Pages

Thursday, January 20, 2022

Reputasi Perusahaan Berasal dari Kegiatan CSR

Jalal : Reputasi Perusahaan Berasal dari Kegiatan CSR


Sejak tahun 2006 ada sebuah studi yang menjelaskan bahwa ada tiga komponen utama yang dapat menunjang reputasi perusahaan, ketiga komponen tersebut adalah kinerja finansial, sosial dan lingkungan. Kinerja sosial dan kinerja lingkungan jelas itu datangnya dari CSR dan kinerja finansial itu juga jelas sekali ditunjang oleh CSR. Demikian dijelaskan oleh Jalal, Chairperson of Advisory Board – Social Investment Indonesia saat membawakan sesinya yang berjudul CSR and Corporate Reputation di acar Seminar The 9th Real CSR Seminar dengan tema Peran dan Tantangan CSR dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat pada Rabu (31/10) di Hotel Aryaduta Jakarta.

“Jadi sebetulnya reputasi perusahaan itu enggak dari mana-mana asalnya melainkan dari CSR, kinerjanya, perilakunya, dan komunikasinya. Kemudian banyak keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan dalam CSR. Yaitu keuntungan operasional, keuntungan reputasional dan keuntungan finansial secara langsung,” demikian jelasnya.

Menurutnya ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menghasilkan CSR yang mampu membangun reputasi perusahaan. Pertama adalah kinerja, ini kita itu harus melihat apa saja kinerja ekonomi, sosial maupun kinerja lingkungan yang akan ditingkatkan. Caranya dengan mulai membuat kebijakan yang benar, membuat strategi, prosedur. Kemudian dengan meningkatkan pengelolaan manajemennya, mulai dari perencanaan sampai monitoring dan evaluasi.

“Kemudian yang kedua adalah behaviour atau perilaku dan perilaku ini bukan cuma perilaku para petinggi perusahaan saja, tapi semuanya yang terlibat dalam organisasi. Bahkan studi yang saya lakukan banyak membuktikan bahwa perilaku kontraktornya perusahaan ternyata juga dianggap sebagai perilaku perusahaan. Jadi perusahaan itu harus menjaga betul akan hal itu,” terangnya.

Berikutnya adalah soal komunikasi untuk membangun reputasi juga sangat penting dan harus diingat pula bahwa komunikasi yang dilakukan harus mencerminkan perfomrnace dan behaviour itu tadi. Ini dilakukan secara tidak berlebihan ataupun denga pengurangan tertentu. Semua harus sesuai dengan fakta yang ada. Jadi nantinya tidak ada kegiatan CSR dari perusahaan-perusahaan yang sebetulnya jelek kinerjanya, tapi yang terus-menerus dikomunikasikan itu hanya kegiatan CSR saja misalnya, padahal yang dikomunikasikan seharusnya bukan hanya kegiatan tetapi juga kinerja.

“Kemudian yang paling akhir adalah bahwa semuanya itu harus otentik. Jadi kalau perusahaan itu tidak bisa menunjukkan bahwa sebetulnya perilaku kinerjanya itu memang benar setinggi itu atau ini kinerja katrolan, atau kebetulan perilaku kinerjanya tinggi. Nah, itu enggak otentik. Kemudian juga harus ada kejelasan apakah seluruh CSR ini motivasinya memang otentik, yaitu untuk keberlanjutan dan bermanfaat bagi stakeholders ataupun untuk perusahaan. Nah otentitas ini sekarang menjadi sangat penting dari keseluruhan dalam membangun reputasi perusahaan,” ungkapnya lebih jauh.


Sumber :

https://www.intipesan.com/jalal-reputasi-perusahaan-berasal-dari-kegiatan-csr/

Reverse Vending Machine

Bekas botol plastik kini bisa ditukar Gopay hingga Shopeepay

AQUA bekerjasama dengan Alfamart dan PlasticPay menyediakan AQUA Reverse Vending Machine (RVM) atau Mesin Penukaran Botol plastik pasca-konsumsi guna mempermudah pengelolaan sampah botol plastik.

Tahap pertama, mesin akan ditempatkan di lima toko Alfamart yang berlokasi di Jakarta dan Tangerang.

"Bagi Danone-AQUA, inisiatif ini merupakan bagian dari komitmen kami yang diwujudkan melalui gerakan #BijakBerplastik yang diluncurkan sejak 2018. Gerakan ini selain bertujuan mempertegas posisi perusahaan sebagai pelopor pengumpulan dan daur ulang kemasan plastik pasca-konsumsi, juga untuk mendukung ambisi pemerintah mengurangi sampah plastik yang masuk ke lautan sebesar 70 persen di 2025," kata kata VP General Secretary Danone Indonesia, Vera Galuh Sugijanto dalam siaran pers pada Kamis.

Kemasan botol plastik bekas minuman yang ditukarkan di dalam mesin akan mendapatkan poin yang bisa ditukar dengan sejumlah uang di berbagai dompet digital.

Untuk kemasan botol plastik PET pasca-konsumsi dengan merk Danone-AQUA diberikan reward 100 poin per botol, sementara untuk botol PET bekas merk lain mendapat reward 50 poin per botolnya.

Poin-poin yang diperoleh dari setiap pengumpulan sampah botol plastik dapat ditukarkan dengan Gopay, Dana, LinkAja, OVO, Shopeepay, dan juga sedang diproses untuk bisa ditukarkan dengan Alfagift Points.

Untuk mendapatkan poin, pertama, pengguna harus mengunduh aplikasi PlasticPay pada smartphone dan melakukan registrasi. Kemudian membawa kemasan botol plastik PET paska konsumsi ke lokasi AQUA RVM terdekat. Memindai barcode pada botol plastik PET pasca-konsumsi, sebelum memasukkannya ke dalam mesin RVM. Terakhir, konsumen cukup memindai QRCODE yang muncul pada mesin menggunakan aplikasi PlasticPay, diakhiri dengan mengklik “AmbilPoin” pada aplikasi PlasticPay.

Dengan mekanisme ini, AQUA RVM diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk mendorong masyarakat untuk mengumpulkan kemasan botol plastik pasca-konsumsi mereka, sehingga mengurangi sampah plastik yang tidak terkumpul dan terkelola dengan benar.

Corporate Affairs Director Alfamart, Solihin mengapresiasi kerjasama dengan Danone AQUA untuk karena ikut berkontribusi memberikan solusi bagi pengelolaan sampah plastik di Indonesia. Komitmen Alfamart Sahabat Bumi ditunjukkan dengan kerjasama untuk menginisiasi alternatif baru bagi masyarakat untuk ikut bijak mengelola kemasan botol plastik pasca-konsumsi.

"Kami melihat jaringan kami yang berjumlah lebih dari 16.000 gerai dan tersebar di seluruh Indonesia merupakan kekuatan luar biasa yang dapat dimanfaatkan untuk mengedukasi masyarakat sekaligus memberi kemudahan bagi mereka untuk dapat berperan aktif mendukung pengelolaan sampah plastik yang menjadi salah satu prioritas pemerintah saat ini," katanya.

Komitmen Alfamart sebagai sahabat bumi untuk lingkungan, tambahnya, sudah ditunjukkan dengan mengurangi konsumsi plastik belanja sejak tahun 2016. Selain itu, kegiatan untuk menjaga lingkungan hidup juga intens dilakukan dengan melakukan penanaman pohon secara massal di seluruh wilayah Indonesia.

Suhendra Setiadi, CEO PlasticPay mengatakan melalui kerjasama dengan Danone-AQUAdan Alfamart, perusahaan yang memiliki komitmen daur ulang kemasan botol plastik pasca-konsumsi yang kuat dan jaringan toko yang luas, PlasticPay optimistis dapat menjangkau masyarakat Indonesia yang lebih luas sehingga menjadikan reverse vending machine yang merupakan seratus persen karya anak bangsa ini dapat berkontribusi secara maksimal dalam pengelolaan sampah plastik di Indonesia secara berkelanjutan.

"Prosesnya, seluruh kemasan botol plastik paska konsumsi yang terkumpul dalam AQUA RVM akan diambil oleh mitra pengumpul sampah plastik Danone-AQUA dan langsung di bawa ke RBU (Recycle Business Unit) binaan Danone-AQUA yang berada di 6 lokasi, termasuk di Jakarta dan Tangerang Selatan. Kemasan botol plastik pasca-konsumsi yang terkumpul kemudian akan diolah menjadi plastik PET daur ulang yang digunakan kembali sebagai bahan baku di seluruh kemasan botol AQUA,” tambahnya

Mengacu pada hasil riset yang dilakukan oleh Sustainable Waste Indonesia (SWI) daur ulang sampah plastik di Indonesia masih tergolong kecil yaitu di bawah angka 10 persen, untuk itu diperlukan upaya inovatif untuk meningkatkan laju pengumpulan dan daur ulang kemasan plastik bekas.


Sumber :

https://id.berita.yahoo.com/bekas-botol-plastik-kini-bisa-062820525.html

Wednesday, January 19, 2022

Sejarah Arbour Day

Apa Itu Hari Gerakan Satu Juta Pohon, Ketahui Sejarah Arbour Day

Hari satu juta pohon diperingati di Nebraska. Hari gerakan satu juta pohon disebut juga dengan hari Arbour dalam bahasa latin. Sudahkah Anda mengenal apa itu hari gerakan satu juta pohon yang diperingati setiap tanggal 10 Januari?

Kalau belum, silahkan simak penjelasan tentang apa itu hari gerakan satu juta pohon dalam artikel ini. 

Apa itu Hari Gerakan Satu Juta Pohon?

Dikutip dari arborday.com, apa itu hari gerakan satu juta pohon dapat kita bahas dari sejarahnya yang dimulai dari Nebraska. Nebraska adalah sebuah kota yang kekurangan pohon di masa lalu.

Penduduk harus hidup tanpa pohon yang mereka butuhkan sebagai pemecah angin dan untuk menjaga tanah tetap kuat di tempatnya, untuk bahan bakar dan bahan bangunan, dan untuk naungan dari terik matahari. Masyarakat Nebraskan sangat membutuhkan pohon.

Suatu ketika editor surat kabar Nebraska - dan penduduk Nebraska City, NE - J. Sterling Morton memiliki antusiasme untuk menanam pohon dan menganjurkan pada setiap individu dan kelompok sipil untuk menanamnya. Begitu sang editor itu terpilih sebagai sekretaris untuk wilayah Nebraska, secara masif ia terus menyebarkan pesannya tentang nilai pohon dan mengajak orang-orang untuk menanam pohon.

Lalu pada tanggal 4 Januari 1872, Morton pertama kali mengusulkan hari khusus untuk menanam pohon yang di kemudian hari kita kenal dengan sebutan Hari Arbor. Sebutan itu disahkan pada pertemuan Dewan Pertanian Negara.

Pada hari Arbor pertama, yang ditetapkan pada 10 April 1872, sejumlah 1 juta pohon dihadiahkan oleh pemerintah kepada setiap kabupaten di wilayah Nebraska. Pohon-pohon itu kemudian dibagikan kepada setiap individu untuk ditanam bersama-sama dengan setiap orang yang tinggal di satu lingkungan yang sama. 

Lebih lanjut, Arbor Day secara resmi diproklamasikan pada tahun 1874 oleh Gubernur Nebraska, Robert W. Furnas, dan hari itu terjadi pada tanggal 10 April tahun 1872. 

Pada tahun 1885, Arbor Day dinobatkan sebagai hari libur negara secara legal di Nebraska, dan 22 April dipilih sebagai tanggal untuk perayaan dan menjadi hari untuk menanam bersama. 

Banyak negara bagian lain juga mengeluarkan undang-undang mengikuti dan merayakan Hari Arbor setiap tahun. Pada tahun 1920, lebih dari 45 negara bagian dan wilayah merayakan Hari Arbor. Dan tradisi penanaman pohon menjadi menonjol di sekolah-sekolah di seluruh negeri pada tahun 1882. Bersamaan dengan itu, anak-anak sekolah juga belajar tentang pentingnya pohon serta menerima pohon untuk ditanam di halaman mereka sendiri.

Hari Arbor dirayakan di seluruh 50 negara bagian. Tanggal yang paling umum untuk peringatan negara adalah Jumat terakhir di bulan April - Hari Arbor Nasional.

Tetapi sejumlah Hari Arbor negara bagian pada waktu lain bertepatan dengan cuaca penanaman pohon terbaik, dari Januari dan Februari di selatan hingga Mei negara bagian lain.

Oleh karena itu Nebraska City, dinobatkan sebagai kota kelahiran hari Arbor. Perayaan yang baik ini diikuti masyarakat di seluruh dunia. Orang-orang yang peduli pada lingkungan berkumpul setiap tahun untuk merayakan apa itu hari gerakan satu juta pohon dan menanam pohon dengan harapan untuk hari esok yang lebih hijau.


Kenapa 10 Januari Jadi Hari Gerakan Satu Juta Pohon?

Lalu kenapa setiap tanggal 10 Januari akhirnya jatuh menjadi perayaan hari gerakan satu juta pohon di dunia? Jawabnya karena seperti yang disebutkan di atas, ada negara-negara yang memiliki cuaca terbaik untuk menanam pohon.

Rata-rata, itu terjadi pada bukan Januari dan Februari, ada juga yang bulan Mei. Di Indonesia sendiri secara khusus, hari gerakan satu juta pohon ditetapkan pada 10 Januari 1993 pertama kali oleh Presiden Soeharto.

Hal itu berhubungan dengan cuaca terbaik untuk menanam pohon di Indonesia pada bulan Januari. Sejak itu, Indonesia meramaikan gerakan satu juta pohon setiap tanggal 10 Januari setiap tahunnya. 


Gerakan Sederhana Yang Sangat Berharga

Gerakan sederhana menanam pohon setiap tanggal 10 Januari mungkin terdengar sepele, tidak seperti perayaan hari-hari lainnya. Namun, gerakan sederhana ini dapat menyelamatkan kita dari bencana. Pohon memiliki banyak fungsi bagi kehidupan manusia.

Kita membutuhkan pohon untuk memecah angin, untuk mempertahankan kontur tanah agar kita terhindar dari bencana tanah longsor, untuk mengikat nutrisi dalam tanah yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berbuah, dan masih banyak fungsi lainnya. Intinya, pohon sangat penting untuk kehidupan umat manusia. 

Demikian itu, informasi singkat terkait dengan apa itu hari gerakan satu juta pohon yang diperingati setiap pada tanggal 10 Januari.


Sumber :

https://www.suara.com/news/2022/01/09/203737/apa-itu-hari-gerakan-satu-juta-pohon-ketahui-sejarah-arbour-day?page=all

Hari Gerakan Satu Juta Pohon

Hari Gerakan Satu Juta Pohon 10 Januari bertujuan untuk mengetahui kelestarian pohon yang berguna bagi kehidupan umat manusia. Hari Gerakan Satu Juta Pohon akan kembali diperingati pada tanggal 10 Januari 2022 oleh masyarakat sedunia. 

Meskipun tidak banyak selebrasi yang digelar untuk memperingati hari tersebut, namun, peringatan tetap bersifat penting sebagai upaya untuk mengetahui kelestarian pohon yang berguna bagi kehidupan umat manusia. 

Sementara itu di negara Indonesia, melansir dari laman National Geographic, pemerintah mulai menerapkan kebijakan soal kelestarian pohon baru melalui Gerakan Satu Miliar Pohon

Mantan Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan pada bulan November 2012 pernah mengatakan bahwa penanaman pohon dari Januari hingga Oktober 2012 telah mencapai 732 juta pohon atau sudah memenuhi 70 persen dari target satu miliar batang. 

Langkah penanaman pohon juga sebaiknya diimbangi dengan adanya perawatan, sehingga pohon yang telah ditanam dapat tumbuh dengan baik. Menurut Sri Suci Utami seorang Akademisi dari Fakultas Biologi Universitas Nasional menjelaskan bahwa bukan hanya bentuk penanaman yang penting, tapi juga perawatan pohon yang ditanam juga penting. 

Selain itu, Sri Suci Utami juga menjelaskan bahwa penanaman pohon juga harus mempertimbangkan keanekaragaman pohon, sehingga, pohon-pohon yang ditanamkan tidak hanya berfokus kepada yang bernilai ekonomi seperti pohon jati dan pohon sengon. 


Manfaat Pohon dan Hutan 

Hutan dan Pohon merupakan dua unsur yang diperlukan bagi berlangsungnya kehidupan manusia. Dikutip dari laman Tree Hugger, hutan menutupi hampir sepertiga dari seluruh daratan di Bumi, menyediakan infrastruktur organik penting bagi beberapa koleksi kehidupan yang paling padat dan paling beragam di planet ini. 

Kemudian, hutan juga mendukung spesies yang tak terhitung jumlahnya, termasuk manusia. Adapun beberapa alasan utama pentingnya hutan dan pohon bagi kehidupan manusia sebagai berikut: 

1. Memelihara Tanah dan Menjaga Bumi Tetap Dingin 

Pohon punya cara lain untuk mengalahkan panas dengan menyerap CO2 yang memicu pemanasan global. Tumbuhan selalu membutuhkan sejumlah CO2 untuk fotosintesis, tetapi udara di bumi sekarang begitu pekat dengan emisi ekstra sehingga hutan melawan pemanasan global hanya dengan bernapas. CO2 disimpan dalam kayu, daun dan tanah, seringkali selama berabad-abad. Selain menahan tanah pada tempatnya, hutan juga dapat menggunakan fitoremediasi untuk membersihkan polutan tertentu. Pohon dapat mengeluarkan racun atau menurunkannya menjadi kurang berbahaya. Ini adalah keterampilan yang berguna, membiarkan pohon menyerap luapan limbah, tumpahan pinggir jalan atau limpasan yang terkontaminasi. 

2. Sebagai Penyerap Karbon 

Hutan dapat membersihkan polusi udara dalam skala yang jauh lebih besar, dan bukan hanya CO2. Pohon menyerap berbagai polutan di udara, termasuk karbon monoksida, sulfur dioksida, dan nitrogen dioksida. Di AS, pohon perkotaan diperkirakan dapat menyelamatkan 850 nyawa per tahun dan total biaya perawatan kesehatan sebesar $6,8 miliar hanya dengan menghilangkan polutan dari udara. Pohon juga bisa menjadi penghalang kebisingan alam yang populer. Efek meredam sebagian besar disebabkan oleh gemerisik daun ditambah suara putih hutan lainnya, seperti nyanyian burung dan hanya beberapa pohon yang ditempatkan dengan baik dapat memotong suara latar sebesar 5 hingga 10 desibel, atau sekitar 50% yang didengar oleh telinga manusia. 

3. Menyediakan Makanan Sehat untuk Jutaan Orang dan Spesies Lainnya 

Pohon tidak hanya menghasilkan buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian dan getah, tetapi juga memungkinkan terjadinya tumpah ruah berbagai makanan di lantai hutan, dari jamur yang dapat dimakan, beri dan kumbang hingga binatang buruan yang lebih besar seperti rusa, kalkun, kelinci, dan ikan. 

4. Saluran Air Alami 

Hutan seperti spons raksasa yang menyerap limpahan air daripada membiarkannya jatuh ke permukaan, tetapi tidak bisa menyerap semuanya. Air yang melewati akar di pohon akan menetes ke akuifer, mengisi kembali persediaan air tanah yang penting untuk minum, sanitasi, dan irigasi di seluruh dunia. 

5. Menampung 80% Keanekaragaman Hayati di Bumi 

Hampir setengah dari spesies yang ada di bumi hidup di hutan, termasuk 80% keanekaragaman hayati di darat. Varietas itu sangat kaya di hutan hujan tropis, tetapi hutan penuh dengan kehidupan di sekitar planet ini. Serangga dan cacing menghasilkan nutrisi ke dalam tanah, lebah dan burung menyebarkan serbuk sari dan biji-bijian, dan spesies seperti serigala dan kucing besar menjaga herbivora yang lapar tetap terkendali. Keanekaragaman hayati adalah masalah besar, baik untuk ekosistem maupun ekonomi manusia, namun semakin terancam di seluruh dunia oleh deforestasi.


Sumber :

https://tirto.id/hari-gerakan-satu-juta-pohon-10-januari-dan-manfaat-menanam-pohon-gndi

Sunday, January 16, 2022

Benua Arktik Mulai Tenggelam

Tanda-Tanda Kiamat Makin Dekat? Benua Arktik Mulai Tenggelam

12 January 2022 21:20

Perubahan iklim mulai mengancam Benua Arktik. Laporan terbaru menunjukan pencairan es di kutub dapat merusak lebih dari 50% infrastruktur benua itu pada 2050 mendatang.

Dalam jurnal yang diterbitkan Nature Review Earth & Environment, permafrost atau tanah beku, telah memanas antara 0,3 dan 1,0 derajat Celcius per dekade sejak tahun 1980-an. Hal ini dapat menambah banyak deretan es yang mencair.

"Infrastruktur dalam masalah," kata rekan penulis laporan Dmitry Streletskiy, seorang ahli geografi di Universitas George Washington dikutip Straits Times, (12/1/2022).

"Tapi itu tidak seperti gempa bumi. Ini adalah proses yang relatif lambat, yang memberi kita cukup waktu untuk mencegah beberapa kerusakan."

Para ilmuwan mengatakan tren ini akan berlanjut seiring dengan meningkatnya perubahan iklim. Dari citra satelit, mereka memperkirakan bahwa setidaknya 120.000 bangunan, 40.000 km jalan, dan 9.500 km jaringan pipa terancam digenangi oleh pencairan ini.

"Ini jauh lebih mendesak bagi orang-orang yang tinggal dan bekerja di lapisan es," ujar ahli geofisika di University of Alaska Fairbanks, Vladimir Romanovsky.

Selain di kutub, bencana akibat perubahan iklim sendiri juga telah terjadi di beberapa negara dunia. Terbaru, para analis lingkungan menyebut banjir yang terjadi di Malaysia merupakan efek dari bencana ekologis itu. Pasalnya, cakupan hujan lebih luas hingga ke Barat dan Tengah negara itu dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang hanya terjadi di pantai Timur.


Sumber :

https://www.cnbcindonesia.com/news/20220112183130-4-306841/tanda-tanda-kiamat-makin-dekat-benua-arktik-mulai-tenggelam

Thursday, January 13, 2022

RDF (Refuse Derived Fuel) Explained

In recent years, collecting materials for recycling has become common practice in households, small businesses and large organisations worldwide. By now it is fair to say we are all aware of the issues and facts surrounding landfill (maybe with thanks to our previous post) but how much do you know about the alternative methods now being used?

Not much? Well we see it as our job to change that. After all, these alternative methods play a vital role in our economy and environment – set to change the way in which we fuel our world.


RDF Defined

RDF stands for Refuse Derived Fuel. This fuel is produced from combustible components that the industry calls Municipal Solid Waste – MSW for short. This waste, usually taken from industrial or commercial sites, is shred, dried, baled and then finally burned to produce electricity. Refuse Derived Fuel is a renewable energy source that ensures waste simply isn’t thrown into a landfill and instead, put to good use. 

The World Business Council for Sustainable Development explains: “Selected waste and by-products with recoverable calorific value can be used as fuels in a cement kiln, replacing a portion of conventional fossil fuels, like coal, if they meet strict specifications. Sometimes they can only be used after pre-processing to provide ‘tailor-made’ fuels for the cement process.”

RDF has many facets, meaning it can be further specified into TDF (Tyre Derived Fuels), SRF (Solid Recovered Fuels) and AF (Alternative Fuels).


What Types of Materials Are Processed?

As mentioned above, various ‘combustible components’ can be processed for RDF. Such components include non-recyclable plastics, paper cardboard, labels and generally ‘corrugative’ materials. The variety of materials able to be processed and turned into Refuse Derived Fuel means that this practice poses huge environmental benefits, as less and less fossil fuels will be required in coal fired power plants, lime plants or cement plants.


What Production Steps Are Involved in RDF?

Because RDF can process such a variety of materials, there are different techniques to ensure the creation of a homogenous material that can be used as a substitute fossil fuel and act as a reduction agent in steel furnaces. The most common way of extracting RDF from Municipal Solid Waste is to combine mechanical and biological treatments methods. Such methods include, but are not limited to:

  • Size screening
  • Coarse shredding
  • Bag splitting
  • Shredding
  • Magnetic separation
  • Refining separation


Is This A Landfill Alternative?

Not only is this a viable landfill alternative, this is an eco-friendly option. And more so than you may first think.

The amount of RDF being exported has grown exponentially in recent years, in an attempt to meet landfill diversion targets. According an extensive report carried out by Dutch energy firm AEB, “exporting waste is more environmentally beneficial than landfilling it in the UK if it travels within 2,300 kilometres by boat or 1,265 kilometres by road.”

With that in mind, it is clear that the UK has a responsibility to not only utilise current RDF plants but also encourage the construction and development of RDF facilities on home soil – saving the environment and improving our economy!

It’s a win-win. If you’re in, head over to our Twitter or Facebook to be kept up to date of our waste management, sustainable supply chain and renewable energy news and ideas. UK infrastructure is forever improving and as a company we are focused on increasing opportunities for our customers to use RDF locally.


Sumber :

https://www.broadgroup.com/news/rdf-refuse-derived-fuel-explained

Wednesday, January 12, 2022

Sustainability Is the Supply Chain Issue Nobody’s Talking About

Detrimental practices have become the norm despite stated brand values
By Kate Watts
|December 22, 2021


Brands that are early and committed adopters of a green supply chain will have an upperhand.

Editor’s note: This piece is part of our Columnist Network series, which explores the tactical thoughts and actions from Adweek’s community of high-level experts. Today, Long Dash’s Kate Watts reviews the environmental impact of shipping and delivery services. Below, in her own words, she says a brand’s expression of values must extend to its supply chain.

As supply chain challenges dominate global headlines, it strikes me that the absolute impact a brand’s supply chain has on the consumer experience has been radically underestimated, underreported and under-scrutinized. The bulk of today’s news focuses on low supply, shipping delays, rising costs, worker shortages and the case for automation. Little attention is paid to how a brand’s supply chain, the invisible backbone of a consumer goods business, truly manifests a brand’s core purpose. 

Given how much attention we pay to the growing power a brand’s values play in consumer decision-making and loyalty, it is surprising that marketers and executives rarely move topics of customer engagement beyond the well-worn topics du jour: “omnichannel strategy,” “end-to-end customer service” or “enterprise-wide ESG.” All of these initiatives rely on the seemingly banal yet critical supply chain process—arguably the most profound articulation of a brand’s mission.


Dispel the myth that speed is everything
Many brands speak to corporate values in broad terms but fall short delivering on them tactically. Companies that choose fast delivery and low-cost materials over a more sustainable supply chain are betting on the false narrative that consumers prioritize convenience and price above all.

Amazon has certainly upped the instant gratification ante, but this is a precarious growth model. Consumers may seem focused on on-demand delivery and abundant supply, especially during the competitive holiday season, but grave environmental implications will outweigh convenience. An EY study earlier this year found that 84% of consumers feel sustainability is important when making purchase decisions, and 61% want more information to help make more sustainable choices.

Emissions from road-based travel and transport are an alarming 70% higher than they were at the beginning of the millennium. This is primarily due to the proliferation of fuel-hungry vehicles like SUVs and increased shipping through vendors like Amazon. In fact, the Amazon last-mile delivery model can result in up to 35 times more greenhouse gas emissions than a fully loaded delivery truck. Amazon’s own sustainability report demonstrated a 19% rise in carbon emissions in 2020, in fact.

As the effects of climate change become even more conspicuous, this transport model will become deeply scrutinized, likely losing favor with consumers. The brands that have not aligned their supply chain practices with environmental values may struggle as a result. Conversely, brands that are early and committed adopters of a green supply chain will have an upperhand.

Pursue unwavering supply chain transparency 
Brands’ supply chains are responsible for 90% of their ecological footprint. Therefore, any brand that publicly states or markets a commitment to the environment must address its supply chain. This encompasses supply procurement, packing and shipping, and last-mile delivery—all services that are usually sourced through third-party service suppliers.

Yet, these blind spots are common. A McKinsey report released last month showed fewer than 50% of companies surveyed had visibility into their Tier 1 suppliers and only 2% had visibility beyond their second tier suppliers. 

Industrial-level culture change begins when brands actively and publicly seek partners with an ecological commitment that matches their own. Companies may do a good job of reducing in-house emissions, but if their suppliers and partners do not mirror these same efforts and values, their own in-house efforts could appear performative or superficial. 

In contrast, Starbucks has claimed 99% of its coffee is ethically sourced since 2015. To get there, Starbucks built a supply chain with suppliers that met specific and high sustainability standards. This required employing third-party auditors to uphold CAFÉ Practices or Fair Trade standards for agriculture practices, emission levels, labor policies and more. Starbucks committed to long-term partnerships with its suppliers, understanding that continuing to buy from these suppliers made it fiscally possible for it to pursue higher sustainability standards. 

Create a branded supply chain
When a business truly understands and owns a values-driven supply chain, a powerful story unfolds. Brands are able to not only communicate but also demonstrate how they prioritize sustainability. They can humanize and contextualize the challenge in a manner that reinforces how brands’ and consumers’ values align.

Plant-based Impossible is able to track the minimal ecological footprint of its products compared to real meat and shares this data with consumers through an impact calculator. Clothing retailers like Ecologyst can create constant touch points with consumers with their offer to mend any wear and tear as a means of reducing waste. Athleisure challenger brand Girlfriend Collective says its high-performance clothing made from recycled water bottles take longer to arrive because they purposefully choose shipping methods that reduce carbon emissions. 

It is through a brand’s supply chain that its values are tested, its priorities are laid bare and its environmental impact is exposed. Brands must choose to invest in building a supply chain that inspires loyalty now or lose time—and face—playing catch-up later. 


Sumber :
https://www-adweek-com.cdn.ampproject.org/c/s/www.adweek.com/brand-marketing/sustainability-is-the-supply-chain-issue-nobodys-talking-about/amp/

Wednesday, January 5, 2022

Ekonomi Sirkular Ciptakan 3,3 Juta Lapangan Kerja Baru

Ekonomi Sirkular Bakal Ciptakan 3,3 Juta Lapangan Kerja Baru bagi Perempuan

06 Jan 2022, 12:30 WIB

Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, Medrilzam, coba memaparkan peluang investasi bisnis hijau pada ekonomi sirkular. Salah satunya terkait penciptaan lapangan kerja baru.

Medrilzam memproyeksikan, investasi bisnis hijau pada ekonomi sirkular bakal menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru pada 2030 mendatang, dimana 75 persen atau 3,3 juta diantaranya jadi porsi kaum hawa.


Pemerintah Target Seluruh Warga Bisa Akses Air Minum Perpipaan di 2030

"Ada penciptaan 4,4 juta lapangan kerja baru kalau misalnya ini bisa kita laksanakan dengan baik, 75 persen dari total pekerjaan merupakan tenaga kerja perempuan," paparnya dalam sesi webinar, Kamis (6/1/2022).

Selain penciptaan lapangan kerja, investasi bisnis hijau pada ekonomi sirkular juga dapat meningkatkan produk domestik bruto (PDB) pada kisaran Rp 593-638 triliun di 2030.

"Dari hasil kajian yang sudah kami buat, ternyata sirkular ekonomi bila diterapkan kontribusi PDB-nya sangat-sangat besar, hampir Rp 600 triliun rata-rata," jelas Medrilzam.

Ekonomi sirkular pun tentunya bakal mengurangi timbulan limbah sebesar 18-52 persen dibandingkan business as usual pada 2030. Sehingga berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 126 juta ton karbon dioksida.

"Juga tentunya karena dia sirkular ini bisa mengurangi timbulan limbah cukup-cukup besar bila dibandingkan dengan business as usual. Secara otomatis emisi pun bisa kita turunkan," tutur dia.


Sudah Ada Hasil

Menurut Medrilzam, seluruh proyeksi tersebut bukan hanya mimpi belaka. Sebab, sudah ada beberapa negara maju yang menerapkan pola ekonomi sirkular, dan telah mendapatkan hasilnya.

"Ini kesannya memang seperti mimpi, tapi di luar negeri ini sudah mulai mengarah ke sana. Bahkan sudah ada beberapa negara mulai men-declare bahwa hampir sebagian besar produk-produknya dihasilkan dari proses sirkular ekonomi," tandasnya.


Sumber :

https://www.liputan6.com/bisnis/read/4852662/ekonomi-sirkular-bakal-ciptakan-33-juta-lapangan-kerja-baru-bagi-perempuan