonsumsi oleh pasar.

Selain itu tidak semua barang-barang yang diproduksi tersebut dapat digunakan secara terus menerus. Ada produk yang hanya digunakan beberapa jam saja dalam sehari, atau bahkan sekali dalam seminggu, namun pembuatannya membutuhkan banyak sumber daya alam. Dan apabila telah mencapai akhir umur produk, maka produk tersebut akan dibuang ke tempat pembuangan sampah.

Inilah model ekonomi yang disebut dengan Linear Economy (LE), sebuah konsep ekonomi konvensional, di mana sumber daya alam di-ekstrak, diproses, dan ketika telah mencapai masa akhir produk akan dibuang ke tempat sampah.

Model Linear Economy secara tradisional adalah serangkaian proses yang dimulai dengan ekstraksi (take), membuat (make), memakai (use), dan membuang (dispose). Artinya bahan mentah dikumpulkan, kemudian diubah menjadi produk yang digunakan sampai akhirnya dibuang sebagai limbah. Nilai atau value diciptakan dalam sistem ekonomi ini dengan cara memproduksi serta menjual produk sebanyak-banyaknya.

Saturday, September 28, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 2.9



REVOLUSI BIRU

Pohon dan hutan sesungguhnya bukanlah penyumbang penghasil oksigen terbesar di dunia. Yaitu pohon dan hutan hanya menyumbang oksigen sebesar 20% bagi bumi. Dan penghasil oksigen terbesar ternyata berasal dari laut. Fitoplankton adalah penghasil oksigen terbesar yang berada di samudera, yaitu sebesar 50-85% bagi bumi.

Fitoplankton adalah organisme jenis plankton yang sering disebut sebagai mikroalga. Ukuran fitoplankton sangatlah kecil, yaitu berkisar 0,2 𝛍m sampai > 20 𝛍m (1 𝛍m = 0,001 mm), meski kecil, fitoplankton jumlahnya sangat besar, sehingga warna air menjadi kehijauan (pengaruh klorofil). 

Plankton terdiri dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan laut yang telah mati. Plankton menjadi makanan utama bagi kebanyakan makhluk laut lainnya.

Fitoplankton mendapatkan energi melalui proses fotosintesis dengan menyerap karbondioksida di atmosfer dan mengubahnya menjadi oksigen. Sehingga tidak hanya menghasilkan oksigen, fitoplankton juga bisa mengikat karbondioksida dari atmosfer.

Jika fitoplankton mati dan membusuk di perairan maka oksigen yang telah diproduksi, digunakan bakteria. Sehingga menyebabkan perairan kekurangan oksigen. Kemampuan mengikat karbondioksida dari atmosfer tersebut membuat fitoplankton berfungsi penting sebagai pengendali iklim global, tanpanya atmosfer dan iklim di bumi akan menjadi lebih panas.

Pemanasan global dan polusi saat ini memperburuk kadar oksigen di lautan. Berdasarkan penelitian dari badan konservasi International Union for Conservation of Nature (IUCN) perubahan iklim mengakibatkan turunnya level oksigen pada lautan, bahkan sekitar 700 lautan di dunia mengalami kekurangan oksigen. 

Selain dikarenakan perubahan iklim dan pemanasan global, penyebab lainnya adalah karena polusi kimiawi dari pesisir pantai, misalnya nitrogen dan fosfor.

Perubahan ini dapat mengubah kehidupan laut secara signifikan, dimana laut dengan kadar oksigen tipis tidak dapat dihuni oleh hiu dan tuna, dan hanya dapat dihuni oleh ubur-ubur. Jika emisi masih seperti sekarang, maka pada tahun 2100 diperkirakan lautan akan kekurangan 3-4 persen oksigen dari saat ini. 

Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Nasional Australia menemukan bahwa terdapat sekitar 14 juta ton potongan plastik berukuran kecil atau plastik mikro di dasar laut. Fakta bahwa tingkat pencemaran di dasar laut dua kali lipat dari tingkat pencemaran di permukaan. 

Polusi plastik di laut dunia menjadi isu lingkungan. Sehingga perlu segera dicari solusi yang efektif bagi polusi plastik. Salah satunya menyusun strategi pengelolaan limbah serta menciptakan perubahan perilaku dan peluang untuk mencegah plastik maupun sampah lainnya memasuki lingkungan dan laut.

Misalnya dengan mengurangi plastik yang berakhir di lautan dengan cara menghindari penggunaan plastik sekali pakai, mendukung industri daur ulang dan limbah. Termasuk dengan membuang sampah dengan bijak.

Untuk itu selain revolusi hijau di daratan, perlu juga digalakkan revolusi biru demi menjaga kelestarian lingkungan di samudera.

Dan pada akhirnya langit di planet Bumi kita akan tetap biru, serta lautan di Bumi juga akan tetap Biru. Sehingga pada akhirnya planet Bumi kita jika dilihat dari luar angkasa juga akan tetap biru.

Sunday, September 15, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 2.8

PUNTUNG ROKOK

Artikel ini tidak berfokus membahas asap rokok, termasuk tidak membahas rokok yang dapat menyebabkan kanker, karena Total Aerosol Residue (TAR) sebagai partikulat dari produk tembakau, seperti rokok, cerutu, dan tembakau linting. 

Namun kita akan membahas salah satu bagian dari rokok filter. Puntung rokok kecil dan cenderung tidak diperhatikan tetapi mereka bersembunyi hampir di mana-mana. 

Tapi tunggu dulu, bukankah puntung rokok terbuat dari kapas atau kertas? TIDAK, puntung rokok sebagian besar terbuat dari plastik. Bertentangan dengan apa yang diyakini banyak orang, puntung rokok tidak berbahaya. Mereka terbuat dari selulosa asetat, bahan plastik buatan manusia, dan mengandung ratusan bahan kimia beracun.

Filter ini dibuat menggunakan plastik sintetis yang disebut selulosa asetat untuk mengurangi paparan dari bahan kimia dalam asap rokok. Saat rokok usai dihisap, filter ini biasa kita sebut sebagai puntung rokok.

Sebenarnya selulosa asetat dapat dengan cepat terdegradasi dalam hitungan bulan di bawah kondisi yang tepat, namun umumnya puntung rokok yang dibuang di tempat terbuka memakan waktu hingga 10 tahun untuk terurai sehingga menambah masalah bagi lingkungan. 

Serat selulosa asetat, seperti mikroplastik lainnya, juga merupakan polutan umum yang ditemukan di ekosistem, bahkan terakumulasi di dasar laut dalam. Sehingga selain berdampak buruk bagi lingkungan, puntung rokok juga dapat merusak tanaman dan hewan.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setidaknya dua pertiga puntung rokok ditemukan berserakan di trotoar atau selokan, dan akhirnya berujung di lautan. Yaitu sebanyak dua pertiga dari total 5,6 triliun batang rokok atau 4,5 triliun puntung rokok yang dihisap setiap tahun dibuang sembarangan.

Berdasarkan data dari CNN (hari Jumat, tanggal 25 Januari 2019), sekitar 6 triliun rokok diproduksi setiap tahun dan lebih dari 90% filternya mengandung plastik, hal ini setara dengan 1 juta ton plastik setiap tahun yang diproduksi dari rokok.

Lalu apa dampak puntung rokok yang dilemparkan ke tanah terhadap tanaman?

Dikutip dari theconversation dot com yang melakukan percobaan dengan meletakkan puntung rokok baru dan puntung rokok bekas dibakar ke pot berisi rumput untuk melihat pengaruhnya. 

Pertumbuhan tanaman di sekitar kayu kecil versus pertumbuhan tanaman di sekitar puntung rokok. Puntung rokok mengurangi tumbuhnya kecambah pada rumput hingga 25%, dan puntung rokok mengurangi jumlah biomassa akar semanggi hampir 60%.

Itu lah puntung rokok, bahan yang mengandung plastik yang menjadi polusi terbesar. Kecil tapi mematikan.

Tuesday, September 10, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 2.7

SEDOTAN PLASTIK

Limbah plastik diantaranya dari kontribusi kantong kresek dan botol plastik, serta yang paling besar adalah sedotan plastik sekali pakai. Data menunjukkan bahwa 86% sampah plastik di dunia berasal dari Asia. Bahkan menurut Jenna R Jambeck, seorang ahli lingkungan, bahwa Indonesia berada pada posisi kedua dunia sebagai negara penyumbang sampah plastik ke lautan. Diprediksi oleh Ecowatch, bahwa pada tahun 2025 Indonesia akan menjadi salah satu dari lima negara penyumbang sampah plastik terbesar di dunia.

Berdasarkan data dari Divers Clean Action pemakaian sedotan di Indonesia setiap harinya mencapai 93.244.847 batang atau jika direntangkan mempunyai panjang 16.784 km, ini setara jarak antara Jakarta ke kota Meksiko.

Artinya dalam seminggu pemakaian sedotan tersebut sama dengan 117.449 kilometer, jika diketahui bahwa jarak satu kali keliling Bumi adalah 40.075 maka sedotan tersebut dapat mengitari Bumi sebanyak 3 kali. 

Parahnya, sampah sedotan plastik tersebut mengotori perairan dan pantai di Indonesia. Padahal sedotan ini hanya digunakan sesaat saja namun perlu waktu bertahun-tahun untuk terurai. Jika remahan plastik atau microplastic masuk ke lautan dan dimakan binatang laut yang pada akhirnya juga akan dikonsumsi manusia.

Solusi sederhana adalah menggunakan sedotan pakai ulang yang saat ini mulai menjadi budaya kaum urban baru dan menjadi tren gaya hidup baru di masyarakat. Sedotan yang ramah lingkungan ini berbahan dasar dari sedotan stainless steel, bambu, kaca hingga bioplastic.

Friday, August 23, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 2.6



ENDANGER SPECIES

Disebutkan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) bahwa Komodo yang sebelumnya memiliki status sebagai hewan yang rentan sekarang masuk ke dalam daftar merah sebagai hewan terancam punah atau endanger species.

Perubahan iklim dan aktivitas manusia disebut sebagai penyebabnya. Yaitu naiknya suhu dan permukaan air laut, yang diprediksi bisa mengurangi sampai 30% habitat komodo dalam 45 tahun ke depan.

Lingkungan atau habitat komodo di dataran rendah, dari 0 derajat di garis pantai sampai di daerah dengan ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Sementara, jarak garis pantai ke pusat pulau cenderung lebih dekat di pulau-pulau kecil, dibandingkan dengan jarak garis pantai ke pusat pulau yang lebih besar. 

Sebagian besar komodo hidup di tempat sekitar 7 kilometer dari garis pantai ke pusat pulau. Berdasarkan data publikasi ilmiah, bahwa populasi komodo selama ini sekitar 2.500 individu.

Namun perlu diingat bahwa kaitannya dengan pemanasan global yang bisa mempengaruhi komodo, bukan hanya komodo saja yang terancam, tetapi ada banyak fauna lain, bahkan juga manusia. Diantaranya fauna di Indonesia yang terancam punah adalah Orangutan di Borneo atau Kalimantan, jumlahnya saat ini hanya tersisa sekitar 55 ribu individu saja. Banyak di antaranya yang hidup di pulau Kalimantan dan 200 lainnya di Sumatera.

Komodo di pulau Komodo, tahun 2017, jumlahnya hanya sekitar 3.012 ekor saja.

Penyu di pulau Tanjung Benoa-Bali, Kepulauan Seribu, dan Lombok. 

Tarsius tarsier di Sulawesi, memiliki ciri bertubuh kecil berwarna coklat dengan mata besar, dan senang bergelantungan di ranting pohon mirip seperti koala. 

Harimau Sumatera, jumlah sub spesies harimau Sumatera hanya sekitar 300-400 saja yang hidup di alam bebas, sehingga populasinya diperkirakan akan musnah pada 2050 jika dibiarkan.

Badak bercula satu, dapat ditemui di Taman Nasional Badak daerah Ujung Kulon, Banten, jumlah saat ini hanya tersisa 50-60 ekor saja.

Burung cenderawasih, merupakan satwa khas Papua tepatnya di Isio, Jalan Korea, dan Gantebang yang berada di distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura.

Anoa, diberi julukan sapiutan yang artinya sapi yang hidup di hutan, yang memiliki sepasang tanduk yang menyerupai banteng, saat ini populasi hanya tersisa sekitar 2.469 ekor saja.

Burung maleo di Sulawesi, tepatnya di Gorontalo, dimana saat ini hanya sekitar 10.000 ekor.

Merak di Jawa dan Sumatera, selain itu juga dapat ditemui di Malaysia dan India dengan corak yang berbeda.

Pada pertengahan bulan September 2021, terjadi fenomena yang janggal, yaitu ditemukan banyak burung berjatuhan pasca hujan turun. Beberapa ahli menyebutkan bahwa kasus tersebut dapat menjadi indikator early warning atau peringatan dini adanya perubahan lingkungan.

Diduga hujan besar yang turun di wilayah tersebut membawa kandungan asam. Secara umum air hujan yang turun jika diukur pH-nya yang normal di kisaran 7 yang basa lebih 7 dan yang asam kurang 7. Hujan asam memiliki kandungan pH 5 atau dibawahnya. Hujan asam dapat terjadi karena adanya pengaruh emisi gas pencemar seperti kendaraan hingga pabrik.

Namun hal ini masih perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut secara teliti dan intensif.

Peristiwa pertama adalah saat ribuan burung berjenis pipit berjatuhan di Desa Pering, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Bali pada hari Kamis tanggal 9 September 2021. Kemudian kasus serupa terjadi di Balai Kota Cirebon, pada hari Selasa tanggal 14 September 2021.

Perbedaannya antara fenomena di Bali dengan Cirebon adalah bahwa burung yang berjatuhan di Cirebon dikabarkan tidak semua dalam kondisi mati.

Lebih dari 1 dasawarsa, tepatnya pada tahun 2009, Prof. Dr.Kusnoto Supranianondo,MS.,Drh, guru besar FKH Unair, menjelaskan, bahwa pemanasan global yang melanda bumi tidak hanya berdampak pada keseimbangan iklim saja namun juga memberi pengaruh pada ternak. 

Menurut laporan dari World Wide Fund, akibat dampak buruk perubahan iklim, burung terancam punah hingga 72%. Tingginya angka ancaman kepunahan pada burung ini bisa mengakibatkan putusnya rantai makanan pada ekosistem hewan sehingga bisa menurunkan produktivitas ternak.

Ketika suhu atmosfer bumi semakin memanas, kondisi fisiologis satwa atau ternak akan terganggu karena sistem pertahanan tubuhnya menurun. 

Populasi ternak di Indonesia yang saat ini mengalami perubahan cukup drastis. Ternak ruminansia mengalami penurunan, dari 78% menjadi 42%. Sedangkan untuk ternak non ruminansia mengalami penurunan sebanyak 3%, dari 9% menjadi 6%.

Sunday, August 11, 2024

Investing in Blue Economy

I'd like to ask you to take a leap of faith for a moment and imagine a world where affordable aquaculture feeds communities all across the globe and takes pressure off of the wild fish population without emptying waste and pollutants into the environment I'd like you to imagine clean global Shipping where there are no CO2 emissions and invasive species are not carried from one port to another and imagine a world also where ocean 

Plastics are not likely to become more numerous than fish in the sea this is the promise of Blue Tech Innovation and this is what I want to talk to you about today yes we need research and education and advocacy and wise leaders and policy we need all of these things we need more of them we need them to be better funded and better coordinated but this is not enough if you look at historic challenges to humanity and the planet you'll see that there's another ingredient to finding a solution how did we beat polio how did we increase agricultural yields and how did we address sanitation in the face of growing population density in urban centers 

I would say the answer to all of those is at least in part Innovation I know that Innovation can go awry we have many examples of that too but well-researched designed and implemented innovation has been the answer to many problems and has also opened up many many opportunities why do I care about this well from the first time I put on a snorkeling mask and peered under the water surface I have loved the ocean 

I've also been awestruck truly by the power and the scope of the sea I spent the first half of my career in the Biotech Industry using Innovation to tackle brutal challenges to human health and that was very rewarding but I always came back to the ocean and when in my 30s I visited the Baltic Sea and was not allowed to cross the high tide line because the ocean had become a victim of heavy metal contamination 

I realized that what I loved was under threat I was honestly heartbroken overwhelmed with grief with disbelief and in the end just outraged the question was what to do about it and honestly it took me way too long to figure that out time is of the essence here but I digress moving on the important point is that the ocean is not just a victim it is a resilient Treasure Trove of opportunity and value it's not just a carbon sink or a climate modifier it is a source of protein it's an economic engine and it's a storehouse of Therapeutics and reagents that haven't been discovered yet seeing Innovation as a key to Healing the ocean and allowing us to use the ocean's resources sustainably is a critical thing for us to keep in mind and the time for Blue Tech Innovation is now this is for at least two reasons one the window for impact is closing let me say that again the window for impact is closing the faster and further the ocean and the atmosphere change the harder it will be to turn that around and the harder it will be for the planet to adapt secondly the opportunity is immense and investable today 

Tech is poised to transform ocean-related industry regulatory pressure is growing and economics not just regulations in ESG are driving change and adoption Blue Tech today is like biotech was in the 1970s and relevant Innovation is everywhere it's in labs in our backyard and across the globe it's in adjacent industry where technologies have been developed and in many cases largely de-risked and it's in brand new business models let me give you some examples in shipping where an estimated one trillion dollars will need to be spent to meet the international 

Maritime organization's 2050 decarbonization goals we see incredible innovation in digitization for efficiency and alternative sources of energy in aquaculture we see sensors and robots and AI also driving improved economics in renewable energy and I'm going to talk particularly about offshore wind which is expected to be a one trillion dollar market in 2040 we see new supply chain 

Innovation and new technologies that are facilitating installation and also will facilitate long-term operation in coastal resilience where climate change is expected to drive a trillion dollars in annual expenses annual cost by 2050. we see new bio attractive materials that can Shore up coastal areas building Wetlands rather than diminishing them in plastic avoidance we see biodegradable biomaterials and also new business models that can support a truly circular economy and in blue carbon where carbon credit markets are expected to reach 50 billion dollars 2050 all of these numbers being somewhat round but we see evolving tools and methodologies for measuring carbon absorption and sequestration in order to support legitimate blue carbon credit markets so what is the problem in my opinion it's a matter of awareness of mindset and of determination we have not committed ourselves to fixing these problems and going after the opportunities startups in the blue economy are dying from lack of capacity building programs from lack of mature Innovation ecosystems mentoring and access to Industry human capital and very importantly Financial Capital we have got to fix this and we can the funds are out there we just need to put them to work we have got to create an environment in which the best and the brightest Minds choose to solve the biggest problems of our time rather than go to 

I won't say HubSpot Facebook or Wall Street for example and the way we're going to accomplish this is by giving these folks confidence that they will be able to access the resources they need to be successful these are resources to catalyze to build and to invest let me say a little bit more about what I mean when I say each of these words to catalyze 

We need Regional Blue Tech ecosystems that connect to other efforts and Facilities across the country and across the globe ecosystems that bring scientific Founders together with experienced Business Leaders and provide opportunities for collaboration and networking what I mean by build is we need incubators accelerators and Venture Studios that support Founders as they test product Market fit develop viable business models and build their teams we need programs that facilitate pilot testing and introduce startup companies to Industry and to government where they can find customers and partners and to invest we need individuals family offices foundations funds and Industry to bring their capital and their expertise all of this is essential for companies to scale for impact and financial returns and this Trifecta of resources is taking off but we need more of it and we need it today so to make this burgeoning movement just a little more tangible and give you a sense of the range of opportunities 

I'm talking about I'd like to share with you just a few companies that represent hundreds of others who are similarly going after positive impact on the oceans and also returns for investors I'd like to talk about biofin biofin is at the intersection of Biotech and blue Tech they're using nanoencapsulation technology to protect the most valuable and in many cases least stable elements of fish feed and to assure optimal absorption in the fish gut you may ask why is this important less cost less waste and healthier fish when when oceanium is biorefining seaweed in order to develop products that can be used in nutraceuticals Pharmaceuticals human food livestock and new materials for packaging and in the process they're driving much more seaweed farming with all of its benefits for the environment and society and Vinci is using a virtual reality to provide Equitable access to jobs and training in the blue economy and Beyond again win win win each one of these companies and hundreds of others like them would benefit from having access to the expertise and experience in this room and each one of these companies and hundreds of others like them need Capital to grow and have impact at scale 

so I hope I have intrigued you whether you're a startup a company Builder or an investor if you want to learn more please reach out if you want to engage dive in the time is now the threats are real but the opportunities are almost infinite and no matter where you're coming from and what you're bringing to the table you can make a difference thank you

--

Saya ingin meminta Anda untuk mengambil lompatan keyakinan sejenak dan membayangkan sebuah dunia di mana akuakultur yang terjangkau dapat memberi makan masyarakat di seluruh dunia dan mengurangi tekanan pada populasi ikan liar tanpa membuang limbah dan polutan ke lingkungan. Saya ingin Anda membayangkan pelayaran global yang bersih dimana tidak ada emisi CO2 dan tidak ada spesies invasif yang dibawa dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya dan bayangkan sebuah dunia yang juga dimana lautan

Jumlah plastik kemungkinan besar tidak akan lebih banyak dibandingkan jumlah ikan di laut. Inilah janji dari Blue Tech Innovation dan inilah yang ingin saya bicarakan dengan Anda hari ini. Ya, kita memerlukan penelitian, pendidikan, dan advokasi, serta pemimpin dan kebijakan yang bijaksana, kita semua memerlukannya. hal-hal ini kita membutuhkan lebih banyak hal-hal tersebut kita membutuhkan pendanaan yang lebih baik dan koordinasi yang lebih baik, namun hal ini tidak cukup jika kita melihat tantangan-tantangan bersejarah yang dihadapi umat manusia dan planet bumi, kita akan melihat bahwa ada unsur lain dalam menemukan solusi bagaimana kita mengalahkan polio bagaimana kita meningkatkan hasil pertanian dan bagaimana kita mengatasi sanitasi dalam menghadapi peningkatan kepadatan penduduk di pusat-pusat perkotaan

Menurut saya, jawaban terhadap semua hal di atas adalah setidaknya sebagian dari Inovasi. Saya tahu bahwa Inovasi dapat menjadi kacau. Kita juga mempunyai banyak contoh mengenai hal tersebut, namun inovasi yang dirancang dan diimplementasikan melalui penelitian yang baik telah menjadi jawaban terhadap banyak permasalahan dan juga membuka banyak peluang. banyak peluang kenapa aku begitu peduli dengan hal ini sejak pertama kali aku memakai masker snorkeling dan mengintip ke bawah permukaan air aku sangat menyukai lautan 

Saya juga benar-benar terpesona oleh kekuatan dan luasnya laut. Saya menghabiskan paruh pertama karir saya di Industri Bioteknologi menggunakan Inovasi untuk mengatasi tantangan brutal terhadap kesehatan manusia dan itu sangat bermanfaat, namun saya selalu kembali ke laut. dan ketika berumur 30an saya mengunjungi Laut Baltik dan tidak diperkenankan melewati garis air pasang karena lautan telah menjadi korban pencemaran logam berat

Aku menyadari bahwa apa yang kucintai berada di bawah ancaman. Sejujurnya aku patah hati karena diliputi kesedihan karena ketidakpercayaan dan pada akhirnya aku menjadi marah karena pertanyaannya adalah apa yang harus kulakukan dan sejujurnya butuh waktu terlalu lama bagiku untuk menyadari bahwa waktu adalah hal yang paling penting di sini. namun saya tidak melanjutkan dengan poin penting yang ada di sini yaitu bahwa lautan bukan sekedar korban, lautan adalah sebuah Harta Karun yang tangguh yang berisi peluang dan nilai, lautan bukan hanya penyerap karbon atau pengubah iklim, lautan adalah sumber protein, merupakan mesin ekonomi dan merupakan penggerak ekonomi. gudang Terapi dan reagen yang belum ditemukan dan melihat Inovasi sebagai kunci untuk Menyembuhkan lautan dan memungkinkan kita menggunakan sumber daya laut secara berkelanjutan adalah hal penting yang harus kita ingat dan inilah saatnya untuk Blue Tech Innovation. Hal ini disebabkan setidaknya oleh dua alasan, pertama, jendela dampak semakin tertutup Izinkan saya mengatakan bahwa jendela dampak semakin tertutup, semakin cepat dan semakin jauh lautan dan atmosfer berubah, semakin sulit untuk membalikkan keadaan tersebut dan semakin sulit pula untuk membalikkan keadaan. bumi untuk beradaptasi, peluangnya sangat besar dan dapat diinvestasikan saat ini

Teknologi siap untuk mentransformasi industri terkait kelautan. Tekanan peraturan semakin meningkat dan ekonomi, bukan hanya peraturan dalam ESG yang mendorong perubahan dan penerapan Blue Tech saat ini seperti bioteknologi pada tahun 1970an dan relevan. Inovasi ada di mana-mana, baik di laboratorium di halaman belakang rumah kita maupun di seluruh dunia hal ini terjadi pada industri yang berdekatan dimana teknologi telah dikembangkan dan dalam banyak kasus sebagian besar tidak ada risikonya dan hal ini merupakan model bisnis baru. Izinkan saya memberikan beberapa contoh dalam bidang pelayaran yang diperkirakan perlu mengeluarkan satu triliun dolar untuk memenuhi kebutuhan internasional. 

Tujuan dekarbonisasi organisasi maritim pada tahun 2050 kita melihat inovasi luar biasa dalam digitalisasi untuk efisiensi dan sumber energi alternatif dalam budidaya perikanan kita melihat sensor dan robot dan AI juga mendorong peningkatan ekonomi dalam energi terbarukan dan saya akan berbicara secara khusus tentang angin lepas pantai yang diharapkan akan menjadi pasar satu triliun dolar pada tahun 2040 kita melihat rantai pasokan baru

Inovasi dan teknologi baru yang memfasilitasi instalasi dan juga akan memfasilitasi operasi jangka panjang dalam ketahanan pesisir dimana perubahan iklim diperkirakan akan mendorong biaya tahunan sebesar satu triliun dolar pada tahun 2050. kita melihat bahan-bahan bio menarik baru yang dapat menopang pembangunan wilayah pesisir. Alih-alih mengurangi lahan basah karena penghindaran plastik, kita melihat biomaterial yang dapat terbiodegradasi dan juga model bisnis baru yang dapat mendukung perekonomian yang benar-benar sirkular dan karbon biru di mana pasar kredit karbon diperkirakan akan mencapai 50 miliar dolar pada tahun 2050, semua angka ini agak bulat tetapi kita melihat alat dan metodologi yang terus berkembang untuk mengukur penyerapan dan sekuestrasi karbon guna mendukung pasar kredit karbon biru yang sah, jadi apa masalahnya menurut pendapat saya, ini adalah masalah kesadaran, pola pikir, dan tekad, kita belum berkomitmen untuk memperbaiki masalah ini dan mengejar tujuan tersebut. peluang startup di ekonomi biru sedang sekarat karena kurangnya program peningkatan kapasitas karena kurangnya pendampingan ekosistem inovasi yang matang dan akses terhadap sumber daya manusia Industri dan yang paling penting adalah Modal Finansial yang harus kita perbaiki dan dana sudah tersedia, kita hanya perlu menerapkannya, kita harus menciptakan lingkungan di mana Pikiran terbaik dan tercerdas memilih untuk memecahkan masalah terbesar di zaman kita daripada mencari solusinya.

Saya tidak akan mengatakan HubSpot Facebook atau Wall Street misalnya dan cara kita mencapai hal ini adalah dengan memberikan keyakinan kepada orang-orang ini bahwa mereka akan dapat mengakses sumber daya yang mereka perlukan untuk menjadi sukses. Ini adalah sumber daya untuk mengkatalisasi pembangunan dan untuk berinvestasi izinkan saya menjelaskan sedikit lebih banyak tentang apa yang saya maksud ketika saya mengucapkan setiap kata ini sebagai katalisator 

Kita membutuhkan ekosistem Regional Blue Tech yang terhubung dengan upaya dan Fasilitas lain di seluruh negeri dan di seluruh dunia. Ekosistem yang menyatukan para Pendiri ilmiah dengan Pemimpin Bisnis yang berpengalaman dan memberikan peluang untuk berkolaborasi dan berjejaring. Apa yang saya maksud dengan membangun adalah kita membutuhkan akselerator inkubator dan Studio Ventura yang mendukung para Pendiri saat mereka menguji produk Kesesuaian pasar mengembangkan model bisnis yang layak dan membangun tim mereka. Kita memerlukan program yang memfasilitasi uji coba dan memperkenalkan perusahaan rintisan ke Industri dan pemerintah di mana mereka dapat menemukan pelanggan dan mitra dan untuk berinvestasi kita memerlukan dana yayasan kantor keluarga perorangan dan Industri untuk mengerahkan modal dan keahlian mereka, semua ini penting bagi perusahaan untuk meningkatkan dampak dan keuntungan finansial dan Trifecta sumber daya ini mulai berkembang, namun kita membutuhkan lebih banyak sumber daya dan kita membutuhkannya saat ini sehingga menjadikan gerakan yang sedang berkembang ini hanya sebagai sebuah upaya. sedikit lebih nyata dan memberi Anda gambaran tentang berbagai peluang

Yang saya bicarakan Saya ingin berbagi dengan Anda beberapa perusahaan yang mewakili ratusan perusahaan lain yang juga berupaya memberikan dampak positif terhadap lautan dan juga keuntungan bagi investor. Saya ingin berbicara tentang biofin. Biofin ada di titik persimpangan dari Biotech dan blue Tech mereka menggunakan teknologi nanoenkapsulasi untuk melindungi elemen pakan ikan yang paling berharga dan dalam banyak kasus paling tidak stabil dan untuk memastikan penyerapan optimal dalam usus ikan. Anda mungkin bertanya mengapa hal ini penting, lebih hemat biaya, lebih sedikit limbah, dan ikan lebih sehat bila ketika oceanium melakukan biorefining rumput laut untuk mengembangkan produk yang dapat digunakan dalam nutraceuticals Farmasi makanan manusia ternak dan bahan baru untuk pengemasan dan dalam prosesnya mereka mendorong lebih banyak budidaya rumput laut dengan segala manfaatnya bagi lingkungan dan masyarakat dan Vinci adalah menggunakan realitas virtual untuk memberikan akses yang adil terhadap pekerjaan dan pelatihan dalam ekonomi biru dan seterusnya, sekali lagi win win win, masing-masing perusahaan ini dan ratusan perusahaan lain yang serupa akan mendapatkan manfaat dari memiliki akses terhadap keahlian dan pengalaman di ruangan ini dan masing-masing perusahaan. Perusahaan-perusahaan ini dan ratusan perusahaan lain yang sejenis membutuhkan modal untuk tumbuh dan memberikan dampak dalam skala besar 

jadi saya harap saya membuat Anda penasaran apakah Anda seorang pemula, Pembangun perusahaan atau investor jika Anda ingin mempelajari lebih lanjut silakan hubungi jika Anda ingin terlibat menyelami saat ini ancamannya nyata tetapi peluangnya hampir tak terbatas dan tidak peduli dari mana Anda berasal dan apa yang Anda hadirkan, Anda dapat membuat perbedaan, terima kasih

Thursday, August 8, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 2.5

NEGERI ATLANTIS

Cerita kuno tentang negeri Atlantis bisa terulang. Kisah ini telah memukau selama ribuan tahun. Semula adalah Plato yang bercerita mengenai sebuah kebudayaan yang telah tenggelam tersebut, yang kemungkinan berada di sebuah kepulauan kecil di Laut Tengah.

Dan jika tidak mampu menghentikan emisi gas rumah kaca, maka diperkirakan pada tahun 2100, akan ada sebanyak 5% penduduk dunia akan kebanjiran setiap tahun. Permukaan laut akan mengalami kenaikan mencapai 1,2 meter bahkan pada akhir abad ini dapat mencapai 2,4 meter.

Skenario terburuk, jika terjadi kenaikan suhu 2 derajat Celcius maka dapat menyebabkan kenaikan permukaan laut setinggi 6 meter. Hal ini akan menyebabkan Bumi kehilangan luas sebesar 1 juta kilometer persegi daratan. Daratan seluas itu setara dengan tempat hidup 375 juta orang.

Yang cukup miris adalah di Asia banyak kota besar yang berada di dekat permukaan laut, diantaranya Shanghai, Hong Kong, Mumbai dan Kolkata.

Termasuk Jakarta. Terlebih Jakarta merupakan kota yang tumbuh paling cepat di dunia, hari ini penduduk di Jakarta adalah 10 juta jiwa. Dan akhir-akhir ini kota tersebut berulang kali mengalami banjir dan penurunan tanah, sehingga diperkirakan Jakarta akan tenggelam pada tahun 2050. 

Untuk bencana banjir sendiri, Dewan Penasihat Sains Akademi Eropa mengatakan bahwa sejak tahun 1980 banjir yang terjadi sudah berlipat empat, dan berlipat ganda sejak tahun 2004.

Belum lagi akibat pemanasan global dan perubahan iklim, dalam 10 tahun terakhir laju pelelehan es di Antartika berlipat tiga. Pada tahun 1992 sampai 1997, lapisan es di Antartika telah kehilangan 49 miliar ton es setiap tahun.

Pada tahun 2012 sampai 2017, lapisan es di Antartika telah kehilangan 219 milyar ton es setiap tahun.

Di bulan Juli 2021 lalu, dalam pidato Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden disebutkan bahaya pemanasan global dan perubahan iklim. Dimana dampak pemanasan global bisa mencairkan es di kutub dan menaikkan permukaan air laut.  Permukaan laut naik 0,7 meter saja akan menjadi bencana yang serius.

Dalam pidatonya tersebut, Joe Biden juga menyebutkan prediksi tenggelamnya ibu kota Indonesia, Jakarta, akan tenggelam dalam kurun waktu 10 tahun lagi.

Beberapa ahli juga memprediksi Jakarta bakal tenggelam pelan-pelan, termasuk dalam tulisan berjudul "Jakarta, the fastest-sinking city in the world" dalam media BBC yang menulis bahwa Jakarta akan tenggelam pada tahun 2050. Jakarta berpotensi tenggelam berdasarkan hasil penelitian terhadap penurunan tanah di Jakarta selama 20 tahun. 

Hal ini dikarenakan oleh tanah yang memadat menjadi daratan namun belum mengeras kemudian didirikan bangunan di atasnya. Faktor lainnya adalah karena eksploitasi air tanah yang berlebihan.

Namun sebenarnya tidak hanya kota Jakarta, kota lain juga berisiko bahkan lebih parah misalnya kota Pekalongan, Semarang, dan Demak. Bahkan menurut Kepala Laboratorium Geodesi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB Heri Andreas terdapat 112 daerah kabupaten dan kota di Indonesia yang berpotensi untuk tergenang.

Untuk di Jakarta sendiri, misalnya di Kampung Teko atau sekarang dikenal dengan sebutan Kampung Apung berada di Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat. Hal ini dikarenakan kawasan seluas 3 hektar ini sekarang berada di atas air serasa mengapung. Di sini tanah turun 15 cm setiap tahun sehingga rumah dibangun diatas air. Bahkan Pemakaman Umum Kapuk sekarang menjadi Danau. Seorang warga mengatakan bahwa dia sudah meninggikan lantai rumahnya sebanyak 3x.

Begitu juga halnya dengan nasib Masjid Wal Adhuna. Masjid ini di tahun 2001 masih digunakan untuk sholat. Namun sekarang hampir 12 tahun lamanya Masjid yang berada di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara tergenang di pesisir Jakarta. 

Saat masjid mulai terendam dan pasca banjir rob, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta langsung membangun tanggul di belakang bangunan masjid dengan tinggi kurang lebih lima meter di sana. Permukaan tanah Jakarta yang terus menurun, serta air laut yang terjebak antara tanggul lama dan tanggul baru akhirnya merendam masjid itu hingga saat ini. 

Kampung apung dan Masjid Wal Adhuna menjadi saksi bisu semakin turunnya permukaan tanah di Jakarta. Pesisir Jakarta menjadi pertanda pelan-pelan Jakarta akan tenggelam, salah satunya karena penurunan permukaan tanah.

Sejak dipantau tahun 1997 tanah di Jakarta mulai terendam, 10 tahun kemudian yaitu pada tahun 2007 penurunan tanah semakin meluas, bahkan bisa sampai dekat istana negara.

Tahun 2021 ini sudah terendam 10%, Diprediksi tahun 2050 Jakarta akan tenggelam, dengan hampir separuh (50%) wilayahnya akan terendam air, sehingga bibir pantai akan sampai di dekat Istana Negara.

Berdasarkan peta di Jakarta tahun 1972 area tutupan lahan sebagai area hijau menandakan Jakarta masih dipenuhi oleh pepohonan. 20 tahun kemudian atau pada tepatnya pada tahun 1993, area hijau terus berkurang, terlebih di tahun 2005 sangat berkurang banyak.

Jika dikaitkan dengan land cover karena ada proses urbanisasi yang masif sehingga penduduk menjadi bertambah banyak, dan konsumsi air tanah juga semakin banyak.

Sehingga masalah urbanisasi berbanding lurus dengan penurunan tanah karena tidak diimbangi dengan kebutuhan air. Dimana berdasarkan data pipa air akses pipa air di Jakarta pada tahun 1950 masih 12%, dan di tahun 2019 baru 57%. Artinya banyak warga yang tidak memiliki akses air bersih kemudian menyedot air tanah untuk bertahan hidup.

Thursday, July 25, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 2.4

AIR TAWAR

71% planet Bumi sebenarnya tertutup air, namun yang merupakan air tawar hanya 2% dan yang mudah diakses hanya 1% saja. Sisanya sebagian besar terjebak dalam es. 

Untuk penggunaannya, di seluruh dunia, 70% hingga 80% air tawar digunakan untuk produksi pangan dan pertanian, kemudian 10% hingga 20% untuk industri. Berdasarkan National Geographic, hanya 0,007% air yang tersedia di Bumi diperuntukkan bagi 7 milyar manusia.

Secara keseluruhan, menurut PBB, diperkirakan pada tahun 2050, sebanyak 5 milyar orang akan kesulitan air tawar.

Hal ini diperparah dengan banyak danau besar di dunia yang mengalami kekeringan, setidaknya dalam 100 tahun terakhir, yaitu diantaranya: 

  • Laut Aral di Asia tengah, kehilangan 90% volume
  • Danau Mead di Las Vegas, kehilangan 400 milyar galon air dalam setahun
  • Danau Poopo di Bolivia, sudah kering
  • Danau Orumiyeh di Iran, kehilangan 80% air dalam 30 tahun
  • Danau Chad, hampir kering secara total

Padahal diperkirakan selama 30 tahun ke depan, kebutuhan air dari sistem pangan dunia diperkirakan baik sekitar 50%, dari kota dan industri naik 50% hingga 70%, dan dari energi 85%.

Pemanasan global dan perubahan iklim menyebabkan es kutub mencair. Hal ini mengakibatkan efek domino, dimana penyakit purba yang sebelumnya beku dalam es hidup kembali. Hal ini mengakibatkan sistem kekebalan tubuh tidak tahu cara melawan penyakit purba tersebut. Diantaranya mikroba yang dimaksud adalah:

  • Esktreofil berumur 32.000 tahun hidup kembali pada tahun 2005
  • Bakteri berumur 8 juta tahun tahun hidup kembali pada tahun 2007
  • Cacing yang membeku berumur 42.000 tahun hidup kembali pada tahun 2018

Selain itu, di Alaska para peneliti menemukan sisa-sisa flu 1918 yang dulunya menulari hingga 500 juta orang dengan menewaskan 50 juta orang, setara dengan 3% penduduk dunia. Dan pada tahun 2016, seorang anak meninggal akibat ketularan antraks dari bangkai rusa yang mati akibat bakteri tersebut pada 75 tahun lalu dan tersingkap saat es abadi mencair.

Di sisi lain pemanasan global ini juga bisa menyebabkan mutasi yang menyebabkan mikroorganisme yang semula berkarakter biasa dan normal (tidak berbahaya) menjadi ganas, mutasi yang berupa perubahan kromosom gen juga bisa menyebabkan perubahan sifat atau karakter individu dan mikroorganisme.


Thursday, June 27, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 2.3

PARADOKS FERMI 

Sebuah paradoks Fermi atau yang disebut juga dengan Great Silence (Kesunyian Besar) mengatakan bahwa, jika alam semesta begitu luas dan besar, namun mengapa kita belum menemukan kehidupan cerdas lainnya seperti di Bumi?

Bisa jadi jawabannya cukup sederhana, yaitu iklim.

 


Fermi-Paradox

Karena sepanjang pengamatan para peneliti yang kita ketahui, tidak ada planet lain yang lebih cocok dibandingkan planet Bumi untuk menghasilkan kehidupan. Namun saat ini, akibat dari pemanasan global yang mengakibatkan climate change atau perubahan iklim, planet Bumi menjadi semakin terancam. Belum ada manusia modern yang pernah hidup di Bumi yang sepanas Bumi sekarang.

Saat ini memang pemanasan global yang terjadi sejak manusia menggunakan bahan bakar fosil, telah menyebabkan kenaikan suhu 1,1 derajat Celcius. Hal ini diakibatkan gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran tersebut menjebak panas di Bumi.

Kita cenderung meremehkan perbedaan angka kecil yang muncul dari peningkatan suhu yaitu mulai dari peningkatan suhu 2 derajat, 3 derajat hingga 5 derajat. Mari kita bayangkan akibat yang ditimbulkan dari peningkatan suhu 2 derajat Celcius, yaitu lapisan es akan hancur, 400 juta orang akan kesulitan air, kota-kota besar di sekitar khatulistiwa menjadi tidak layak huni, gelombang panas akan dapat menewaskan ribuan orang.

Peningkatan suhu 3 derajat Celcius, Eropa selatan akan mengalami kekeringan permanen, kebakaran hutan semakin meluas dan merajalela.

Peningkatan suhu 4 derajat Celcius, akan terjadi tambahan 8 juta kasus demam berdarah, krisis pangan global, kematian terkait panas akan naik 9 persen dan kerusakan akibat banjir dari sungai akan meningkat pesat. 

Peningkatan suhu 5 derajat Celcius, seperti yang terjadi pada 250 juta tahun yang lalu, akan mengakibatkan 96% spesies punah. 

Hampir semua kepunahan massal diatas diakibatkan oleh gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim. Setidaknya di bumi telah mengalami 5 kepunahan massal, yaitu pada:

  • 450 juta tahun yang lalu, yang mengakibatkan 86% spesies punah
  • 70 juta tahun kemudian, yang mengakibatkan 75% spesies punah
  • 100 juta tahun kemudian, yang mengakibatkan 96% spesies punah
  • 50 juta tahun kemudian, yang mengakibatkan 80% spesies punah
  • 150 juta tahun kemudian, yang mengakibatkan 75% spesies punah

Sungguh besar dampak yang akan diakibatkan oleh pemanasan global dan perubahan iklim. Oleh karena itu kita tidak boleh menjadi egois karena dampak yang diterima adalah orang yang tinggal di tempat lain bahkan pada anak yang belum lahir.

Bagi kita yang awam, ingat lagi saat siang hari bekerja di kantor, lalu aliran listrik mati sehingga AC yang ada di ruangan tidak dapat bekerja untuk mendinginkan ruangan. Kita akan mengerti bagaimana tidak nyaman saat bekerja dalam suasana tersebut.

Diperkirakan pada tahun 2050 nanti akan terdapat 9 miliar AC (alat pendingin) dengan berbagai jenis demi untuk mengatasi panas tersebut, namun hal tersebut bukan lah solusi yang ekonomis dan juga bukan solusi yang "hijau".

Urban Heat Island (UHI): Fenomena dan Dampaknya


Bumi sudah tidak baik-baik saja karena pemanasan global bukanlah sebuah perkataan belaka. Kini berbagai fenomena gegara perubahan iklim timbul mengancam Bumi, seperti Urban Heat Island (atau UHI).

Fenomena tersebut tahun ke tahun semakin parah, yang ditandai dengan suhu yang semakin meningkat. Kini seluruh kota di Indonesia mengalami tren peningkatan suhu yang signifikan antara 0,2-1 derajat celcius per 30 tahun. Indonesia tercatat sebagai peringkat pertama dari 54 negara yang berisiko tinggi terancam krisis iklim.

Urban Heat Island atau Pulau Panas Perkotaan adalah fenomena di mana suhu di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya yang lebih rural. Ini disebabkan oleh penggunaan material seperti beton dan aspal yang menyerap panas, kepadatan bangunan yang mengurangi aliran udara, aktivitas manusia yang menghasilkan panas, dan kurangnya ruang hijau. 

Dampak UHI termasuk masalah kesehatan seperti heat stroke, peningkatan penggunaan energi untuk pendinginan, dan penurunan kualitas udara. Untuk mengurangi efek UHI, strategi yang efektif meliputi penanaman pohon, penggunaan material reflektif, implementasi atap hijau, dan perencanaan kota yang cerdas. 

Langkah-langkah ini penting untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih sejuk dan sehat bagi penduduknya.

Mari kita bahas lebih lanjut.

Penyebab Urban Heat Island

Beberapa penyebab Urban Heat Island adalah,

1. Permukaan Beton dan Aspal.
Material seperti beton dan aspal menyerap lebih banyak panas dari sinar matahari dibandingkan dengan vegetasi alami. Ini menyebabkan suhu permukaan meningkat secara signifikan.

2. Kepadatan Bangunan.
Bangunan tinggi dan padat mengurangi aliran udara, sehingga panas terjebak di antara bangunan-bangunan tersebut.

3. Aktivitas Manusia.
Penggunaan kendaraan, industri, dan pendingin udara melepaskan panas ke lingkungan, menambah suhu keseluruhan di area perkotaan.

4. Kurangnya Ruang Hijau.
Vegetasi membantu menyejukkan udara melalui proses evapotranspirasi. Kurangnya ruang hijau di kota-kota besar memperburuk efek UHI.


Dampak Urban Heat Island.

Beberapa dampak dari Urban Heat Island adalah, 

1. Kesehatan.
Suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti heat stroke, dehidrasi, dan memperburuk kondisi kesehatan kronis.

2. Energi.
Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan penggunaan energi untuk pendinginan, yang dapat memperbesar beban pada sistem kelistrikan.

3. Lingkungan.
Suhu tinggi dapat mempengaruhi kualitas udara, meningkatkan polusi ozon, dan memperburuk perubahan iklim.

4. Ekonomi.
Dampak kesehatan dan energi yang lebih tinggi dapat meningkatkan biaya perawatan kesehatan dan tagihan energi.

Strategi Mitigasi Urban Heat Island.

Beberapa strategi mitigasi dari Urban Heat Island adalah,

1. Penanaman Pohon dan Taman.
Menambah jumlah ruang hijau dapat membantu menurunkan suhu dan meningkatkan kualitas udara.

2. Penggunaan Material Reflektif.
Menggunakan material bangunan yang memantulkan lebih banyak cahaya matahari dapat mengurangi penyerapan panas.

3. Atap dan Dinding Hijau.
Implementasi atap dan dinding hijau dapat membantu mendinginkan bangunan dan mengurangi efek UHI.

4. Desain Perkotaan yang Cerdas.
Merancang kota dengan memperhatikan sirkulasi udara dan penggunaan lahan yang bijaksana dapat membantu mengurangi suhu perkotaan.

Urban Heat Island adalah tantangan besar bagi kota-kota modern, namun dengan strategi yang tepat, dampaknya dapat dikurangi. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta sangat penting untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih sejuk dan sehat.

Untuk itu, sudah saatnya semua manusia termasuk anak muda mulai bergerak melakukan langkah-langkah mitigasi agar kerugian bisa diminimalisir.


Sumber :
https://www.detik.com/edu/edutainment/d-7411616/suhu-di-seluruh-kota-ri-naik-signifikan-imbas-fenomena-uhi-apakah-itu

Saturday, June 15, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 2.2

HUBUNGAN SAPI DAN PEMANASAN GLOBAL

Ternyata global warming atau pemanasan global terjadi tidak hanya dipicu dari bahan bakar fosil dan pabrik industri. Sapi juga turut menyebabkan gas efek rumah kaca. Bahkan para peneliti percaya bahwa emisi gas rumah kaca dari sektor peternakan sapi ikut menyumbang 65%, yaitu dari gas metana yang dikeluarkan oleh sapi saat sendawa, kentut, dan kotoran.

Gas metana ini menyumbang 16% dari total efek pemanasan global. Potensi pemanasan global mencapai 28 hingga 36 kali lipat, yang berujung menghasilkan karbon dioksida.

Sehingga perlu ada inovasi kreatif yang dilakukan untuk mengurangi gas metana pada sapi.

Hutan terbesar dan terluas di dunia, yaitu hutan Amazon sedang sakit. Terjadi pembalakan hutan yang dikarenakan menjamurnya peternakan sapi. Puluhan, ratusan atau bahkan ribuan sapi yang melenggang berkelompok sedang merumput.

Perluasan ladang ternak dituding sebagai perusak nomor satu Hutan Amazon. Tanah di Amazon sebetulnya tidak cukup subur untuk ditanami rumput sehingga harus dibantu pupuk kimia untuk menumbuhkan rumput. Rumput Amazon tidak cukup kuat untuk tumbuh tanpa rimbun pepohonan sehingga harus didatangkan rumput dari Amerika Serikat yang bisa tumbuh di padang rumput.

Sapi lokal Brasil tidak cocok untuk diternakkan di kawasan ini sehingga harus didatangkan dari India.

Untuk itu perlu ada inovasi juga dalam hal makanan. Dan diprediksi tidak akan lagi orang yang mengkonsumsi makanan olahan daging pada tahun 2040. Para ahli memperkirakan sekitar 60% dari produk daging yang dikonsumsi pada 20 tahun mendatang akan diganti dengan produk nabati atau alternatif budidaya lainnya yang diolah layaknya sebuah daging. 

Sehingga dampak lingkungan bisa ditekan.

Dampak lingkungan tersebut misalnya adanya emisi yang mendorong krisis iklim hingga habitat liar yang rusak karena dihancurkan untuk lahan pertanian dan timbulnya pencemaran sungai dan lautan. 

AT Kearney memperkirakan sekitar 1 miliar dolar AS telah diinvestasikan dalam penggantian daging nabati seperti yang diproduksi oleh perusahaan – perusahaan Amerika seperti Beyond Meat dan Impossible Foods, sebagaimana ditulis Independent. 

Daging nabati ini kemudian dibuat dengan membudidayakan sel hewan dalam bioreaktor tanpa adanya penyembelihan hewan tersebut. Kemudian diproduksi dengan mengekstraksi sel dari hewan hidup dan memperbanyaknya diluar tubuh hewan dengan menggunakan alat bioreaktor.

Thursday, June 6, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 2.1

BAB 2

LATAR BELAKANG DAN SITUASI SAAT INI

Bagi yang lahir dan besar di tahun 1980-an, maka akan pernah mengalami saat akan tidur mencari selimut untuk menghangat tubuh. Lalu 20 tahun kemudian yaitu pada tahun 2000-an, akan sangat tidak nyaman dan nyenyak jika kita tidur tanpa ditemani oleh kipas angin. Dan di tahun 2020-an setelah 20 tahun berikutnya, banyak sekali kita yang tidur harus menggunakan AC agar tidak gerah.

Semua ini dikarenakan suhu global telah mengalami peningkatan secara terus menerus sejak masa industrial yaitu sejak tahun 1880-an. Hingga saat ini tahun 2021 telah mengalami peningkatan suhu hampir mencapai 1 derajat Celcius.

Berdasarkan data observasi BMKG mulai dari tahun 1981 hingga tahun 2018, tercatat tren suhu di Indonesia secara umum suhu di Indonesia baik suhu minimum, rata-rata, dan maksimum memiliki tren yang bernilai positif dengan besaran yang bervariasi sekitar 0.03 °C setiap tahunnya. 

Jadi jika suhu mengalami kenaikan 0.03 °C setiap tahunnya maka dalam 30 tahun akan mengalami kenaikan sebesar 0.9 °C.

Bahkan sumber lain menyebutkan bahwa akibat dari pemanasan global ini bumi mengalami kenaikan suhu global sejak sekitar 1980 sampai 2021 meningkat 2X lebih cepat daripada periode sebelumnya. Bahkan saat ini kenaikan suhu udara di Indonesia mengakibatkan cuaca ekstrem dengan intensitas yang semakin meningkat, durasi yang semakin panjang dan frekuensinya semakin sering. 

Oleh karenanya pada tanggal 12 Desember 2015 silam ditandatangani Paris Agreement oleh 197 negara untuk menahan kenaikan suhu dunia dibawah 2 °C, jika memungkinkan 1,5 °C, dibandingkan angka sebelum masa Revolusi Industri.

Bahkan akibat perubahan iklim ini suhu panas ekstrem mencapai hingga di atas 50° Celcius dan jumlah meningkat 2 kali lipat sejak tahun 1980-an, serta meningkat setiap tahun di 4 dekade terakhir. Hal ini dikarenakan semakin memanasnya Bumi, suhu ekstrem semakin mungkin terjadi, dan dengan semakin intens.

Suhu yang mencapai 50°C umumnya terjadi di Timur Tengah dan kawasan Teluk. Temperatur sempat yang memecah rekor, setinggi 48,8°C di Italia dan 49,6°C di Kanada musim panas. Eropa Timur, bagian selatan Afrika, dan Brasil merasakan suhu maksimum naik hingga lebih dari 1°C, sementara beberapa wilayah Arktik dan Timur Tengah merekam kenaikan suhu lebih dari 2°C.


REVOLUSI HIJAU

Pada jaman pra-industri, tepatnya sebelum sekitar abad ke-18, siklus karbon bumi kemungkinan masih seimbang, dalam artian tumbuhan menyerap karbon kira-kira sebanyak dengan apa yang dikeluarkan oleh makhluk bumi yang lain. Kemudian kita menggunakan bahan bakar fosil yang terbuat dan yang tersimpan di bawah tanah yang berupa minyak, batu bara dan gas alam. Sehingga emisi gas rumah kaca naik drastis pada tahun 1850-an.

Sejumlah 51 miliar ton gas rumah kaca yang dibuang ke atmosfer setiap tahunnya. Gas rumah kaca ini akan menjebak panas sehingga menyebabkan suhu menjadi naik, lalu berujung pada perubahan iklim hingga bencana iklim yang berdampak negatif pada lingkungan dan manusia.

Untuk itu, tidak cukup jika kita hanya mengurangi emisi karbon, namun harus menghilangkannya. Karena dengan penurunan emisi menjadi 50% pun tidak akan menghentikan kenaikan suhu dan tidak akan dapat memperbaiki keadaan dan menyelesaikan masalah, hanya sekedar memperlambat saja.

Perlu diketahui, kenaikan suhu 2 derajat Celcius saja maka akan dapat banyak menyebabkan masalah. Saat ini, rata-rata global sudah naik kisaran 1 derajat Celcius dibandingkan pada saat zaman pra-industri. Dan diperkirakan akan naik hingga 3 derajat di pertengahan abad ke-21, dan bahkan akan dapat naik 4-8 derajat Celcius di akhir abad ke-21.

Adalah Bill Gates, yang selama ini kita kenal sebagai expert di bidang perangkat lunak, namun dimulai tahun 2000-an hingga saat ini aktif berbicara di depan umum, menulis buku dalam wadah Gates Foundation yang salah satu fokusnya pada bidang kesehatan global, yang juga berhubungan dengan kemiskinan energi.

Mengenai kesehatan global, apa yang terjadi di dunia sejak tahun 2020 lalu, yaitu Pandemi coronavirus, sebenarnya telah diingatkan oleh Bill Gates pada tahun 2015 jauh sebelumnya saat beliau memberikan kuliah TEDx bahwa kita perlu membuat sistem untuk mendeteksi dan menanggapi wabah yang dapat menyebabkan pandemi secara global.

Karena pandemi tersebut menyebabkan kegiatan ekonomi melambat. Misalkan jika gas rumah kaca juga hanya berkurang 5% sehingga hanya akan menjadi 48-49 miliar ton karbon, namun untuk mencapai hal tersebut, memerlukan biaya yang cukup mahal, dimana 1 juta orang meninggal dan puluhan juta orang kehilangan pekerjaan. Jumlah tambahan tingkat kematian global sekitar 14 per 100.000 orang per tahun.

Dalam perubahan iklim, sejatinya kelompok miskin yang paling dirugikan, misalnya mulai dari kondisi yang rentan, kekeringan hingga banjir. Perubahan iklim meliputi kejadian gelombang panas, kenaikan jumlah badai dan badai yang semakin parah. Diperkirakan perubahan iklim ini akan dapat menyebabkan jumlah tambahan tingkat kematian global sekitar 75 per 100.000 orang per tahun.

Sebanyak 27 persen dari semua emisi gas rumah kaca disebabkan oleh energi listrik yang berasal dari bahan bakar fosil, untuk itu kita disarankan menggunakan energi ramah lingkungan seperti energi angin dan surya sebagai sumber energi terbarukan yang masih belum banyak digarap.

Namun, harus diingat masih tersisa 73% emisi gas karbon penyebab rumah kaca.

Bahan bakar fosil sangat akrab dan dekat dengan kita, dimulai dari plastik yang terkandung pada sikat gigi kita berasal dari minyak bumi. Beras dan roti yang kita makan saat sarapan pagi juga mempunyai kaitan dengan bahan bakar fosil, mulai dari pupuk, bensin dan sapi. Sebagian bahan baju yang kita kenakan dibuat dari turunan minyak bumi, kertas yang kita pakai dari pohon yang kita tebang juga menyebabkan emisi karbon. Dunia saat ini mengkonsumsi minyak sebanyak 4 miliar gallon per hari.

Berkat inisiasi Bill Gates, akhirnya terbentuk kelompok Breakthrough Energy Coalition, yaitu berkumpulnya 26 investor yang kemudian menjadi organisasi Breakthrough Energy yang kemudian juga beserta 24 negara-negara meluncurkan Mission Innovation di konferensi iklim PBB di Paris pada tahun 2015. 

Breakthrough Energy, mempunyai website breakthroughenergy.org, akan mendanai teknologi yang mampu menghilangkan setidaknya 500 juta ton per tahun, yaitu sekitar 1 persen emisi global per tahun.

Persetujuan Paris tersebut menyepakati bahwa 190 lebih negara setuju akan membatasi emisi, diperkirakan pada tahun 2030, dapat mengurangi 12 persen emisi karbon, yaitu sekitar 3 - 6 miliar ton emisi.

Eropa mengurangi jejak karbon sektor penerbangan setara 17 juta ton per tahun, atau sekitar 0,03 persen dari emisi global per tahun.

  • 4 persen emisi global dari sapi.
  • 10 persen emisi global dari pembuatan semen dan baja.
  • 16 persen emisi global dari transportasi.
  • 27 persen emisi global dari listrik.

Sapi? ya benar. Di dunia terdapat 1 milyar sapi yang mengeluarkan gas metana dari sendawa dan kentut setara 2 milyar ton karbondioksida.

Mengenai hubungan sapi dan emisi gas karbon akan kita bahas di sub bab “Hubungan Sapi dan Pemanasan Global”.

Lambat laun solusi iklim inovatif telah diminati, karena selain dampak positif yang bagi manusia dan lingkungan, juga perusahaan dan industri nol karbon akan menjadi pemimpin ekonomi global di masa mendatang.

Salah satu solusi sederhana adalah penanaman hutan mangrove, karena pohon ini dapat hidup di air bergaram yang mempunyai beberapa fungsi, mulai dari mengurangi luapan air, mencegah banjir rob, melindungi habitat ikan hingga dapat memperbaiki mutu air. Hutan mangrove secara global dunia dapat menghindari kerugian akibat banjir hingga $80 miliar per tahun. Hutan mangrove lebih murah daripada kita membangun pemecah ombak.

Selain murah dari sisi ekonomi tentunya juga menjadi solusi hijau.

Hingga solusi yang lebih kompleks, geoengineering, untuk mengkompensasi pemanasan akibat gas rumah kaca dengan mengurangi jumlah cahaya matahari yang masuk ke bumi sekitar 1 persen, yaitu dengan mendistribusi zarah-zarah sangat halus di lapisan atas atmosfer bumi. Lainnya adalah membuat awan menjadi berwarna cerah dengan menyemprotkan garam sehingga dapat mendinginkan bumi.

Dalam mengatasi perubahan iklim ini, semua harus bekerja sama, harus saling membantu. Membantu pihak lain juga merupakan demi kepentingan kita sendiri, karena suhu tidak akan berhenti naik di Asia jika emisi tidak berhenti naik di Afrika misalnya. Semua saling terkait.

Untuk itu Revolusi Hijau harus segera digalakkan.

Thursday, May 30, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 1


BAB 1.

THREE SECONDS.


Di tahun 2016, sebuah film pendek berjudul “Three Seconds” yang disutradarai oleh Spencer Sharp dari Amerika Serikat, memenangkan juara pertama Film Four Climate Global Video Competition. Film berdurasi 4 menit ini dibintangi oleh Prince EA dalam sebuah monolog yang dimulai dengan pemaparan mengenai usia bumi yang sudah mencapai 4,5 milyar tahun, sementara usia peradaban manusia adalah 140.000 tahun. Bila usia bumi dan peradaban manusia dikompresi dalam waktu 24 jam, maka keberadaan umat manusia sampai dengan saat ini adalah setara dengan tiga detik. Dan dalam waktu tiga detik tersebut, umat manusia telah menciptakan teknologi yang sangat maju dibandingkan peradaban-peradaban sebelumnya. Umat manusia telah menemukan serta menciptakan peralatan berteknologi tinggi, yang memungkinkan manusia mendarat di bulan, teknologi informatika yang canggih, teknologi pemisahan atom, dan prestasi lainnya.

Namun demikian, disamping pencapaian yang telah dicapai, umat manusia juga menciptakan masalah yang mengarah pada semakin rusaknya bumi dan alam ini. Kerusakan yang ditimbulkan oleh peradaban manusia modern telah menyebabkan timbulnya pemanasan global yang mengarah kepada serangkaian permasalahan yang terjadi di muka bumi.


Pemanasan Global.

Sejak dimulainya Revolusi Industri, suhu bumi telah meningkat sebanyak satu derajat Celcius. Dan selama periode 1880 - 1980, suhu bumi rata-rata naik sebesar 0,07 derajat Celcius setiap sepuluh tahun. Namun, sejak tahun 1981, kenaikannya telah meningkat menjadi lebih dari dua kali lipat. Sembilan dari sepuluh tahun terpanas sejak 1880, telah terjadi sejak 2005—dan lima tahun terpanas yang tercatat semuanya terjadi sejak 2015. Hal ini disebabkan oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, terutama dari aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil serta pertanian dan peternakan.

 

Penyebab Pemanasan Global.

1. Bahan Bakar Fossil.

Ketika bahan bakar fosil seperti batu bara, gas, dan minyak dibakar untuk menghasilkan listrik atau menggerakkan mesin, maka polusi CO2 akan dilepaskan ke atmosfer.

Pembangkit listrik adalah salah satu penyebab utama polusi karbon karena 73% energi listrik berasal dari pembakaran batu bara dan 13% dari pembakaran minyak atau gas. Sisanya sebesar 14% berasal dari sumber energi terbarukan seperti air, matahari, dan angin, yang tidak melepaskan karbon.


2. Deforestasi dan Penebangan Pohon.

Tumbuh-tumbuhan dan pepohonan berperan penting dalam mengatur iklim karena dapat menyerap CO2 (atau karbon dioksida) dari udara dan melepaskan oksigen sebagai gantinya. Hutan dan semak belukar berperan sebagai penyerap karbon, dan merupakan sarana yang berharga untuk menjaga agar pemanasan global tidak naik menuju 1,5°Celcius.

Namun, karena jumlah manusia yang terus bertambah, menyebabkan diperlukannya membuka lahan seluas-luasnya di seluruh dunia untuk pertanian, pembangunan perkotaan dan infrastruktur atau untuk menjual produk pohon seperti kayu dan minyak sawit. Ketika vegetasi dihilangkan atau dibakar, karbon yang tersimpan dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai CO2, sehingga berkontribusi terhadap pemanasan global. Seperlima dari polusi gas rumah kaca global berasal dari deforestasi dan degradasi hutan.


3. Pertanian dan Peternakan.

Hewan ternak seperti domba dan sapi menghasilkan metana, salah satu gas rumah kaca. Ketika ternak merumput dalam skala besar, jumlah metana yang dihasilkan merupakan penyumbang besar pemanasan global.


Dampak Pemanasan Global.

Pemanasan global telah menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan serta manusia di seluruh dunia. Beberapa dampak dari pemanasan global adalah sebagai berikut,


1. Cuaca Ekstrim.

Pemanasan global menyebabkan cuaca ekstrem selain dingin atau panas yang ekstrem. Misalnya, formasi badai di seluruh dunia akan berubah, karena angin badai mendapatkan energinya dari perbedaan suhu antara lautan tropis yang hangat dan atmosfer atas yang dingin. Pemanasan global akan meningkatkan perbedaan suhu tersebut.

Petir adalah fitur cuaca lain yang dipengaruhi oleh pemanasan global. Menurut sebuah studi tahun 2014, peningkatan 50 persen dalam jumlah sambaran petir di Amerika Serikat diperkirakan akan terjadi pada tahun 2100 jika suhu global terus meningkat. Para peneliti dari studi tersebut menemukan peningkatan 12 persen dalam aktivitas petir untuk setiap satu derajat celcius pemanasan di atmosfer.

Para ilmuwan memproyeksikan bahwa peristiwa cuaca ekstrem, seperti gelombang panas, kekeringan, badai salju, dan badai hujan akan terus terjadi lebih sering dan dengan intensitas yang lebih besar karena pemanasan global.


2. Pencairan Es.

Amerika Utara, Eropa, dan Asia semuanya mengalami tren penurunan tutupan salju antara tahun 1960 dan 2015, menurut penelitian tahun 2016 yang diterbitkan dalam jurnal Current Climate Change Reports. Mencairnya lapisan es dapat menyebabkan tanah longsor, dan juga dapat melepaskan mikroba yang telah lama terkubur, seperti kasus yang terjadi di tahun 2016 ketika bangkai rusa yang terkubur mencair dan menyebabkan wabah antraks.

Salah satu efek paling dramatis dari pemanasan global adalah berkurangnya gunung es di laut Arktik. Gunung es laut mencapai rekor terendah pada musim gugur dan musim dingin 2015 dan 2016. Dalam situasi ini akan lebih sedikit panas yang dapat dipantulkan kembali ke atmosfer oleh permukaan es yang mengkilap dan lebih banyak diserap oleh lautan yang relatif lebih gelap, menciptakan lingkaran umpan balik dan akan menyebabkan lebih banyak gunung es yang mencair.


4. Tinggi Permukaan dan pengasaman laut.

Secara umum, saat es mencair, permukaan air laut akan ikut naik. Di tahun 2014, Organisasi Meteorologi Dunia melaporkan bahwa kenaikan permukaan laut meningkat rata-rata 3 milimeter per tahun di seluruh dunia. Ini sekitar dua kali lipat kenaikan tahunan rata-rata 1,6 millimeter di abad ke-20. Dan ditambahkan dengan mencairnya lapisan es dan gletser di Greenland, Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa dan Asia, diperkirakan akan menaikkan permukaan laut secara signifikan. Jika tren ini terus berlanjut, maka akan banyak wilayah pesisir di seluruh dunia, di mana setengah dari populasi manusia di Bumi tinggal, akan terendam oleh air laut.

Menurut laporan yang dibuat oleh IPCC (The Intergovernmental Panel on Climate Change), jika emisi gas rumah kaca tetap tidak terkendali, permukaan laut global dapat naik setinggi 0,9 meter pada tahun 2100. Perkiraan itu merupakan peningkatan dari perkiraan 0,3 hingga 0,8 meter yang diprediksi dalam laporan IPCC di tahun 2007 mengenai kenaikan permukaan laut di masa depan.

Permukaan laut bukan satu-satunya hal yang berubah untuk lautan karena pemanasan global. Ketika tingkat CO2 meningkat, lautan menyerap sebagian dari gas itu, yang meningkatkan keasaman air laut.

Sejak Revolusi Industri dimulai pada awal 1700, keasaman lautan telah meningkat sekitar 25 persen. Dan jika tren pengasaman laut saat ini terus berlanjut, maka terumbu-terumbu karang diperkirakan akan menjadi semakin langka. Di tahun 2016 dan 2017, sebagian Great Barrier Reef di Australia mengalami pemutihan (atau bleaching), sebuah fenomena di mana karang mengeluarkan alga simbiotiknya. Pemutihan adalah tanda stres yang disebabkan oleh air yang terlalu hangat, pH yang tidak seimbang, atau polusi.


5. Tumbuhan dan hewan.

Menurut laporan dari National Academy of Sciences, banyak spesies tumbuhan dan hewan telah berpindah jangkauannya ke utara atau ke ketinggian yang lebih tinggi sebagai akibat dari pemanasan global. 

Mereka tidak hanya bergerak ke utara, mereka bergerak dari khatulistiwa menuju kutub. Mereka cukup mengikuti kisaran suhu nyaman, yang bermigrasi ke kutub saat suhu rata-rata global menghangat. Ini menjadi masalah ketika laju kecepatan perubahan iklim lebih cepat daripada laju migrasi hewan. Karena itu, banyak hewan mungkin tidak dapat bersaing terhadap iklim baru ini dan mungkin akan punah.

Suhu yang lebih hangat juga akan memperluas jangkauan banyak patogen penyebab penyakit yang dulunya terbatas pada daerah tropis dan subtropis, membunuh spesies tumbuhan dan hewan yang sebelumnya terlindungi dari penyakit, yang jika dibiarkan, akan berkontribusi pada hilangnya hingga setengah tanaman Bumi dan sepertiga hewan pada tahun 2080.


6. Efek Sosial.

Sedramatis dampak perubahan iklim yang diperkirakan akan terjadi pada alam, perubahan yang terjadi pada manusia mungkin akan jauh lebih dahsyat.

Pertanian kemungkinan akan mendapat pukulan yang melumpuhkan. Meskipun musim tanam di beberapa daerah akan meluas, dampak gabungan dari kekeringan, cuaca buruk, kurangnya akumulasi pencairan salju, jumlah dan keragaman hama yang lebih besar, tabel air tanah yang lebih rendah, dan hilangnya lahan subur dapat menyebabkan kegagalan panen yang parah, dan kekurangan ternak di seluruh dunia.

North Carolina State University juga mencatat bahwa karbon dioksida mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Meskipun CO2 dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, tanaman mungkin menjadi kurang bergizi.

Menurut sejumlah analisis dari berbagai sumber seperti Departemen Pertahanan Amerika Serikat, hilangnya ketahanan pangan ini, dapat menciptakan kekacauan di pasar pangan internasional yang dapat memicu kelaparan, kerusuhan pangan, ketidakstabilan politik, serta kerusuhan sipil di seluruh dunia.

Selain makanan yang kurang bergizi, efek pemanasan global terhadap kesehatan manusia juga diperkirakan akan serius. American Medical Association telah melaporkan meningkatnya penyakit yang dibawa oleh nyamuk seperti malaria dan demam berdarah, serta peningkatan kasus kondisi kronis seperti asma. Wabah virus Zika 2016, penyakit yang dibawa nyamuk, menyoroti bahaya perubahan iklim. Penyakit ini menyebabkan cacat lahir yang menghancurkan pada janin ketika wanita hamil terinfeksi, dan perubahan iklim dapat membuat daerah lintang yang lebih tinggi dapat dihuni oleh nyamuk yang menyebarkan penyakit ini.