Pages

Sunday, December 25, 2022

Beruang Kutub di Kanada Terus Berkurang

Sabtu , 24 Dec 2022, 06:40 WIB

Beruang kutub di Western Hudson Bay Kanada yang terletak tepi selatan Arktik terus mati dalam jumlah yang tinggi. Survei pemerintah tentang karnivora darat itu menemukan, beruang betina dan anaknya mengalami masa-masa sulit.

Para peneliti mensurvei Western Hudson Bay atau rumah bagi Churchill yang merupakan kota berjulukan 'Ibukota Beruang Kutub Dunia' melalui udara pada 2021. Hasil survei itu memperkirakan ada 618 beruang, jumlah ini berkurang dibandingkan dengan 842 pada 2016, ketika mereka terakhir disurvei.

"Penurunan sebenarnya jauh lebih besar dari yang saya perkirakan," kata Andrew Derocher, seorang profesor biologi di University of Alberta yang telah mempelajari beruang kutub di Teluk Hudson selama hampir empat dekade.

Sejak 1980-an, jumlah beruang di wilayah tersebut telah turun hampir 50 persen. Es yang penting untuk kelangsungan hidup berung telah menghilang.

Beruang kutub mengandalkan es laut Arktik yang menyusut di musim panas dengan suhu yang lebih hangat dan terbentuk lagi di musim dingin yang panjang. Mereka menggunakannya untuk berburu, bertengger di dekat lubang di es tebal untuk melihat anjing laut, makanan favoritnya muncul untuk mencari udara.

Tapi karena Arktik telah menghangat dua kali lebih cepat dari bagian dunia lainnya karena perubahan iklim, es laut retak di awal tahun dan membutuhkan waktu lebih lama untuk membeku di musim gugur. Kondisi itu telah membuat banyak beruang kutub  di Kutub Utara hanya mendapatkan lebih sedikit es untuk hidup, berburu, dan bereproduksi.

Beruang kutub bukan hanya predator kritis di Kutub Utara. Selama bertahun-tahun, sebelum perubahan iklim mulai memengaruhi orang-orang di seluruh dunia, hewan itu juga merupakan wajah paling terkenal dari perubahan iklim.

Para peneliti mengatakan konsentrasi kematian pada beruang muda dan betina di Western Hudson Bay mengkhawatirkan. “Itu adalah jenis beruang yang selalu kami perkirakan akan terpengaruh oleh perubahan lingkungan,” kata penulis utama yang telah mempelajari beruang kutub selama lebih dari 30 tahun Stephen Atkinson.

Beruang muda membutuhkan energi untuk tumbuh dan tidak dapat bertahan lama tanpa makanan yang cukup. Sedangkan beruang betina berjuang keras karena menghabiskan begitu banyak energi untuk mengasuh dan membesarkan anak.

Kapasitas beruang kutub di Western Hudson Bay  untuk bereproduksi akan berkurang. "Karena Anda hanya memiliki lebih sedikit beruang muda yang bertahan hidup dan menjadi dewasa," ujar Atkinson.


Sumber :

https://repjogja.republika.co.id/berita/rndb3q291/beruang-kutub-di-kanada-terus-berkurang

Wednesday, December 21, 2022

80 Persen Polusi Plastik Kotori Lautan

Sampah Plastik Jejali 1000 Sungai, 80 Persen Polusi Plastik Kotori Lautan 

Written by Marinus L Toruan


Boyan Slat pendiri dan chief executive The Ocean Cleanup (kiri) dan limbah atau sampah plastik yang mencemari sungai-sungai dan selanjutnya meneruskannya ke lautan.

Jangan biarkan sampah plastik jejali 1000 sungai agar laut tak penuhi sampah. The Ocean Cleanup malaporkan, sampah plastik mencemari sungai-sungai di Filipina, Indonesia, Malaysia, Dominika, dan Amerika Tengah. China dan India penghasil sampah plastik terbesar di dunia. 

Mari kita bantu upaya The Ocean Cleanup yang membersihkan sampah plastik dari sungai dan lautan di seluruh dunia. Dari markas utamanya di Rotterdam, Belanda, The Ocean Cleanup mengirimkan rilis ke media ini belum lama ini. 

The Ocean Cleanup menyimpulkan, sungai dan lautan tercemar sampah plastik. Lembaga dengan aktivitas lingkungan tanpa mencari keuntungan atau sebuah organisasi nirlaba, sukses mengembangkan dan menggunakan teknologi terbaik untuk membersihkan sampah plastik yang mengotori sungai dan laut di belahan dunia. 

Melalui rilisnya,  The Ocean Cleanup yang didirikan (tahun 2013) oleh seorang anak muda, Boyan Slat kelahiran tahun 1994, mempresentasikan hasil berupa model pencemaran sungai di berbagai negara di dunia termasuk sungai-sungai di Indonesia.  

Presentasi The Ocean Cleanup merupakan bagian jurnal atau laporan yang telah diperbarui—hasil kerja sama bersama mitranya Science Advances.  Jurnal yang disampaikan oleh The Ocean Cleanup itu mengaktualkan dominasi sampah plastik yang dialirkan melalui sungai-sungai menuju laut lepas.  

Dengan bantuan pengukuran dan bentuk pemodelan baru, hasil studi The Ocean Cleanup menunjukkan sekitar 1000 sungai melepaskan hampir 80 persen emisi plastik.  Jumlah itu mencapai 100 kali lebih banyak dari 10 sungai yang sebelumnya dianggap pemicu atas sebagian besar pencemaran limbah sampah plastik.  

The Ocean Cleanup bekerja sama dengan para peneliti di Universitas Wageningen, Universitas Teknologi Delft, Universitas Utrecht, dan Pusat Penelitian Lingkungan Helmholtz yang melakukan studi yang dalam.  

Tim peneliti menyebutkan bahwa sungai-sungai merupakan sumber utama sampah plastik yang mencemari lautan. Hasil temuan itu memperkuat kenyataan bahwa polusi sampah plastik di lautan berasal dari banyak sungai kecil dan menengah. 

Hal itu merupakan serangkaian faktor geografis yang menentukan kontribusi tertinggi dari sungai atas sampah plastik masuk ke lautan di berbagai belahan dunia.  Secara global, 1000 sungai menghasilkan hampir 80 pesen polusi yang disebabkan limbah atau sampah plastic.

Pemahaman atau kesimpulan ini berbeda dengan perkiraan sebelumnya—bahwa  sejumlah kecil sungai besar merupakan kontributor utama. Secara global, 1000 sungai menghasilkan hampir 80 pesen polusi yang disebabkan limbah atau sampah plastik.  

Dari satu pandangan, penemuan itu mewakili 1 persen dari semua sungai yang ada di dunia. Sedangkan dari sisi lain, diperkirakan sekitar 100 kali lebih banyak sungai dianggap mewakili mayoritas penghasil emisi—ini berdasarkan hasil studi yang dilaporkan pada tahun 2017.  

“Meskipun skala masalah plastik mungkin tampak menakutkan, pemahaman terbaru tentang di mana plastik menjadi sampah plastik di laut memungkinkan intervensi yang lebih terarah. Seperti yang kita lihat, perbedaan besar dalam tingkat polusi di seluruh dunia,” ungkap Boyan Slat, pendiri dan CEO The Ocean Cleanup. 

“Hasil temuan ini justru membantu meningkatkan kecepatan pemecahan masalah dengan cepat. Kami akan menggunakan data baru ini sebagai panduan untuk kegiatan pembersihan sungai dan lautan. Kami berharap orang-orang lain juga melakukan seperti yang kamu lakukan,” ujar Boyan Slat yang didukung oleh 100 orang insinyur.   

Ironisnya, sampah plastik yang mengalir ke lautan tidak hanya ditentukan oleh jumlah limbah plastik yang dihasilkan di suatu wilayah dekat sungai. Hal itu terjadi terutama didorong oleh kombinasi konsentrasi penduduk, perkembangan ekonomi, dan kualitas pengelolaan sampah – juga probabilitas sampah plastik. 

Sampah plastic dimobilisasi, dan diangkut melalui sungai menuju laut.  Pendorong utama kemungkinan sampah plastik mencapai laut adalah, presipitasi dan angin (untuk memobilisasi sampah), penggunaan lahan dan kemiringan medan atau resistensi untuk sampah plastik yang akan diangkut. Jarak ke sungai terdekat dan ke laut merupakan salah satu faktor penumpukan samplah plastik. 

Semakin jauh jarak tempuh sampah plastik, semakin rendah probabilitas mencapai sungai atau laut.  Dengan mempertimbangkan probabilitas ini secara mendetail, tim peneliti membuat gambaran global tentang di mana dan berapa banyak sampah plastik mencapai lautan.  

Hasil studi tersebut memperhitungkan faktor-faktor tambahan  dan menunjukkan pergeseran pemahaman sungai tertentu yang menghasilkan lebih banyak sampah plastik.  Sementara hasil studi sebelumnya memberi peringkat sungai terbesar di dunia sebagai kontributor utama masalah. 

Pusat gravitasi telah bergeser ke sungai kecil yang mengalir melalui kota-kota pesisir di negara-negara berkembang.  Sebagai contoh, hasil studi tersebut menunjukkan bahwa pulau-pulau tropis adalah wilayah dengan probabilitas yang relatif tinggi dengan curah hujan yang melimpah.  

Jarak yang pendek dari sumber-sumber darat ke sungai—cenderung banyak terdapat di pulau-pulau ini—dan  jarak yang jauh lebih pendek ke lautan daripada sungai di benua besar.  Faktor-faktor baru ini menyebabkan konsentrasi pencemaran sampah plastik sungai di banyak negara, termasuk Filipina, Indonesia, Malaysia, Republik Dominika, dan seluruh Amerika Tengah.  

Sementara negara-negara kontinental besar seperti China dan India masih menempati urutan teratas sebagai penghasil sampah plastik.  Sebaliknya, wilayah dengan probabilitas yang relatif rendah untuk menjadi wilayah bermasalah adalah wilayah negara terkurung daratan, wilayah kering dengan sedikit angin atau wilayah di belakang hutan lebat.  

Probabilitas rendah disebabkan oleh jarak tempuh yang jauh lebih jauh yang dibutuhkan plastik, dengan meningkatnya kemungkinan sampah—entah bagaimana terperangkap, dikombinasikan dengan kekuatan pendorong yang terbatas melalui aliran sungai yang lebih lambat.  

Contoh daerah dengan angka polusi rendah adalah Afrika Tengah dan China Barat. The Ocean Cleanup mengembangkan teknologi canggih untuk membersihkan lautan dari plastik di dunia.  Organisasi ini bertujuan untuk mencapai hasil dengan mengambil pendekatan dua arah yakni: membendung aliran masuk melalui sungai dan membersihkan apa yang telah terakumulasi di laut.  

Selanjutnya, The Ocean Cleanup tengah mengembangkan sistem skala besar untuk berkonsentrasi lebih efisien Pada tahun 2020, seperti negara lain di dunia, aktivitas The Ocean Cleanup merasakan hasilnya. Terlepas dari situasinya, tim The Ocean Cleanup menunjukkan ketahanan saat mereka beradaptasi untuk bekerja dari rumah dan menemukan cara baru untuk menggunakan papan gambar (virtual).  

Melalui tekad inilah tim The Ocean Cleanup menyebarkan Interceptor 004 di Republik Dominika, meluncurkan produk pertama The Ocean Cleanup berupa kacamata hitam yang terbuat dari plastik bersertifikat dari Great Pacific Garbage Patch. 

Ini mengonfirmasi kemitraan The Ocean Cleanup dengan Konecranes untuk memproduksi seri Interceptors. Tonggak yang bersejarah ini membuktikan bahwa misi The Ocean Cleanup sama pentingnya dan relevan seperti sebelumnya.


Sumber :

https://www.mmindustri.co.id/sampah-plastik/

Sunday, December 18, 2022

Membangun Bisnis Fesyen Berkelanjutan

3 Tips Sukses Membangun Bisnis Fesyen Berkelanjutan


Isu lingkungan yang berkelanjutan masih menjadi topik hangat di kalangan masyarakat. Hal itu pun rupanya turut meningkatkan potensi sustainable business alias bisnis ramah lingkungan, terutama di kota-kota besar di Indonesia. 

Menurut data internal Tokopedia Hijau, potensi bisnis ramah lingkungan ini terbilang sangat besar, terutama di kawasan Jabodetabek, Bandung dan Surabaya. Data tersebut juga mencatat bahwa di kawasan tersebut terdapat jumlah pencarian produk ramah lingkungan terbanyak di Tanah Air. 

Dalam setahun terakhir juga terjadi peningkatan penjualan produk daur ulang sebesar hampir 1,5 kali lipat di e-commerce tersebut. Barang-barang itu mencakup berbagai produk rumah tangga seperti tas, tisu ramah lingkungan, hingga produk fesyen berkelanjutan. 

"Dari sisi permintaan sudah ada, penjualnya juga mulai banyak sehingga potensi bisnis berkelanjutan juga cukup besar." Demikian kata public affairs senior lead Tokopedia, Aditia Grasio Nelwan dalam konferensi pers Tokopedia Hijau di Jakarta, belum lama ini. 

Tips membangun bisnis fesyen berkelanjutan Mengingat akan peluang bisnis yang besar itu, para pemilik usaha khususnya di bidang fesyen perlu memerhatikan beberapa hal agar bisnisnya semakin berkembang. 

Berikut tips membangun bisnis fesyen berkelanjutan seperti yang disampakan Melie Indarto pemilik bisnis fesyen dengan label KaIND yang berbasis di Pasuruan, Jawa Timur. 


1. Mengurangi penggunaan plastik seminimal mungkin 

Memulai bisnis fesyen berkelanjutan bisa dimulai dengan meminimalisasi pengunaan plastik baik dalam proses produksi, pasca produksi hingga pengirimannya. Misalnya dengan memanfaatkan bahan baku dari serat yang biodegradable atau ramah lingkungan. 

Kemudian memaksimalkan penggunaan bahan kain untuk meminimalisir sisa produksi kain yang mungkin tidak terpakai, hingga membuat tag atau label berbahan non-plastik. Kata Melie, dengan mengurangi penggunaan plastik sedari awal dapat membantu mengurangi limbah produksi dari produk fesyen yang kita geluti. 


2. Kreasi ulang limbah produksi 

Limbah produksi dalam lini bisnis fesyen seringkali menjadi limbah tak terpakai dan dapat mencemari lingkungan. Maka dari itu, pengoptimalan limbah produksi dalam industri ini seperti kain sisa atau kain tak terpakai perlu dikreasikan menjadi sesuatu yang bernilai. 

Dalam menjalani bisnisnya, Melie pun melakukan hal tersebut. Dia berusaha membuat kreasi atau item fesyen ulang dari bahan-bahan kain sisa atau kain perca. Salah satu idenya adalah dengan membuat tempat tisu hingga barang-barang lain seperti alas sandal, scarf, dan lain sebagainya. 

Selain dapat mengurangi limbah produksi, produk dari sisa bahan pakaian itu dapat dijual kembali menjadi sesuatu yang baru dan memiliki nilai lebih. "Dengan mengolah limbah menjadi produk lain maka value-nya sama seperti produk utama," kata Melie kepada Kompas.com. 


3. Kolaborasi dengan brand lain 

Kolaborasi dengan pebisnis lain ini bertujuan agar konsep bisnis berkelanjutan bisa semakin dikenal luas. Bahkan konsep kolaborasinya itu tak melulu dari bidang yang sama. Misalnya dengan yang dilakukan Melie saat menjalin kolaborasi dengan produsen tisu ramah lingkungan. 

Antara produk fesyen dan produk kebutuhan rumah tangga tentu memiliki banyak perbedaan. Namun karena memiliki kesamaan visi dan misi dalam menggeluti bisnis berkelanjutan, terlahirlah sebuah kreasi produk baru yang bernilai. 

Melalui kolaborasinya itu, brand dari KaIND dan produsen tisu ramah lingkungan menciptakan produk kotak atau wadah tisu dari kain. Produk dari hasil kolaborasi itu turut mengembangkan bisnis, menciptakan produk inovatif, menguntungkan, serta menyebarkan visi dan misi dari bisnis demi keberlanjutan lingkungan.


Sumber :
https://lifestyle.kompas.com/read/2022/12/19/062426620/3-tips-sukses-membangun-bisnis-fesyen-berkelanjutan?page=all#page2.

Saturday, December 10, 2022

Polusi Sebabkan 4,1 Persen Kematian Global

Polusi sebabkan 4,1 persen kematian global #infoMenarik

Kamis, 20 Okt 2022 | 00:56 WIB

Oleh karenanya, kita perlu memahami bagaimana bahaya, penyebabnya serta solusi

Peneliti Senior Badan Riset serta Inovasi Nasional (BRIN) Agus Sudaryanto mengatakan bahwa 4,1 persen kematian dunia disebabkan oleh polusi udara.

“Polusi sebagai salah satu penyumbang kematian, di mana 4,1 persen kematian global disumbangkan polusi dalam ruangan. Di Indonesia sendiri, 40,95 persen kematian dari 100 ribu orang disebabkan polusi,” kata Agus dalam seminar serta product knowledge bertajuk “NCCO Technology, The Most Innovative and Suistainable Technology Solution for Purifiying Indoor Air Polutants Today” di Jakarta, Selasa (18/10/2022).

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup serta Kehutanan (Kementerian LHK) Anton Purnomo mengungkapkan dari sejumlah wilayah di Jakarta, Bogor, Depok, serta Bekasi (Jabodetabek), kualitas udara di Jakarta Selatan (Jaksel) serta Depok tercatat lebih buruk ketimbang di Jakarta Utara (Jakut).

“Kemungkinan disebabkan Wilayah Jakut lokasinya dekat dengan laut sehingga polusi terurai ke laut. Hal ini mempengaruhi indeks kualitas udara di suatu wilayah,” kata Anton.

Data Environtmental Protection Agency (EPA) menyebut, 40 persen waktu dalam sehari dihabiskan dalam ruangan yakni rumah, kantor, sekolah, kendaraan, supermarket, cafe atau restoran.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa kualitas udara dalam ruang yang dihirup tidak sepenuhnya terbebas dari kontaminasi serta polutan seperti bakteri, virus, debu bahkan paparan kimia lainnya.

“Oleh karenanya, kita perlu memahami bagaimana bahaya, penyebabnya serta solusi memperbaiki kualitas udara dalam ruangan yang baik bagi kesehatan,” ujar Dirut PT RHT Teknologi Indonesia, Sianty Devi.

Polutan gas di dalam ruangan atau biasa disebut TVOC, total Volatile Organic Compound dapat dihasilkan secara terus menerus yang berasal dari cairan pembersih ruangan, zat addictive yang terdapat pada furnitur, karpet, wallpaper, bahkan peralatan elektronik di dalam rumah. Semua polutan gas ini dapat dimurnikan dengan teknologi NCCO


Sumber :

https://portalsidoarjo.com/2022/10/20/polusi-sebabkan-41-persen-kematian-global-infomenarik.html

Tuesday, December 6, 2022

Pajak Karbon Tahun 2025

Pajak Karbon Ditunda Sampai 2025

13 October 2022 18:07


Pemerintah akhirnya menunda penerapan pajak karbon. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan penerapan pajak karbon akan berlaku pada 2025.

"Untuk merealisasikan komitmen menurunkan emisi gas rumah 2060 atau lebih cepat dan yang diterapkan awal adalah perdagangan karbon maupun pajak karbon yang ditargetkan akan berfungsi di tahun 2025," jelas Airlangga dalam pembukaan Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2022, Jakarta, Kamis (13/10/2022).

Penundaan pajak karbon ini, merupakan penundaan yang kesekian kali setelah pada akhir 2021 pemerintah berencana mengimplementasikan pajak karbon yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan mulai 1 April 2022. Saat itu, pemerintah berdalih implementasi diundur untuk menunggu kesiapan mekanisme pasar karbon.

Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan mencatat bahwa tarif pajak karbon paling rendah adalah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen. Tarif tersebut sebenarnya jauh lebih kecil dari usulan awal Rp 75. Dengan tarif Rp 30, Indonesia termasuk negara dengan tarif terendah di dunia untuk urusan pajak karbon.

Penetapan pajak karbon di Indonesia memakai skema cap and tax atau mendasarkan pada batas emisi. Terdapat dua mekanisme yang bisa digunakan Indonesia, yaitu menetapkan batas emisi yang diperbolehkan untuk setiap industri atau dengan menentukan tarif pajak yang harus dibayarkan setiap satuan tertentu.

Secara umum, skema cap and tax ini mengambil jalan tengah antara skema carbon tax dan cap-and-trade yang lazim digunakan di banyak negara. Modifikasi skema pajak karbon tentu diperlukan karena ada perbedaan ekosistem industri antar wilayah, termasuk respons publik terhadap aturan baru tersebut.


Transisi Energi

Menurut Airlangga transisi energi tidak bisa dihindari dan harus dihindari, sehingga negara yang masih mengandalkan energi fosil, termasuk Indonesia memandang transisi energi untuk mengurasi porsi energi fosil dan bauran energi. Penurunan pangsa ini dalam waktu dekat tidak serta-merta mengurangi jumlah energi fosil yang digunakan.

"Untuk itu, Indonesia memiliki beberapa kebijakan kompensasi dan insentif, yaitu akuisisi energi bersih, mekanisme transisi energi (PP batubara pensiun dini), konversi sumber energi kotor, perdagangan karbon, dan pajak karbon," jelas Airlangga dalam paparannya.

Dalam pemaparannya, Airlangga juga menjelaskan perdagangan karbon merupakan mekanisme jual beli karbon dan sertifikat emisi sebagai surat berharga yang dapat diperdagangkan di bursa karbon. Sementara itu, pajak karbon menjadi disinsentif penggunaan energi kotor atau tidak terbarukan. Penggunaan dana dari pajak karbon untuk mendorong pengembangan dan pemanfaatan energi bersih atau terbarukan.

Selain perdagangan dan pajak karbon, kebijakan lainnya yang diterapkan pemerintah untuk mendukung transisi menuju ekonomi hijau yaitu akuisisi energi bersih, aturan mengenai pensiun dini PLTU batu bara, dan konversi sumber energi kotor.

Bukan cuma itu, Airlangga juga meminta untuk perusahaan yang masih menggunakan energi tidak terbarukan untuk meningkatkan teknologi ke teknologi bersih, penggunaan Carbon Capture Storage (CCS), mempensiunkan dini Pembangkit Listrik Tenaga Batubara, perdagangan karbon, dan investasi R&D energi bersih.

"Adapun perusahaan baru wajib melakukan pemanfaatan energi bersih, perdagangan karbon, dan investasi litbang energi bersih," pungkas Airlangga.


Sumber :

https://www.cnbcindonesia.com/news/20221013175437-4-379582/pajak-karbon-ditunda-sampai-2025

Monday, December 5, 2022

Perubahan Iklim Mengubah Siklus Air

Bagaimana Perubahan Iklim Mengubah Siklus Air?

13 Oktober 2022

Musim hujan yang intens dan kekeringan yang hebat memiliki satu kesamaan: siklus air. Perubahan iklim dan aktivitas manusia lainnya mengusik sistem penting ini.

Apa itu siklus air? Sederhananya, siklus air — juga dikenal sebagai siklus hidrologi — adalah proses di mana air bergerak melalui daratan, laut, dan atmosfer bumi.

Air dalam tiga fase alaminya, baik itu gas, cair atau padat, merupakan bagian dari siklus alam yang terus-menerus menyegarkan pasokan air yang kita, dan setiap makhluk hidup lainnya, butuhkan untuk bertahan hidup.

Dari persediaan air dunia yang terbatas, sekitar 97%-nya adalah air asin dan 3% sisanya adalah air tawar yang kita gunakan untuk minum, mandi, atau mengairi tanaman. Namun, sebagian besar dari air itu berada di luar jangkauan, terperangkap di dalam es atau jauh di bawah tanah. Hanya sekitar 1% dari total pasokan air dunia yang tersedia untuk menopang semua kehidupan di Bumi.


Bagaimana siklus air bekerja?

Air yang tersimpan di danau, sungai, samudra, dan laut terus-menerus dipanaskan oleh matahari. Saat permukaan memanas, air dalam bentuk cair menguap dan menjadi uap, keluar ke atmosfer. Angin dapat mempercepat proses penguapan tersebut. Tanaman juga melepaskan uap air melalui pori-pori, atau stoma, daun dan batangnya, yang dikenal sebagai transpirasi.

Begitu berada di udara, uap mulai mendingin dan mengembun di sekitar partikel debu, asap, atau polutan lainnya yang tersuspensi, dan membentuk awan. Awan ini dapat bergerak mengelilingi planet ini dalam pita horizontal yang dikenal sebagai sungai atmosfer — fitur utama dari siklus global yang mendorong sistem cuaca.

Ketika uap air yang cukup terkumpul, tetesan yang tersuspensi di awan mulai bergabung dan tumbuh lebih besar. Akhirnya, di awan menjadi terlalu berat dan jatuh ke tanah dalam bentuk hujan — atau salju dan hujan es, tergantung pada suhu udara. Curah hujan ini mengisi kembali sungai, danau, dan badan air lainnya, dan siklusnya dimulai lagi.

Air juga merembes melalui tanah di bawah pengaruh gravitasi dan tekanan, di mana air terkumpul di reservoir bawah tanah atau akuifer. Ini terus bergerak ke ketinggian yang lebih rendah, kadang-kadang selama ribuan tahun, dalam proses yang disebut aliran air tanah sebelum akhirnya merembes ke badan air untuk bergabung kembali dengan siklus.


Bagaimana perubahan iklim mengganggu siklus air?

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa di beberapa bagian dunia, siklus air semakin cepat merespons perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.

Suhu yang lebih hangat memanaskan atmosfer yang lebih rendah dan meningkatkan penguapan, menambahkan lebih banyak uap air ke udara. Lebih banyak air di udara berarti peluang curah hujan yang lebih besar, sering kali dalam bentuk badai yang intens dan tidak dapat diprediksi. Sebaliknya, peningkatan penguapan juga dapat mengintensifkan kondisi kering di daerah-daerah yang rawan kekeringan, dengan air yang keluar ke atmosfer dan bukannya tetap berada di tanah di tempat yang dibutuhkan.

Sebuah studi baru-baru ini oleh para peneliti di Institute of Marine Sciences di Barcelona, Spanyol, mengilustrasikan bagaimana perubahan iklim mempercepat siklus air dengan menganalisis salinitas permukaan laut, yang meningkat saat penguapan air meningkat.

"Percepatan siklus air memiliki implikasi baik di lautan maupun di benua, di mana badai bisa menjadi semakin intens," kata Estrella Olmedo, penulis utama studi ini, dalam siaran pers. "Jumlah airyang lebih tinggi yang bersirkulasi di atmosfer ini juga dapat menjelaskan peningkatan curah hujan yang terdeteksi di beberapa daerah kutub, di mana fakta bahwa hujan turun, bukan salju, mempercepat pencairan."


Apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki siklus air?

Sudah jelas bahwa pengurangan drastis emisi bahan bakar fosil tidak akan mudah, dan setiap perbaikan yang nyata tidak akan cepat. Namun, beberapa perbaikan yang lebih cepat untuk menstabilkan siklus air mungkin dilakukan.

Memulihkan lahan basah dan memikirkan kembali pertanian, untuk menggabungkan teknik pertanian yang menghemat air dan melestarikan serta membangun tanah, dapat membantu mempertahankan dan memulihkan kapasitas tanah untuk menyerap, memurnikan, dan menyimpan air.

Mengembalikan sungai dan saluran air ke keadaan yang lebih alami juga dapat membantu mengurangi beberapa kerusakan. Proyek-proyek untuk menghilangkan bendungan termasuk yang sudah usang di Eropa dan di tempat lain merupakan langkah besar dalam pemulihan dataran banjir, dalam menyerap air dan membantu mengisi kembali cadangan air tanah.

Kota-kota juga dapat beralih ke solusi berbasis alam untuk mendukung siklus air, dengan membuat permukaan kota lebih permeabel. "Kota spons" menggunakan permukaan berpori untuk memungkinkan air tersaring melalui jalan-jalan, alun-alun, dan ruang lainnya. Air yang tersimpan dapat digunakan selama periode kekeringan, sekaligus membantu memerangi banjir.


Apa yang dipertaruhkan?

Kota-kota dan wilayah di daerah aliran sungai Hindu Kush dan pegunungan Himalaya di Asia Tengah mungkin perlu mulai beralih ke solusi seperti ini di tahun-tahun mendatang. Miliaran orang di sana mengandalkan akumulasi musiman salju dan es yang tersimpan di pegunungan dan gletser untuk mendapatkan air tawar mereka.

Namun, sepertiga dari ladang es utama di kawasan ini diperkirakan akan hilang pada akhir abad ini, demikian menurut sebuah studi tahun 2019 oleh Pusat Internasional untuk Pengembangan Gunung Terpadu di Nepal - dan itu jika kita berhasil menjaga pemanasan global tetap 1,5 derajat Celsius (2,7 Fahrenheit).

Pegunungan Hindu Kush dan Himalaya di Asia Tengah menyimpan es terbanyak di dunia setelah kawasan kutub. Tanpa aliran air lelehan yang konsisten, kelangkaan air akan meningkat bagi miliaran orang. Dan sementara air tanah dapat menutupi sebagian kekurangannya. Namun, diproyeksikan akan berkurang dalam beberapa dekade mendatang karena perubahan iklim.

Pertanian telah menjadi lebih sulit di tempat-tempat seperti wilayah Ladakh yang dikelola India, di pegunungan Hindu Kush Himalaya, di mana para ilmuwan telah mencatat penurunan curah hujan salju dan gletser mencair selama beberapa dekade terakhir.

"Ini adalah krisis iklim yang belum pernah seburuk ini sebelumnya," kata Philippus Wester dari International Centre for Integrated Mountain Development. "Dampaknya terhadap masyarakat di wilayah ini, yang sudah menjadi salah satu wilayah pegunungan yang paling rapuh dan rawan bahaya di dunia, akan berkisar dari peningkatan peristiwa cuaca ekstrem, penurunan hasil pertanian, dan bencana yang lebih sering terjadi."


Sumber :

https://www.dw.com/id/bagaimana-perubahan-iklim-mengubah-siklus-air/a-63418997

Sunday, December 4, 2022

Jakarta dan Bekasi Tenggelam di 2030

Warning! Ancol, Bekasi, dan PIK 1-2 Bisa Tenggelam di 2030

23 October 2022 15:30

Lembaga nirlaba, Climate Central memperkirakan sejumlah wilayah di kawasan Pantai Utara (Pantura), Jawa terancam tenggelam atau terendam air pasang laut. Bahkan wilayah Jakarta dan sekitarnya tak luput dari ancaman ini.

Peta interaktif Climate Central menunjukkan, daerah-daerah di Pantura ini posisinya berada di bawah air pasang laut. Menurut data lembaga tersebut, luasan wilayah yang terendam bertambah, setidaknya hingga tahun 2060.

Climate Central mengungkapkan tanda merah sebagai kondisi di bawah permukaan laut atau below annual flood level. Pada peta itu juga melihat proyeksi berdasarkan tahun, level air, temperatur dan lainnya.

Berikut wilayah di Pantura yang posisinya berada di bawah air laut atau terancam tenggelam di tahun 2030-2060, termasuk terpantau wilayah kota baru PIK2 di Kabupaten Tangerang, Banten, termasuk PIK I di Jakarta Utara.

Bahkan sebagian Ancol sudah masuk tanda merah pada 2020. Di sisi timur, kawasan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, hampir seluruhnya sudah tanda merah.

Pengamat Tata Kelola Kota dari Universitas Pakuan (Unpak) Budi Arief mengatakan, dari aspek tata kota, sejarah menunjukkan, pembangunan wilayah Jawa Barat dulunya memang dimulai dari Pantai Utara sebagai wilayah pemukiman dan pusat pertumbuhan. Sementara itu, dia menuturkan Selatan Jawa untuk pertanian dan perkebunan.

Mengenai tata kota, menurutnya, masing-masing kota punya daya tampung lingkungan.

"Dan ada pengaruh iklim juga. Dan yang jelas, seharusnya, pembangunan perkotaan memang harus menerapkan buffer zone. Ini wajib untuk wilayah sekitar pantai, sekian meter tidak boleh ada pembangunan."

"Tapi, saya lihat memang, ini belum diterapkan di sepanjang Pantura," kata Budi kepada CNBC Indonesia, Kamis (20/10/2022).


Sumber :

https://www.cnbcindonesia.com/news/20221023131153-4-381874/warning-ancol-bekasi-dan-pik-1-2-bisa-tenggelam-di-2030

Sunday, November 20, 2022

Inisiatif Bisnis Hijau Dukung Pengurangan Emisi

Pertamina Kembangkan Sejumlah Inisiatif Bisnis Hijau Dukung Pengurangan Emisi

08 Nov 2022, 18:07 WIB

PT Pertamina mengembangkan dan berinvestasi pada sejumlah inisiatif bisnis hijau untuk mendukung Indonesia mencapai emisi nol bersih (Net Zero Emission) pada 2060, antara lain terkait bahan bakar nabati, energi terbarukan, penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon, baterai dan kendaraan listrik, hidrogen, serta bisnis karbon.

"Pertamina berkomitmen mendukung komitmen Pemerintah Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat. Oleh karena itu, strategi bisnis kami terdiri dari dua pilar, yakni dekarbonisasi bisnis inti dan pembangunan bisnis hijau," kata CEO Pertamina Power Indonesia Dannif Danusaputro dalam Indonesia Pavilion COP 27 yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Minggu.

Dannif mengatakan Pertamina telah berkomitmen mengalokasikan 14 persen dari proyeksi belanja modal 2022-2060 70-80 miliar dolar AS untuk pengembangan energi bersih, baru, dan terbarukan. Komitmen tersebut sejalan dengan upaya untuk menggunakan sumber daya domestik untuk memasok energi domestik menuju pembangunan hijau dan dekarbonisasi.

Pertamina membangun rantai pasokan minyak gas yang terintegrasi untuk memasok kebutuhan domestik dan secara aktif membangun portofolio energi baru dan terbarukan (EBT) dengan menggunakan sumber daya dalam negeri.

Pertamina akan mengembangkan bauran energi yang lebih hijau dengan mengurangi pangsa produk olahan dan LPG dari 81 persen menjadi 61 persen, meningkatkan pangsa gas dari tiga persen menjadi 19 persen, dan meningkatkan porsi EBT dari satu persen menjadi 17 persen.

Dannif mengatakan pengembangan bisnis hijau dan teknologi bersih untuk mendukung transisi energi membutuhkan investasi yang besar, sehingga Pertamina menggandeng mitra nasional dan global untuk menjajaki kemitraan dalam program dekarbonisasi, bisnis hijau dan mempercepat pertumbuhan EBT untuk mencapai emisi nol bersih. Pihak perbankan juga dapat berinvestasi pada inisiatif bisnis hijau tersebut.

"Keterjangkauan transisi energi bersih akan tergantung pada pengurangan biaya dan peningkatan ketersediaan modal," ujarnya.

Untuk mendukung transisi energi di Indonesia, Pertamina juga melakukan optimalisasi potensi dan peningkatan kapasitas terpasang energi baru terbarukan di mana Pertamina telah mempelopori pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia dengan produksi green dan blue hydrogen sebanyak 3 juta ton per tahun pada 2060 sekaligus total kapasitas terpasang EBT sebanyak 60 GW pada 2060.

Pertamina juga akan melakukan komersialisasi hidrogen hijau dan biru dan mengambil peran strategis dalam ekosistem terintegrasi baterai dan penyimpanan energi Indonesia melalui pengembangan industri kendaraan listrik bertenaga baterai dengan bekerja sama dengan beberapa perusahaan milik negara.

Selain itu, Pertamina melakukan upaya peningkatan kapasitas kilang untuk menghasilkan bahan bakar hijau. Melalui beberapa proses di kilang hijau, Pertamina menghasilkan bahan bakar yang berkualitas tinggi dan lebih ramah lingkungan yang berasal dari minyak sawit, yaitu biodiesel, green diesel, green avtur dan green gasoline yang sedang dikembangkan.

Saat ini Pertamina juga berhasil meraih score ESG di level medium risk dengan nilai 22.1. Hal ini menunjukkan komitmen Pertamina dalam implementasi bisnis yang ramah lingkungan dan taat pada tata kelola perusahaan yang baik.


Sumber :

https://www.liputan6.com/bisnis/read/5119949/pertamina-kembangkan-sejumlah-inisiatif-bisnis-hijau-dukung-pengurangan-emisi?

Sunday, November 6, 2022

Wilayah Indonesia Terancam Tenggelam pada 2050

Daftar Wilayah Indonesia yang Terancam Tenggelam pada 2050

02 November 2022

PREDIKSI mengenai kota-kota yang terancam tenggelam semakin banyak dibicarakan di seluruh dunia. Betapa tidak, dengan naiknya permukaan laut sebagai akibat dari mencairnya es di kutub utara, memberikan dampak yang besar bagi kelangsungan hidup manusia. 

Beberapa kota di seluruh dunia dikabarkan akan tenggelam dalam beberapa tahun mendatang, tak terkecuali Indonesia. Penelitian terbaru Climate Central, memprediksi beberapa kota di Indonesia terancam tenggelam pada tahun 2050 mendatang.

Hasil Penelitian Institute Teknologi Bandung (ITB) juga menyebutkan ketinggian air laut di perairan Indonesia mengalami peningkatan sebesar 3-8 mm per tahun.

Dari berbagai riset yang ada, berikut daftar wilayah yang terancam tenggelam di Indonesia berdasarkan pengelompokan pulau-pulau di Indonesia.

 

Sumatera

Banyak beberapa kota di Sumatera yang diprediksi akan tenggelam. Di antaranya ada Kota Pangkalpinang, Padang, Medan, Sibolga, hingga Banda Aceh.

 Di Banda Aceh sendiri, sekitar tiga persen wilayah pesisirnya akan tenggelam dalam 50 tahun mendatang. Ini merupakan hasil penelitian dari tim Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Aceh.


Jawa

Pulau dengan jumlah populasi terbanyak di Indonesia ini tidak luput dari prediksi akan tenggelam. Di antaranya ada Kota Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Tegal, Pekalongan, Semarang, hingga Jakarta.

Berdasarkan laporan Greenpeace, Jakarta masuk ke dalam 7 kota besar di Asia yang akan tenggelam pada tahun 2030. Diketahui sejak tahun 1997 wilayah Jakarta mengalami penurunan muka tanah, hingga tahun 2021 sendiri sebanyak 14 persen wilayahnya sudah berada di bawah laut.



Sumber :
https://infografis.okezone.com/detail/777872/daftar-wilayah-indonesia-yang-terancam-tenggelam-pada-2050

Sunday, October 30, 2022

Rantai Dingin Logistik Penting untuk Kurangi Sampah Pangan

Bos SCI sebut Penerapan Rantai Dingin Logistik Penting untuk Kurangi Sampah Pangan

Senin, 31 Oktober 2022 05:00 WIB

Chaiman Supply Chain Indonesia (SCI) Setiaji mengatakan penerapan cold chain logistics (CCL) atau rantai dingin logistik sangat penting untuk mengurangi kerugian dan pemborosan terhadap pangan. Dia pun menyitir data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mengenai pemborosan terhadap berbagai komoditas pangan.

Pemborosan untuk komoditas buah dan sayur, misalnya, sebesar 45 persen. Kemudian daging sebesar 20 persen dan perikanan sebesar 35 persen.

“CCL juga sangat penting dalam rantai pasok produk farmasi, termasuk vaksin. Kegagalan menjaga suhu dalam proses penyimpanan dan pendistribusian dapat menurunkan kualitas vaksin,” ujar Setiaji dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 30 Oktober 2022. 

Setiaji mengutarakan kebutuhan CCL bisa dilihat dari perbandingan antara kapasitas cold storage atau kamar pendingin yang tersedia serta jumlah populasi di suatu negara. Menurutnya, berdasarkan analisis SCI, Amerika Serikat dan India membutuhkan ruang pendingin 0,36 dan 0,1 meter kubik per orang. Sedangkan di Indonesia hanya 0,05 meter kubik per orang.

“Pengetahuan mengenai CCL sangat penting bagi para mahasiswa Prodi Manajemen Logistik sebagai generasi muda yang akan berkecimpung dalam bidang logistik karena SDM menjadi salah satu faktor keberhasilan implementasi CCL. Faktor lainnya adalah teknologi seperti armada dan fasilitas/infrastruktur, serta proses operasional," ujar Setiaji.

Adapun SCI mengapresiasi Universitas Padjajaran yang menyelenggarakan pelatihan “Basic Logistics” bagi mahasiswa Program Studi Sarjana Terapan Bisnis Logistik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unpad. Pelatihan yang difasilitasi SCI itu dilakukan secara daring melalui platform Ruang Logistik (ruanglogistik.id).

Adapun pelatihan yang digelar luring bertujuan agar mahasiswa dapat memahami konsep-konsep dasar logistik dan cara-cara yang efektif dalam pengelolaan logistik. Materi pelatihan mengacu pada skema Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang logistik berdasarkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 94 Tahun 2019.

“Sehingga peserta sekaligus dapat mempersiapkan keikutsertaan dalam sertifikasi profesi logistik nasional dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP),”  kata Setiaji.


Sumber :

https://bisnis.tempo.co/read/1651134/bos-sci-sebut-penerapan-rantai-dingin-logistik-penting-untuk-kurangi-sampah-pangan

Tuesday, September 6, 2022

Kebijakan Buang Biji Buah di Lahan Kosong

Kurangi Global Warming, Bupati Gus Muhdlor Siapkan Kebijakan Buang Biji Buah di Lahan Kosong 
Rabu, 7 Sep 2022


Global Warming atau pemanasan global menjadi isu yang banyak dibahas saat ini. Fenomena perubahan iklim itu terus dicari solusi mengatasinya. Kabupaten Sidoarjo melihat fenomena itu sebagai hal urgent yang perlu segera mendapatkan perhatian. Upaya saat ini yang dilakukan ialah gerakan penanaman pohon yang terus digencarkan Pemkab Sidoarjo.

Rencananya, program itu diperkuat Bupati Sidoarjo H. Ahmad Muhdlor S.IP atau yang akrab dipanggil Gus Muhdlor itu dengan mengeluarkan Surat Edaran/SE himbauan untuk membuang biji buah dilahan kosong. Rencana itu ia sampaikan saat melakukan penanaman secara simbolis 9.903 bibit pohon program CSR “BRI Menanam” bersama Regional CEO Office BRI Surabaya Bustomi di Desa Telasih Kecamatan Tulangan, Selasa 06/09/2022.

Gus Muhdlor mengatakan fenomena perubahan iklim harus ditanggapi dengan serius. Upaya-upaya pencegahan harus terus dilakukan. Salah satunya dengan getol melakukan penanaman pohon. Butuh dukungan semua pihak supaya gerakan penghijauan dapat berjalan. Ia berterimakasih dukungan itu telah ditunjukkan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia/BRI.

Gus Muhdlor juga berharap apa yang dilakukannya didukung oleh desa-desa yang ada. Gerakan penanaman ribuan pohon oleh Bank BRI harus diapresiasi juga oleh pihak desa. Salah satunya dengan merawat pohon yang diberikan. Dengan begitu kerusakan lingkungan dari efek rumah kaca dapat diminimalisir.

“Saya mengajak seluruh Kades supaya nanti benar-benar dapat merawat apa yang sudah diberikan ini,”pintanya.

Gus Muhdlor mengatakan gerakan penanaman pohon akan menjawab isu global warming. Gerakan itu akan ia perkuat dengan himbauan pemanfaatan lahan kosong untuk penghijauan. Salah satunya dengan mengeluarkan SE yang menghimbau masyarakat supaya membuang biji buah di lahan kosong. Jika konsep itu dapat terelisasikan, ia yakin 5 sampai 6 tahun mendatang akan tercipta lahan tropis hijau yang banyak pohon buah-buahan.

“Konsep ini masih kami bahas serta siapkan untuk Sidoarjo Kedepan,”pungkasnya.

Sementara itu Regional CEO Office BRI Surabaya Bustomi mengatakan program “BRI Menanam” merupakan


Sumber :
https://portalsidoarjo.com/2022/09/07/kurangi-global-warming-bupati-gus-muhdlor-siapkan-kebijakan-buang-biji-buah-di-lahan-kosongk.html



Pemkab Sidoarjo Bakal Imbau Warga Buang Biji Buah di Lahan Kosong

7 September 2022

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo berencana mengeluarkan Surat Edaran/SE himbauan untuk membuang biji buah dilahan kosong. Hal ini dilakukan sebagai bentuk urgensi terhadap Global Warming atau pemanasan global .

Bupati Sidoarjo H. Ahmad Muhdlor S.IP atau yang akrab dipanggil Gus Muhdlor itu mengatakan, fenomena pemanasan global dan perubahan iklim menjadi isu yang perlu dicarikan jalan keluarnya bersama-sama. Rencana itu ia sampaikan saat melakukan penanaman secara simbolis 9.903 bibit pohon program CSR “BRI Menanam” bersama Regional CEO Office BRI Surabaya Bustomi di Desa Telasih Kecamatan Tulangan, Selasa (6/9/2022).

“Upaya-upaya pencegahan harus terus dilakukan. Salah satunya dengan getol melakukan penanaman pohon. Butuh dukungan semua pihak agar gerakan penghijauan dapat berjalan,” ujarnya.

Gus Muhdlor juga berharap apa yang dilakukannya didukung oleh desa-desa yang ada. Gerakan penanaman ribuan pohon oleh Bank BRI harus diapresiasi juga oleh pihak desa. Salah satunya dengan merawat pohon yang diberikan. Dengan begitu kerusakan lingkungan dari efek rumah kaca bisa diminimalisir.

“Saya mengajak seluruh Kades agar nanti benar-benar bisa merawat apa yang sudah diberikan ini,”pintanya.

Gus Muhdlor mengatakan gerakan penanaman pohon akan menjawab isu global warming. Gerakan itu akan ia perkuat dengan himbauan pemanfaatan lahan kosong untuk penghijauan. Salah satunya dengan mengeluarkan SE yang menghimbau masyarakat agar membuang biji buah di lahan kosong. Jika konsep itu bisa terelisasikan, ia yakin 5 sampai 6 tahun mendatang akan tercipta lahan tropis hijau yang banyak pohon buah-buahan.

“Konsep ini masih kami bahas dan siapkan untuk Sidoarjo ke depan,” pungkasnya.


Sumber :

https://www.optika.id/pemkab-sidoarjo-bakal-imbau-warga-buang-biji-buah-di-lahan-kosong/2/


Sunday, September 4, 2022

Peta Energi Hijau

ESDM Gandeng Lembaga Internasional Susun Peta Energi Hijau


Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam acara SAI20 Summit, Nusa Dua, Bali. (Dok: KESDM)

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerja sama dengan Badan Energi Internasional (IEA) mengembangkan peta jalan (roadmap) transisi energi untuk mencapai target netral karbon atau Net Zero Emission (NZE) pada 2060.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, kerja sama ini penting untuk memitigasi energi-energi hijau yang bisa dikembangkan ke depannya.

"Pada kesempatan ini kami menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada IEA atas kerja sama dan pembuatan tindakan mitigasi lintasan energi yang luar biasa," kata Arifin dalam acara Energy Transition Ministerial Meeting (ETMM) di Nusa Dua, Bali, Jumat (2/9/2022).

Dia mengatakan, beberapa aksi mitigasi yang telah diidentifikasi untuk mencapai NZE 2060 antara lain yaitu pengembangan energi baru terbarukan (EBT) masif, dengan fokus tenaga surya, dan panas bumi. Kemudian, secara bertahap menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara. Lalu, penggunaan teknologi rendah emisi seperti transmisi super grid dan juga penangkapan karbon (carbon capture) dan penerapan peralatan listrik dan konversi ke kendaraan listrik.

Terakhir, implementasi dari peralatan efisiensi energi untuk sektor industri, transportasi dan gedung. Juga penggunaan sumber energi seperti nuklir, hidro dan amonia. Pembangkit listrik tambahan setelah 2030 hanya akan dari energi baru terbarukan. Mulai tahun 2035 akan didominasi variabel EBT, sedangkan pembangkit listrik tenaga nuklir akan masuk ke sistem pada awal 2040.

"Dalam rangka percepatan transisi energi, kita butuh perkuatan kolaborasi, di antara negara-negara untuk memastikan rencana kita dapat dicapai. Tentunya, transisi energi butuh dukungan huge financial & numerous effort," tutur Arifin.

Komitmen dan kolaborasi dari mitra internasional menurutnya juga dibutuhkan untuk memastikan ketersediaan investasi.

"Dalam scaling up teknologi dan inovasi, kita punya tantangan yang sama, yakni membuat low carbon and clean energy technology lebih mudah diakses dan dijangkau. Teknologi, kerja sama, dan solusi dekarbonisasi sektor energi," ucapnya.

Arifin menilai riset, pengembangan dan penyebaran untuk teknologi generasi selanjutnya perlu menjadi prioritas.

Selain itu, menurutnya kolaborasi semua pemangku kepentingan juga perlu diperkuat untuk memastikan semua potensi termanfaatkan dan semua orang memiliki akses untuk berpartisipasi dalam pengembangan energi hijau. Untuk itu, ketersediaan, akses teknologi dan pembiayaan menurutnya harus terbuka lebar untuk semua negara.

"Akhirnya, dengan support sepenuhnya IEA, saya harap roadmap ini akan memberi perspektif internasional tentang perencanaan energi jangka panjang untuk masa depan yg lebih baik, clean, reasonable and affordable energy, in achieving NZE target," pungkas Arifin.


Sumber :

https://www.cnbcindonesia.com/news/20220902145049-4-368846/esdm-gandeng-lembaga-internasional-susun-peta-energi-hijau

Monday, July 11, 2022

Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

Indonesia Kawal Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

Presidensi G20 menjadi momentum Indonesia memperkuat komitmen global dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Peralihan energi dan rehabilitasi lahan akan menjadi modal penting untuk memitigasi dampak perubahan iklim di masa depan.

Chair of G20 Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (EDM-CSWG) Laksmi Dewanthi mengatakan, semua negara harus berkontribusi mengurangi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Hal ini sebagai upaya bersama untuk mencegah kenaikan suhu bumi tidak melebihi 1,5 derajat celsius.

”Momentum presidensi G20 digunakan Indonesia untuk memberikan kontribusi lebih pada global dan saat bersamaan memberikan manfaat kepada masyarakat,” ujarnya dalam ”Bincang Dua Puluh: Misi Keberlanjutan Melalui Penurunan Emisi” yang digelar harian Kompas bersama PT Freeport Indonesia, Kamis (7/7/2022).

Laksmi yang juga Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menuturkan, untuk mencapai target global, setiap negara menetapkan target masing-masing dalam menurunkan emisi. Indonesia, misalnya, menargetkan penurunan emisi 29 persen pada 2030 dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.

Indonesia menetapkan tiga isu prioritas dalam EDM-CSWG G20. Pertama, upaya pengendalian perubahan iklim, baik adaptasi maupun mitigasi yang berkontribusi pada pemulihan, termasuk dari pandemi Covid-19. Kedua, meningkatkan pengelolaan lingkungan berkelanjutan, seperti berbasis kelautan dan berbasis lahan dengan penanaman pohon.

Ketiga, memobilisasi berbagai sumber daya, termasuk pendanaan, untuk mendukung aksi nyata dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim. ”Jadi, target Indonesia pada G20 adalah memastikan negara-negara anggota memenuhi targetnya masing-masing dalam menurunkan emisi GRK,” katanya.

Menurut Laksmi, dibutuhkan kolaborasi global agar kenaikan suhu bumi tidak melebihi 1,5 derajat celsius. Kolaborasi itu tidak hanya melibatkan pemerintah, tetapi juga perusahaan dan masyarakat luas.

”Menurunkan emisi bukan semata-mata karena Paris Agreement atau perjanjian komitmen lainnya. Namun, hal ini juga mandat konstitusi dalam menyediakan lingkungan bersih dan sehat bagi rakyat. Jadi, jika target tidak tercapai, yang dirugikan kita sendiri,” jelasnya.

Menurunkan emisi bukan semata-mata karena Paris Agreement atau perjanjian komitmen lainnya. Namun, hal ini juga mandat konstitusi dalam menyediakan lingkungan bersih dan sehat bagi rakyat.


Kontribusi perusahaan

Di Indonesia, upaya menurunkan emisi tersebut membutuhkan dukungan dari sejumlah pihak, termasuk perusahaan tambang. Sebab, perusahaan menggunakan energi yang besar untuk kendaraan operasionalnya.

PT Freeport Indonesia, misalnya, menargetkan pengurangan emisi GRK sebesar 30 persen pada 2030. ”Ini bagian dari upaya kami mendukung ekonomi hijau dan bagian dari target pemerintah mencapai nol emisi karbon pada 2060,” ujar Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas.

Salah satu langkah PT Freeport Indonesia dalam menekan emisi adalah dengan menggunakan kereta listrik untuk menggantikan dump truk. Dengan begitu, penggunaan bahan bakar fosil bisa dikurangi.

Tony mengakui, transisi menuju energi lebih ramah lingkungan memerlukan investasi besar. ”Namun, ini harus dilakukan. Tidak hanya menghitung berapa investasinya, tetapi juga melihat dampak ke depan bagi keberlanjutan. Perusahaan lain juga sudah mengarah untuk mengganti energi fosil,” jelasnya.

Vice President Environmental PT Freeport Indonesia Gesang Setyadi menyebutkan, penggunaan kereta listrik tersebut dapat mengurangi emisi karbon sekitar 80.000 metrik ton per tahun. Jumlah itu setara dengan emisi yang dihasilkan oleh 50-60 dump truk.

Gesang mengatakan, pihaknya juga sedang mengkaji rencana mengganti tiga unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan pembangkit listrik tenaga minyak dan gas bumi (PLTMG) sebagai pemasok listrik. ”Jika ini terealisasi, dapat mengurangi emisi hingga 50 persen,” ujarnya.

Gesang menambahkan, pihaknya juga merehabilitasi lahan dengan menanam jutaan pohon di sekitar kawasan pertambangan. Langkah ini dilakukan untuk mengoptimalkan penyerapan karbon.

Direktur Yayasan Kehati (Keanekaragaman Hayati Indonesia) Puspa D Liman menyebutkan, semua aktivitas mengubah bentang alam akan berdampak terhadap lingkungan di sekitarnya, termasuk memicu perubahan iklim. Namun, berbagai upaya dapat dilakukan untuk memitigasi dampak itu, salah satunya rehabilitasi lahan.

”Kunci yang paling utama adalah keberlanjutan program. Kami melihat pendanaan untuk memitigasi perubahan iklim belum menjadi perhatian utama,” katanya.

Wakil Redaktur Pelaksana Kompas Marcellus Hernowo mengatakan, sejumlah survei menyebutkan kekhawatiran anak muda terhadap dampak perubahan iklim. Dampak perubahan iklim, seperti bencana hidrometeorologi, juga lebih intens dibandingkan lima tahun lalu.

”Semua pihak mesti ambil bagian dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Pemerintah, misalnya, harus berinvestasi pada sumber energi terbarukan seperti angin dan surya. Selain itu, emisi dari perusahaan serta industri juga perlu dikurangi,” ujarnya.


Sumber :

https://www.kompas.id/baca/humaniora/2022/07/07/indonesia-kawal-penurunan-emisi-gas-rumah-kaca?utm_source=medsos_twitter&utm_medium=link

Sunday, July 10, 2022

Distribusi Galon vs Paparan BPA

Pola Distribusi Galon Guna Ulang Dinilai Perparah Paparan BPA

Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Prof. Junadi Khotib menilai pola distribusi galon guna ulang yang buruk bisa memperparah pelepasan (migrasi) bahan kimia berbahaya Bisphenol A (BPA).

Peneliti senior ini mengungkapkan bahwa pelepasan BPA sangat tergantung pada suhu dan tingkat keasaman. Hal tersebut berdasarkan penelitian tentang kinetika pelepasan BPA dari kemasan polikarbonat.

"Ketika dalam distribusi dan produksi, kemasan galon air minum terpapar cahaya matahari langsung sehingga suhunya meningkat, tentu di sana sangat cepat terjadi migrasi," ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut Junaidi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) seharusnya tidak membiarkan masyarakat terus menerus terpapar kimia BPA, sebab, efeknya bisa berbahaya pada kesehatan, termasuk gangguan perkembangan otak dan mental anak usia dini.

Dia mengatakan BPOM bisa memperkecil peluang paparan risiko BPA melalui pemberian label pada kemasan makanan dan minuman.

"Itu bagian dari edukasi publik sekaligus bentuk perlindungan untuk masa depan anak-anak Indonesia," ujarnya.

Hal senada diungkap Guru Besar bidang pemrosesan pangan Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Prof. Andri Cahyo Kumoro. Dia menilai produsen air minum dalam kemasan (AMDK) kerap abai menjaga mutu dan kualitas air dalam kemasan hingga ke tangan konsumen.

Menurutnya, produsen AMDK mengangkut air galon dengan seenaknya. Galon kerap terpapar sinar matahari langsung, terguncang-guncang.

"Ini sangat berpotensi menjadikan BPA terlepas dengan cepat," katanya.

Menurut dia, pola distribusi yang seenaknya itu terjadi karena masyarakat banyak yang belum mengetahui bahaya paparan BPA. Oleh karena itu, pelabelan BPA pada kemasan galon menjadi pilihan tepat untuk mendidik masyarakat.

Sampai saat ini masyarakat belum mengetahui risiko BPA pada galon polikarbonat, padahal migrasi zat kimia itu ke dalam makanan atau minuman adalah sesuatu yang jamak pada kemasan pangan dari jenis plastik polikarbonat.

Data BPOM menyebut 96,4 persen galon bermerek yang beredar luas di pasaran menggunakan kemasan polikarbonat,jenis plastik keras yang pembuatannya menggunakan bahan campuran BPA. (antara/jpnn)


Sumber :

https://m.jpnn.com/news/pola-distribusi-galon-guna-ulang-dinilai-perparah-paparan-bpa?page=2

Tuesday, June 21, 2022

Menjawab Masalah Sampah Plastik

Partisipasi masyarakat dibutuhkan untuk jawab masalah sampah plastik #infoMenarik

Pengendali Dampak Lingkungan Pakar Madya Direktorat Penanganan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup serta Kehutanan (KLHK) Teddy S. Mahendra mengatakan program gerakan partisipasi masyarakat yang diusung pihak produsen dibutuhkan untuk menjawab permasalahan pengelolaan sampah plastik.

Data Biro Pusat Statistik (BPS) pada 2018 menyebutkan tingkat kepedulian masyarakat dalam pengolahan sampah hanya sebesar 28 persen.

Menurut Teddy, angka tersebut dapat ditingkatkan setidaknya menjadi 50 persen pada tiga atau delapan tahun ke depan apabila program kelola sampah yang melibatkan serta memberdayakan masyarakat bermunculan.

Teddy mencontohkan bagaimana produsen P&G Indonesia bersama startup Octopus Indonesia membuat program yang memungkinkan masyarakat Jakarta serta Bandung menyetorkan sampah kemasan sachet atau multilayer serta plastik High Density Polyethelene (HDPE) melalui aplikasi di ponsel.

Kemudian sampah tersebut akan diolah menjadi sumber energi terbarukan oleh pengusaha pengolah sampah sehingga sampah plastik tidak berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).

“Kita bicara nasional, ya. Saya kira pada tahun 2030 dapat mendekati 50 persen asal seperti dua kolaborator ini juga tumbuh di mana-mana atau dua kawan ini memang menggerakkan di dalamnya menjadi lebih kuat,” kata Teddy saat dijumpai PortalSidoarjo.com di Jakarta, Selasa.

Dalam pengelolaan sampah, ia menjelaskan setidaknya terdapat tiga pendekatan yang perlu dijalankan yaitu mendorong perilaku minim sampah, mengembangkan ekonomi sirkular, serta memanfaatkan teknologi. Teddy memandang program dari kedua entitas sudah memenuhi pendekatan-pendekatan tersebut.

“Nilai dasarnya sebenarnya bergerak dari perubahan perilaku. Jadi kalau perubahan perilaku tidak didorong, mungkin ekonomi sirkular pun tidak akan bergerak kuat. Makanya dua kawan ini bicara juga soal pemberdayaan,” kata Teddy.

Ia juga mengingatkan bahwa saat ini pola pikir (mindset) terkait sampah juga harus berubah sesuai dengan yang diamanatkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Jika dahulu pola pikir hanya mencakup kumpul-angkut-buang, kini harus berubah menjadi kumpul-kelola sedekat-dekatnya dengan sumber sampah-buang residu.

Tetapi Teddy juga mencatat bahwa tidak semua pendekatan teknologi seperti model penggunaan aplikasi untuk mengumpulkan sampah dapat diterapkan di daerah-daerah lain di Indonesia termasuk wilayah timur. Hal tersebut, lanjutnya, harus disesuaikan dengan karakter masyarakat serta karakter sampah yang dihasilkan di daerah-daerah.

“Dapat jadi melalui startup (penggunaan teknologi aplikasi) dapat sukses di Bandung serta Jakarta atau mungkin di kota-kota besar. Di timur sana, dapat jadi harus dengan model lain. Jadi tidak ada satu model yang sama, menurut saya,” katanya.


Sumber :

https://portalsidoarjo.com/2022/06/21/partisipasi-masyarakat-dibutuhkan-untuk-jawab-masalah-sampah-plastik-infomenarik.html

Monday, June 20, 2022

Kanada Larang Produksi dan Impor Plastik Sekali Pakai

Kanada Larang Produksi dan Impor Plastik Sekali Pakai

Foto dokumentasi pada 6 Februari 2017 di Berlin ini menunjukkan seorang pria membawa barang-barang belanjaan dalam kantong plastik. Pemerintah Jeman berencana untuk melarang kantong plastik sekali pakai yang ditawarkan di supermarket dan toko mulai tahun 2020.


Pemerintah Kanada melarang produksi dan impor plastik sekali pakai yang berbahaya pada Senin (20/6/2022). Seperti dilaporkan Reuters, Kanada menerbitkan peraturan akhir soal plastik sekali pakai itu akan berlaku pada Desember 2022.

“Larangan itu akan berlaku pada plastik sekali pakai termasuk tas kasir, peralatan makan, peralatan layanan makanan yang terbuat dari atau mengandung plastik yang sulit didaur ulang, wadah cincin, tongkat pengaduk, dan sedotan,” kata pemerintah Kanada.

Kanada menyatakan pada tahun 2020 bahwa pihaknya bermaksud untuk memberlakukan standar yang mengikat untuk berapa banyak konten plastik yang dapat didaur ulang yang harus ada dalam produk dan kemasan. Otoritas menambahkan pada saat itu menginginkan aturan baru diberlakukan dalam waktu 24 bulan.


Portugal Larang Produk Plastik Sekali Pakai

"Larangan pembuatan dan impor plastik sekali pakai yang berbahaya ini, kecuali beberapa pengecualian yang ditargetkan untuk mengenali kasus-kasus tertentu, akan mulai berlaku pada Desember 2022," kata pemerintah, Senin.

Menurut pemerintah Kanada, penjualan barang-barang ini akan dilarang mulai Desember 2023 untuk memberikan waktu yang cukup bagi bisnis di Kanada untuk bertransisi dan menghabiskan stok mereka yang ada.

"Pemerintah juga akan melarang ekspor plastik dalam enam kategori pada akhir tahun 2025, menjadikan Kanada yang pertama di antara yurisdiksi rekan yang melakukannya secara internasional," tambahnya.


Tahun 2020, Jerman Larang Kantong Plastik Sekali Pakai

Hingga 15 miliar kantong plastik sekali pakai digunakan setiap tahun dan sekitar 16 juta sedotan digunakan setiap hari di Kanada, menurut angka pemerintah.

Larangan pembuatan dan impor ring carrier dan sedotan fleksibel yang dikemas dengan wadah minuman akan mulai berlaku pada Juni 2023 dan larangan penjualan barang-barang tersebut akan mulai berlaku pada Juni 2024.


Sumber :

https://www.beritasatu.com/news/942137/kanada-larang-produksi-dan-impor-plastik-sekali-pakai

Plastik dan Perubahan Iklim

Ubah Kebiasaan Penggunaan Plastik

Kantong plastik adalah salah satu penyebab utama perubahan iklim. Karena, sejak proses produksi hingga tahap pembuangan dan pengelolaan, sampah plastik mengemisikan banyak gas rumah kaca ke atmosfer.

Plastik terbuat dari minyak bumi dengan proses mengubah komponen minyak bumi manjadi molekul kecil yang disebut monomer. Kegiatan memproduksi plastik membutuhkan sekitar 12 juta barel bahan baku minyak. 

Untuk mengubah minyak bumi menjadi monomer digunakan cara pembakaran. Dari metode inilah banyak gas rumah kaca diemisi ke atmosfer.

Sedangkan pada tahap pembuangan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sampah plastik adalah salah satu jenis sampah penghasil gas rumah kaca. Begitu juga pada tahap pengelolaan, karena plastik tidak dapat diurai secara alami oleh bakteri dalam tanah sehingga membutuhkan ratusan tahun sampai plastik dapat terurai dengan sendirinya, biasanya plastik dikelola dengan cara dibakar. 

Padahal pengelolaan plastik dengan cara dibakar menambah emisi gas rumah kaca di atmosfer bumi.

Oleh karena itu, untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di atmosfer bumi, penggunaan plastik perlu dikurangi. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan, di antaranya :

  • Kurangi penggunaan kantong plastik dengan membawa dan menggunakan tas kain setiap kali berbelanja.
  • Apabila sudah sempat menggunakan atau mendapat kantong plastik, pakai kembali kantong plastik tersebut untuk keperluan lain, misal untuk membungkus barang-barang belanjaan di kemudian hari.
  • Daur ulang sampah-sampah plastik menjadi bahan baku sekunder, misal daur ulang botol plastik bekas menjadi pot tanaman.
  • Hindari untuk membeli makanan dan minuman dengan membungkus. Atau bawa dan gunakan tempat makanan dan botol minuman sendiri kalaupun harus membungkus makanan dan minuman.


Sumber :

http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/inovasi/347-ubah-kebiasaan-penggunaan-plastik

Thursday, May 26, 2022

Carbon Footprint Logistics Companies Ways

5 Ways Logistics Companies Can Lower Their Carbon Footprint


It’s a fact that half of the major logistics players worldwide do not even measure their CO2 emissions. It follows that they are also highly unlikely to be taking measures voluntarily to reduce them.

Haulage companies are part of the supply chain. A growing number of larger non-haulage corporations are very conscious of their environmental impact and demand relevant emission numbers from their suppliers. That is so they can be seen to be at least monitoring the environmental impact of their supply chains.

While being environmentally aware is a desirable sentiment in all of us, logistics companies can reap some deserved PR and commercial benefits where they have made genuine and consistent efforts to go greener.


What constitutes a company’s carbon footprint?

A company’s combined total emissions of greenhouse gases through both direct and indirect activities. It's produced every day by your vehicles, your people, your suppliers, wastage, and even by the products you use.


Where to begin reducing your impact on the environment

If you are not already taking measures to reduce and minimize your company’s environmental impact, then the first step must be a decision to do so.

Then initiate these activities:

  • Institute a method of identifying, measuring, and recording your company’s emissions so that progress can be measured.
  • Determine what steps your company will take and assign actions to individuals or departments.
  • Publish your company’s progress at regular intervals to demonstrate your commitment.

As with many successful initiatives, it pays to open up the debate to the entire workforce. A shared sense of ownership and pride in participating maximizes effort.


Identify the main causes of CO2 emissions and measure them

The most common sources will come as no surprise. These are hotspots to focus on:

  • Haulage fleet
  • Fuel
  • Warehousing
  • Business travel
  • Electricity supply
  • Heating oil and gas supply
  • Waste

The sort of equation you should be aiming to develop is:

Total energy consumption (fuel, electricity) x Emission Factors (fuel, electricity) = carbon dioxide equivalent (CO2e)

There are many websites dedicated to helping you and we suggest starting with this UK not-for-profit organisation, the Energy Saving Trust. There you will find excellent guidelines and links to government and other helpful advice. The UK Business Climate Hub has highly practical advice and examples of ways in which emissions can be cut.


1. Fuel is the most significant contributor to your CO2 emission level

That is perhaps stating the obvious but it makes sense to address the bigger causes first. Even very minor changes will be multiplied by the sheer volume of fuel consumption and may deliver excellent results.

Fuels such as liquid hydrogen are still in the early stages of commercial development and are not something that can be adopted today. Green diesel and other biofuels suffer from poor availability of refueling points.

Electric energy costs are half those of diesel and the payback period is estimated at 8-10 years. Tesla is launching an all-electric HGV with an anticipated list price of £140k. Other suppliers will certainly launch their own range over the next two years.


2. Switch to a green electricity supplier and switch from gas to electricity

Both gas and electricity generate carbon emissions for every energy unit you consume. However, the carbon profile of electricity has diminished in recent years, while that of gas has not changed much, if at all. That’s due to changes in the electricity generating industry because of the greater proportion of supply by wind farms and solar too, to a lesser extent.

Low and zero-carbon electricity suppliers promise to reduce your company’s carbon footprint. This is a burgeoning sector on the UK utility scene, with companies such as this one offering zero-carbon electricity.


3. Insulate, Insulate, Insulate

One of the oldest and longest-standing energy savings methods has often been overlooked by the industry. Older industrial units are notoriously energy inefficient in general. There is always scope to retrofit insulation on floors, walls, ceilings, roofs, windows, doorways, and docking bays.


4. Know your suppliers and their carbon footprint

Indirect carbon emissions count too and your supply chain is a major contributor. A McKinsey investigation reported that the supply chains of many consumer companies generate far more emissions and environmental impact than the company's own operations.

Knowing what your supply chain’s carbon emissions are is one thing. Managing them is a different matter. The Warwick Business School, part of Warwick University published a very useful guide on How to manage your supply chain's carbon footprint.


5. Improve waste management – Reduce, Reuse, Recycle

Aim for a zero-waste approach for immediate environmental benefits. That starts with assessing how and where your company currently generates, manages, and disposes of waste. No business is likely to ever achieve 0% waste but publishing that as a target internally focuses minds on proactive ways of achieving as close as possible to zero.


Finally – it’s really important to make a start

Sustainability is the buzzword of the decade and is likely to remain a highlight of environmental protection and climate change control. Reducing carb emissions is likely to be a journey rather than a quick win, with multiple savings along the way. Making a start is the single most important step you can take today.


Sumber :

https://www.linkedin.com/pulse/5-ways-logistics-companies-can-lower-carbon-footprint-availtech-1c/

Monday, May 16, 2022

Desa Menciptakan Ekonomi Sirkular

Dow serta Bintari bantu pengelolaan sampah di Semarang

Selasa, 17 Mei 2022 | 13:07 WIB

Dow, perusahaan material science bekerja sama dengan Yayasan Bina Karta Lestari (Bintari), sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) nasional yang bergerak di bidang perlindungan lingkungan serta pembangunan berkelanjutan untuk membantu pengelolaan sampah sekaligus mempromosikan ekonomi sirkular di Kota Semarang, Jawa Tengah.

Didukung penuh oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang melalui Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang, inisiatif ini membantu program pemkot dalam mengatasi masalah sampah melalui sejumlah program pengelolaan sampah di enam desa dalam rentang waktu 1,5 tahun mulai April 2022.

“Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang memberikan apresiasi pada Bintari serta Dow Indonesia atas inovasi mereka dalam menyelenggarakan program pendampingan bank sampah dengan TPS3R sebagai tulang punggung aktivitas daur ulang, serta mengadakan kegiatan yang mendorong sinergi serta kolaborasi antar-pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, masyarakat khususnya pelaku kegiatan di bank sampah lokal, pemerintah daerah serta kelurahan, sampai pengusaha,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang, FX. Bambang Suranggono dalam keterangan resmi Dow pada Selasa.

Ia menambahkan bahwa pendampingan bank sampah serta Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse serta Recycle (TPS3R) merupakan salah satu kunci dari program unggulan Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang di tahun 2022, yakni Program GERAI ESHPE (Gerakan Implementasi Ekonomi Sirkular dalam Pengelolaan Sampah Hulu Perkotaan).

Program tersebut antara lain berisi kegiatan edukasi pentingnya pemilahan serta pengelolaan sampah pada 1.000 keluarga yang tinggal di enam desa tersebut, serta meningkatkan kapasitas TPS3R serta bank sampah untuk menciptakan ekonomi sirkular. 

Inisiatif ini diharapkan dapat meningkatkan pengelolaan sampah rumah tangga dari 180 kg menjadi 360 kg per hari melalui kolaborasi dengan enam unit TPS3R, yang masing-masing terdapat di setiap desa. 

Keenam TPS3R tersebut ialah TPS3R Resik Mandiri di Desa Sambiroto, TPS3R Kampung Pilah Sampah di Desa Mangkang Kulon, TPS3R Sendang Mulyo di Desa Sendang Mulyo, TPS3R Sido Rahayu di Desa Purwosari, TPS3R Polaman di Desa Polaman, serta TPS3R Gemah di Desa Gemah.

Riswan Sipayung, Presiden Direktur Dow Indonesia, mengatakan sampah merupakan permasalahan kompleks, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia, serta diperlukan kolaborasi berkelanjutan antar para pemangku kepentingan untuk mengatasinya.

“Melalui kerja sama dengan Bintari, kami ingin mendorong sinergi antar pemangku kepentingan sekaligus perubahan perilaku pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, dimulai dari lingkungan rumah tangga. 

Kolaborasi ini merupakan bagian dari komitmen kuat Dow untuk mencapai target keberlanjutan perusahaan, sekaligus mendukung target keberlanjutan pemerintah dengan memprioritaskan ekonomi hijau, ekonomi sirkular, serta pengurangan emisi karbon,” katanya. 

Sebagai salah satu kota penghasil sampah terbesar di Indonesia, Semarang menghasilkan sekitar 1.270 ton sampah per hari serta sekitar 900 ton di antaranya dikirim ke tempat pembuangan akhir (TPA) setiap hari. Hanya sebagian kecil dari sampah yang didaur ulang serta sisanya terbuang ke laut yang kemudian berdampak terhadap lingkungan.

Pemkot Semarang telah meluncurkan berbagai kebijakan serta inisiatif yang relevan untuk membantu mengatasi masalah pengelolaan sampah, seperti program kantong plastik berbayar untuk meminimalkan jumlah sampah plastik, menetapkan jalur khusus untuk truk sampah, serta memasukkan pengolahan sampah ke dalam Proyek Energi Listrik kota di TPA Jatibarang.


Sumber :

https://portalsidoarjo.com/2022/05/17/dow-serta-bintari-bantu-pengelolaan-sampah-di-semarang-infomenarik.html

Thursday, May 12, 2022

Kijang Innova Listrik

Alasan Toyota Indonesia Kembangkan Kijang Innova Listrik

Sabtu, 2 April 2022 15:07 WIB

Toyota Indonesia membuat kejutan dengan meluncurkan prototipe Kijang Innova listrik pada pembukaan pameran otomotif Indonesia International Motor Show (IIMS) di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, 31 Maret 2022. EV di belakang nama Kijang Innova menandakan bahwa model tersebut sepenuhnya bertenaga listrik.

Mobil MPV itu tidak hanya dipajang di booth Toyota di dalam pameran IIMS 2022, tetapi sudah dapat dikendarai mengeliling area parkir JIExpo. Menteri Koordinator Perekonomian RI Airlangga Hartarto termasuk salah satu yang pertama kali menjajal Kijang Innova EV.

Direktur Administrasi, Korporasi dan Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam, mengatakan bahwa pemilihan Kijang Innova sebagai kendaraan listrik karena sejarah pada model tersebut yang lekat dengan Indonesia. "Dilihat dari sejarahnya, Kijang ini dikembangkan dan lahir di Indonesia, dipasarkan sejak 1977," kata Bob di Ancol, Jakarta Utara, Jumat malam, 1 April 2022.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mninjau pameran Indonesia International Motor Show di JiExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis 31 Maret 2022. Kehadiran Toyota Kijang Innova listrik ini semakin mendekatkan target pemerintah. Berdasarkan beleid yang sama, pemerintah menargetkan produksi mobil listrik pada 2025 sebanyak 400.000, kemudian pada 2030 bertambah menjadi 600.000 unit, dan pada 2035 sebesar 1 juta unit. Tempo/Tony Hartawan

Selain itu, lanjut dia, prototipe Kijang Innova listrik yang dipamerkan masih dari basis Kijang Innova Reborn tipe Venturer. Mudahnya, dia menambahkan, Kijang Innova konvesional diubah menjadi 100 persen tenaga baterai.

Memanfaatkan model yang sudah ada ini menurut Bob dapat lebih efisien dibanding membuat model yang benar-benar baru. Pada dasarnya, model yang sudah diproduksi secara lokal ini memiliki jaminan supply chain yang sudah mapan. Sudah terstruktur, memiliki kandungan lokal yang banyak (Kijang Innova saat ini memiliki kandungan lokal di atas 80 persen). "Yang sudah berjalan tidak terdisrupsi, tinggal ditambahkan teknologi baru saja," tutur dia.

Toyota Kijang Innova Listrik yang dipamerkan pada pembukaan IIMS Hybrid 2022 di JiExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis 31 Maret 2022. Detail spesifikasi Toyota Kijang Innova EV Concept masih dirahasiakan oleh pihak PT TMMIN maupun PT TAM Tempo/Tony Hartawan

"Kami melakukan adjusment terhadap Kijang Innova yang sudah diproduksi selama ini, kami kembangkan dengan versi listrik. Jadinya Kijang Innova listrik ini sebagai study car yang kami akan terus kembangkan dan pelajari."

Bob menyampaikan bahwa setidaknya terdapat 30 persen ubahan pada Kijang Innova Venturer hingga menjadi versi listrik. Ubahan itu berupa penggantian mesin konvensional dengan motor listrik dan instalasi modul baterai yang diletakkan di bawah lantai mobil. "Baterainya 60 kWh, tetapi masih impor," kata Bob yang enggan menyebutkan secara detail baterai buatan pabrikan mana yang digunakan.

Menurut Bob, Toyota Indonesia menghadirkan prototipe Kijang Innova listrik karena ingin menyediakan full range technology pada seluruh modenya. Mulai dari bermesin konvensional (ICE), hybrid, plug-in hybrid, hidrogen, hingga baterai (mobil listrik). "Prinsipnya semua model disiapkan teknologinya," tutur dia.

Saat ini TMMIN memproduksi lima unit prototipe Toyota Kijang Innova listrik. Tiga unit berada di Indonesia dengan dua unit dipamerkan di IIMS 2022. Sedangkan dua unit lagi dikirim ke Thailand untuk pengembangan dan penelitian.


Sumber :

https://otomotif.tempo.co/read/1577700/alasan-toyota-indonesia-kembangkan-kijang-innova-listrik/full&view=ok

Tuesday, May 10, 2022

Perubahan Iklim Tingkatkan Risiko Penularan Penyakit

Perubahan Iklim Tingkatkan Risiko Penularan Penyakit Menular Lintas Spesies 

Para peneliti menyarankan setidaknya 15.000 penularan virus lintas spesies baru diperkirakan terjadi pada tahun 2070, didorong oleh perubahan iklim 2 derajat Celcius, yang merupakan skenario terburuk yang disoroti di bawah Perjanjian Paris. 

10 Mei 2022

Para ilmuwan sekarang percaya bahwa pemanasan global akan secara signifikan meningkatkan jumlah penularan virus lintas spesies dalam beberapa dekade mendatang. Perubahan iklim menimbulkan risiko lebih lanjut bagi hewan dan manusia lain dari penyakit menular, seperti COVID-19, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan di Nature. 

Ketika suhu global terus meningkat, banyak spesies hewan kemungkinan akan bermigrasi ke lingkungan baru, membawa parasit dan patogen mereka bersama mereka dan memfasilitasi berbagi virus antara spesies yang sebelumnya tidak memiliki interaksi, menurut penelitian tersebut. 

Peningkatan itu kemudian dapat membantu dalam "limpahan zoonosis," atau penularan patogen dari hewan liar ke manusia. 

Para peneliti menyarankan setidaknya 15.000 penularan virus lintas spesies baru diperkirakan terjadi pada tahun 2070, didorong oleh perubahan iklim 2 derajat Celcius, yang merupakan skenario terburuk yang disoroti di bawah Perjanjian Paris. 

Sementara pertemuan baru antara spesies mamalia diharapkan terjadi di mana-mana di dunia, mereka terutama diharapkan terjadi di daerah tropis rumah bagi sebagian besar penyakit menular yang mampu menularkan limpahan zoonosis, seperti wilayah Afrika tropis dan Asia Tenggara yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi pula. 

Peristiwa berbagi virus baru ini diprediksi sebagian besar didorong oleh kelelawar, yang kemungkinan besar menampung virus dengan peluang tinggi untuk menular ke manusia. 

Pergeseran yang didorong oleh iklim di hotspot untuk penyebaran spesies dan evolusi virus mungkin sudah terjadi, mengingat pemanasan sudah berlangsung dengan baik. Virus COVID-19 kemungkinan berasal dari penularan dari hewan ke manusia , menurut Organisasi Kesehatan Dunia. 

Virus kemungkinan ditularkan dari kelelawar ke hewan lain dan kemudian ke manusia, menurut laporan bersama oleh China dan WHO yang dirilis pada Maret 2021. 

Temuan menunjukkan bahwa perubahan iklim berpotensi menjadi kekuatan pendorong dominan dalam transmisi virus lintas spesies, yang dapat meningkatkan risiko penularan penyakit menular ke manusia, kata para penulis, menyoroti kebutuhan untuk menggabungkan pengawasan virus dengan penilaian perubahan. untuk rentang spesies sebagai akibat dari perubahan iklim.


Sumber :

https://lifestyle.bisnis.com/read/20220510/106/1531574/perubahan-iklim-tingkatkan-risiko-penularan-penyakit-menular-lintas-spesies.

Saturday, April 30, 2022

How Asian Companies Can Take Part In The Green Start-Up Boom

By Gautam Kumra and Vivek Lath

The opportunities for building green businesses are more attractive than ever and Asian energy players – both established firms and start-ups – should seize the moment and apply the lessons learned globally.

Asia could potentially see up to a ten-fold increase in overall start-up activity over the next three to four years, recent McKinsey research suggests. A large proportion of that could be in green and sustainability-related sectors.

Figures show that over the past three years, more than 25 green businesses around the world have joined the unicorn club, with a combined valuation exceeding $70 billion. There has also been a more than 67% increase in deals since 2018, with a total of $2 billion invested globally in sustainability-themed start-ups across 260-plus deals. Europe and North America currently lead in terms of investment size, with Asia rapidly catching up.

Much of this momentum is concentrated in the energy industry due to advances in technology, financing, and regulatory policies. In power generation renewable energy (RE), sources will only grow, and are expected to account for half of all power generation by 2035. In shipping, the pressure to decarbonize has also encouraged the development of alternative fuels such as liquefied natural gas (LNG), hydrogen and ammonia. In road transport, there is an ongoing major shift from internal combustion engines (ICEs) to hybrid and electric vehicles (EVs).


Committed To Action

Companies should recognize the urgency of the moment and act decisively. Value pools are shifting and all stakeholders – consumers, investors, and regulators – are now committed to sustainability. Firms and investors need to rapidly pivot to greener avenues and be committed to following this path.

The lessons learned from other regions show the strategic way forward on this green path:

  • Identify replicable opportunities. Different regions and different countries are further along their green journey than others. Rates of adoption of the latest technology also differ. As a result, companies can look at various green sectors (such as hydrogen or batteries) in Europe and the United States, or even across neighbors in Asia, and see what they can apply in their respective countries
  • Build with agility and strength. Top business leaders need to achieve a balance between having the agility of a start-up and the strength of an incumbent. Having a focus on leadership, customers, and talent, allows firms to launch new ventures that are both a pathway to organic growth—safeguarding at-risk revenue streams – and new growth areas
  • Corporate Venturing. Leaders need to set up a screening system and then invest meaningfully in innovative startups. Taking such a portfolio approach diversifies risk and builds the capability for launching new businesses. BP, for example, created its in-house, business-building engine called Launchpad to set up five digitally led, low-carbon businesses
  • Find partners. By seeking out partnerships, companies can expand and replicate what other companies have learned. For example, Japanese onshore wind players Japan Wind Development (JWD) and Eurus Energy partnered with Orsted. The Danish firm is the world's largest developer of offshore wind power. Together the partners are jointly bidding to win one of Japan’s first offshore wind projects in 2022 
  • Work with the public sector. Regulatory incentives such as feed-in tariffs and other subsidies are behind many of the notable success stories in green business building. These have also created value beyond the local markets in which they originated. For example, Chinese electric vehicle companies have grown out of domestic subsidies and are now supplying vehicles and components to global markets


Green-Business Value Proposition

Developments in both technology and government policy have decisively shifted momentum towards sustainability in the energy sector. Governments are working towards carbon neutrality with more than 130 nations committed to or considering a net-zero target. One in five global Fortune 2000 companies have pledged the same. At the same time, consumers are paying more attention to the environmental credentials of the brands they consume.

As consumers, investors and regulators demand more sustainability from companies, the green-business value proposition should accelerate. In this dynamic landscape, incumbents will find themselves defending their positions and competing against start-ups hungry for a slice of the pie. The winners will be those that can identify emerging trends, create clear value propositions, work hand in hand with policymakers and execute at speed.


Gautam Kumra is the Chairman of McKinsey’s Asia offices, while Vivek Lath is a partner based in McKinsey’s Singapore office.


Sumber :

https://sponsored.bloomberg.com/article/mckinsey/how-asian-companies-can-take-part-in-the-green-start-up-boom