Pages

Friday, March 14, 2025

Tren CO₂ Atmosfer vs. Perubahan Suhu Global

Perubahan iklim adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Peningkatan konsentrasi karbon dioksida (CO₂) di atmosfer telah berkontribusi secara signifikan terhadap pemanasan global. Selama beberapa dekade terakhir, berbagai konferensi dan perjanjian internasional telah dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim. Artikel ini akan membahas bagaimana tren CO₂ atmosfer berkorelasi dengan perubahan suhu global, serta menyoroti peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah aksi iklim global.


Korelasi CO₂ Atmosfer dengan Perubahan Suhu Global

Para ilmuwan telah mencatat peningkatan drastis dalam kadar CO₂ atmosfer sejak era industri. CO₂ adalah gas rumah kaca utama yang memerangkap panas di atmosfer, menyebabkan suhu rata-rata global meningkat.

📈 Tren utama:

  • Sejak era pra-industri, konsentrasi CO₂ telah meningkat dari sekitar 280 ppm menjadi lebih dari 420 ppm pada tahun 2024.
  • Suhu global rata-rata telah meningkat sekitar 1,2°C sejak akhir abad ke-19.
  • Periode terpanas dalam sejarah modern terjadi dalam beberapa dekade terakhir, dengan tahun 2016 dan 2023 menjadi salah satu tahun terpanas yang pernah tercatat.

Untuk memahami bagaimana tren ini berkembang, mari kita lihat beberapa tonggak sejarah utama dalam aksi perubahan iklim global.


Tonggak Sejarah Penting dalam Perubahan Iklim

1979: Konferensi Iklim Dunia Pertama

Pada tahun 1979, Konferensi Iklim Dunia Pertama diselenggarakan oleh World Meteorological Organization (WMO) di Jenewa, Swiss. Ini adalah pertama kalinya para ilmuwan dari berbagai negara berkumpul untuk membahas dampak peningkatan gas rumah kaca terhadap perubahan iklim global. Konferensi ini menjadi dasar bagi penelitian iklim selanjutnya dan menyoroti perlunya tindakan global untuk mengurangi emisi CO₂.


1990: Laporan Penilaian Pertama IPCC

Pada tahun 1990, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menerbitkan laporan penilaiannya yang pertama. Laporan ini menegaskan bahwa:

  • Konsentrasi CO₂ telah meningkat secara signifikan akibat aktivitas manusia.
  • Pemanasan global adalah fenomena nyata yang akan berdampak pada cuaca, permukaan laut, dan ekosistem global.
  • Tindakan global diperlukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Laporan ini menjadi dasar bagi Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), yang kemudian ditandatangani pada KTT Bumi tahun 1992 di Rio de Janeiro.


1995: Konferensi Perubahan Iklim PBB Pertama (COP1)

Pada tahun 1995, Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP1) pertama diadakan di Berlin, Jerman. Konferensi ini memperkuat kebutuhan akan perjanjian internasional yang lebih kuat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. COP1 menjadi titik awal bagi negosiasi menuju Protokol Kyoto, yang disepakati beberapa tahun kemudian.

📊 Tren CO₂ dan suhu pada 1995:

  • Konsentrasi CO₂ sekitar 360 ppm.
  • Suhu global telah meningkat sekitar 0,5°C dibandingkan era pra-industri.

2005: Protokol Kyoto Mulai Berlaku

Protokol Kyoto, yang disepakati pada tahun 1997, akhirnya mulai berlaku pada 16 Februari 2005, setelah Rusia meratifikasinya. Ini adalah perjanjian internasional pertama yang mengikat negara-negara maju untuk mengurangi emisi gas rumah kaca berdasarkan target yang ditentukan.

🔍 Poin utama Protokol Kyoto:

  • Negara maju diwajibkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 5,2% di bawah tingkat tahun 1990 dalam periode 2008-2012.
  • Mekanisme perdagangan karbon diperkenalkan sebagai cara untuk mencapai target pengurangan emisi.
  • Negara berkembang tidak diwajibkan memiliki target pengurangan emisi, tetapi didorong untuk berpartisipasi.

📊 Tren CO₂ dan suhu pada 2005:

  • Konsentrasi CO₂ mencapai 380 ppm.
  • Suhu global telah meningkat sekitar 0,7°C dibandingkan era pra-industri.

2010: Kesepakatan Kopenhagen (Copenhagen Accord)

Pada COP15 tahun 2009, diadakan Konferensi Kopenhagen, yang menghasilkan Kesepakatan Kopenhagen (Copenhagen Accord) pada tahun 2010.

🌍 Poin utama dari Kesepakatan Kopenhagen:

  • Mengakui perlunya membatasi kenaikan suhu global di bawah 2°C.
  • Menetapkan janji sukarela dari berbagai negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
  • Negara maju berkomitmen untuk memberikan dana US$100 miliar per tahun mulai 2020 untuk membantu negara berkembang dalam menangani perubahan iklim.

📊 Tren CO₂ dan suhu pada 2010:

  • Konsentrasi CO₂ mencapai 390 ppm.
  • Suhu global telah meningkat sekitar 0,9°C dibandingkan era pra-industri.

2015: Kesepakatan Paris (Paris Agreement)

Pada COP21 tahun 2015, Perjanjian Paris (Paris Agreement) diadopsi sebagai perjanjian iklim global baru untuk menggantikan Protokol Kyoto.

🔥 Poin utama dari Perjanjian Paris:

  • Bertujuan untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 2°C, dengan upaya lebih lanjut untuk membatasi hingga 1,5°C.
  • Negara-negara harus mengajukan target pengurangan emisi (NDC - Nationally Determined Contributions) yang diperbarui setiap lima tahun.
  • Meningkatkan pendanaan untuk aksi iklim di negara berkembang.

📊 Tren CO₂ dan suhu pada 2015:

  • Konsentrasi CO₂ mencapai 400 ppm.
  • Suhu global telah meningkat sekitar 1°C dibandingkan era pra-industri.

Kesimpulan

📌 Tren utama yang terlihat:

  1. Konsentrasi CO₂ atmosfer terus meningkat dari sekitar 280 ppm di era pra-industri menjadi lebih dari 420 ppm saat ini.
  2. Suhu global meningkat seiring dengan peningkatan CO₂, menunjukkan korelasi yang kuat antara keduanya.
  3. Meskipun berbagai konferensi dan perjanjian telah dilakukan, emisi global masih tinggi, dan lebih banyak aksi nyata diperlukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

💡 Masa Depan:

  • Implementasi penuh Perjanjian Paris menjadi kunci untuk menahan kenaikan suhu global.
  • Teknologi energi bersih dan kebijakan dekarbonisasi perlu dipercepat.
  • Kesadaran global dan keterlibatan sektor swasta semakin penting dalam menangani perubahan iklim.

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang tren CO₂ atmosfer dan perubahan suhu global, serta peran kebijakan iklim, kita dapat lebih berkontribusi dalam upaya menjaga bumi tetap layak huni untuk generasi mendatang. 🌎🔥

Thursday, March 6, 2025

Perbedaan Antara Linear Economy, Recycling Economy, dan Circular Economy

Dalam dunia industri dan bisnis, ada berbagai model ekonomi yang digunakan untuk mengelola sumber daya dan produksi barang. Tiga konsep utama yang sering dibandingkan adalah Linear Economy, Recycling Economy, dan Circular Economy. Ketiga model ini berbeda dalam cara mereka memanfaatkan sumber daya, mengelola limbah, dan mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Saat ini, Circular Economy semakin dipromosikan sebagai model terbaik untuk menciptakan keberlanjutan dalam ekonomi global. Namun, untuk memahami mengapa circular economy menjadi pilihan utama, kita harus memahami perbedaan antara ketiga model ekonomi ini.


1. Linear Economy: Model Ekonomi Tradisional yang Boros Sumber Daya

Linear Economy adalah sistem ekonomi konvensional yang mengikuti pola "take-make-dispose" (ambil, buat, buang). Model ini merupakan pendekatan paling sederhana dan telah digunakan selama bertahun-tahun dalam sistem industri modern.

Ciri-ciri Linear Economy:

  • Penggunaan sumber daya baru secara terus-menerus → Bahan baku diambil dari alam tanpa mempertimbangkan keterbatasan sumber daya.
  • Produksi dalam skala besar → Barang diproduksi dengan tujuan konsumsi massal, sering tanpa mempertimbangkan masa pakai panjang atau keberlanjutan.
  • Tidak ada sistem daur ulang atau pemanfaatan ulang → Produk yang telah digunakan langsung dibuang ke tempat pembuangan akhir.
  • Menciptakan banyak limbah → Karena tidak ada sistem pemanfaatan kembali, limbah dari model ekonomi ini sangat besar dan berkontribusi terhadap polusi lingkungan.

Dampak dari Linear Economy:

  1. Eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran yang menyebabkan degradasi lingkungan.
  2. Peningkatan limbah dan polusi, karena barang-barang dibuang tanpa ada proses daur ulang.
  3. Ketergantungan tinggi pada bahan mentah, yang bisa menyebabkan kelangkaan sumber daya dalam jangka panjang.

Model ekonomi linear ini mulai dipertanyakan karena dampak lingkungan yang ditimbulkannya sangat besar, terutama dengan meningkatnya limbah plastik, emisi karbon, dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali.


2. Recycling Economy: Langkah Awal Menuju Keberlanjutan

Recycling Economy adalah model ekonomi yang mulai menyadari pentingnya mengurangi limbah dengan mendaur ulang bahan yang masih dapat digunakan. Berbeda dengan linear economy yang membuang limbah langsung, recycling economy mencoba untuk memperpanjang masa pakai bahan dengan mengolah kembali produk yang sudah tidak terpakai.

Ciri-ciri Recycling Economy:

  • Masih berbasis produksi linear, tetapi dengan tambahan proses daur ulang untuk mengurangi limbah.
  • Limbah yang dapat didaur ulang dikumpulkan dan diproses ulang menjadi bahan baku baru.
  • Mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya alam baru, karena bahan baku dapat berasal dari material daur ulang.

Kelebihan Recycling Economy:

  1. Mengurangi jumlah limbah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir.
  2. Mengurangi ketergantungan pada bahan baku baru, karena beberapa bahan bisa digunakan kembali.
  3. Menghemat energi, karena mendaur ulang material tertentu seperti aluminium dan kaca membutuhkan lebih sedikit energi dibandingkan membuatnya dari bahan mentah.

Kekurangan Recycling Economy:

  1. Masih menghasilkan limbah, karena tidak semua bahan bisa didaur ulang sepenuhnya.
  2. Proses daur ulang membutuhkan energi dan sumber daya, sehingga tetap memberikan dampak lingkungan meskipun lebih kecil dibandingkan linear economy.
  3. Kualitas material daur ulang sering menurun → Tidak semua material bisa diproses ulang tanpa mengalami degradasi kualitas (contoh: plastik yang didaur ulang biasanya kurang kuat dibanding plastik baru).

Recycling Economy merupakan perbaikan dari Linear Economy, tetapi tetap memiliki kelemahan karena sistemnya masih berbasis konsumsi tinggi dan hanya mengurangi limbah dalam skala tertentu, bukan menghilangkannya.


3. Circular Economy: Ekonomi Berkelanjutan yang Meminimalkan Limbah

Circular Economy adalah model ekonomi yang paling berkelanjutan, karena bertujuan untuk menghilangkan limbah sepenuhnya dan menciptakan sistem produksi yang regeneratif. Circular Economy tidak hanya fokus pada daur ulang, tetapi juga pada desain produk yang memungkinkan penggunaan ulang, perbaikan, remanufaktur, dan pemanfaatan kembali bahan sebanyak mungkin.

Ciri-ciri Circular Economy:

  • Menggunakan kembali material yang sudah ada tanpa membuangnya ke lingkungan.
  • Produk dirancang agar dapat diperbaiki dan diperpanjang masa pakainya.
  • Mengutamakan pemakaian ulang dan remanufaktur sebelum mendaur ulang.
  • Mengurangi limbah hingga ke titik minimum atau bahkan nol (zero waste).
  • Menggunakan sumber daya secara berkelanjutan, termasuk energi terbarukan.

Kelebihan Circular Economy:

  1. Mengurangi eksploitasi sumber daya alam, karena bahan digunakan kembali sebanyak mungkin.
  2. Meminimalkan limbah dan polusi, karena limbah diolah kembali menjadi bahan baku.
  3. Menciptakan sistem ekonomi yang lebih efisien, dengan menekan biaya produksi dan meningkatkan inovasi dalam desain produk.
  4. Mengurangi emisi karbon, karena produksi baru berkurang dan lebih banyak barang digunakan kembali.
  5. Memberikan peluang bisnis baru, seperti industri perbaikan, penyewaan, dan remanufaktur.

Kekurangan Circular Economy:

  1. Membutuhkan perubahan besar dalam pola pikir dan kebiasaan konsumen.
  2. Membutuhkan investasi awal yang besar dalam desain produk, infrastruktur daur ulang, dan sistem logistik baru.
  3. Perlu kolaborasi dari semua pihak, mulai dari produsen, pemerintah, hingga konsumen, agar sistem ini bisa berjalan dengan efektif.

Circular Economy adalah sistem yang paling diharapkan untuk masa depan, karena tidak hanya mengurangi limbah tetapi juga menciptakan sistem ekonomi yang lebih efisien dan berkelanjutan.


Kesimpulan: Mana yang Terbaik?

Model EkonomiFokus UtamaDampak LingkunganKeuntunganKekurangan
Linear Economy"Take-Make-Dispose"Tinggi (Boros sumber daya & limbah besar)Produksi cepat & murahMerusak lingkungan & menciptakan limbah berlebih
Recycling EconomyDaur ulang sebagian limbahSedang (Mengurangi limbah, tetapi tidak menghilangkannya)Mengurangi kebutuhan bahan mentahTidak semua bahan bisa didaur ulang & butuh energi besar
Circular EconomyPenggunaan ulang, daur ulang, remanufakturRendah (Minim limbah, efisiensi tinggi)Keberlanjutan jangka panjang, hemat sumber dayaMembutuhkan perubahan sistem besar & investasi awal tinggi

Dari ketiga model ini, Circular Economy adalah solusi terbaik untuk menciptakan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Namun, transisi dari Linear Economy menuju Circular Economy membutuhkan upaya besar dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, perusahaan, dan konsumen.

Jika ingin menjaga sumber daya bumi untuk generasi mendatang, Circular Economy harus menjadi standar baru dalam industri dan bisnis. 🚀

Sunday, December 29, 2024

Inovasi Filter Mikroplastik

Teknologi Bulk Acoustic Wave untuk Penyaringan Mikroplastik Efektif

Mikroplastik adalah ancaman lingkungan yang semakin mendesak. Partikel-partikel plastik kecil ini, yang berukuran kurang dari 5 mm, telah mencemari ekosistem darat dan laut, bahkan masuk ke dalam rantai makanan manusia. Untuk mengatasi masalah ini, para ilmuwan mengembangkan teknologi inovatif berbasis Bulk Acoustic Wave (BAW) yang mampu menyaring mikroplastik secara efisien dari air.

Apa Itu Bulk Acoustic Wave (BAW)?

Bulk Acoustic Wave (BAW) adalah gelombang akustik yang merambat melalui medium padat atau cair. Dalam konteks penyaringan mikroplastik, teknologi ini memanfaatkan getaran ultrasonik untuk memisahkan partikel berdasarkan ukuran, densitas, dan sifat materialnya.

Prinsip utama teknologi BAW adalah menciptakan medan tekanan akustik yang dapat mengarahkan mikroplastik ke area tertentu dalam cairan. Proses ini bekerja tanpa memerlukan bahan kimia tambahan, menjadikannya solusi yang ramah lingkungan.

Cara Kerja Teknologi BAW dalam Penyaringan Mikroplastik

  1. Generasi Gelombang Akustik

    • Gelombang akustik dihasilkan menggunakan elemen piezoelektrik yang dikendalikan oleh generator frekuensi tinggi.
    • Getaran ultrasonik menciptakan medan tekanan dalam air yang mengandung mikroplastik.
  2. Pemisahan Mikroplastik

    • Mikroplastik terdorong menuju area tertentu berdasarkan massa dan ukuran partikelnya.
    • Partikel yang lebih kecil atau memiliki densitas lebih rendah akan merespons medan tekanan dengan cara yang berbeda dari partikel lainnya.
  3. Pengumpulan Mikroplastik

    • Mikroplastik yang telah dipisahkan kemudian dikumpulkan menggunakan perangkat penyaring tambahan atau sistem aliran.
    • Air yang sudah bersih dilepaskan ke lingkungan atau digunakan kembali.

Keunggulan Teknologi Bulk Acoustic Wave

  1. Efisiensi Tinggi
    Teknologi BAW dapat memisahkan partikel berukuran sangat kecil dengan tingkat presisi yang tinggi, menjadikannya solusi ideal untuk mikroplastik.

  2. Ramah Lingkungan
    Karena tidak menggunakan bahan kimia tambahan, teknologi ini mengurangi dampak lingkungan dibandingkan metode penyaringan konvensional.

  3. Fleksibilitas Aplikasi
    Sistem ini dapat diintegrasikan dalam berbagai jenis fasilitas pengolahan air, seperti instalasi air limbah domestik, industri, dan pemurnian air minum.

  4. Minim Pemeliharaan
    Teknologi ini menggunakan komponen yang tahan lama dan minim perawatan, sehingga mengurangi biaya operasional jangka panjang.

Aplikasi Potensial Teknologi BAW

  1. Pengolahan Air Limbah
    Diterapkan pada instalasi pengolahan limbah domestik dan industri untuk mencegah mikroplastik memasuki lingkungan perairan.

  2. Pemurnian Air Minum
    Membersihkan air dari partikel mikroplastik, meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

  3. Pemulihan Ekosistem Laut
    Teknologi ini dapat digunakan pada kapal atau instalasi terapung untuk menyaring mikroplastik langsung dari laut.

  4. Industri Pakaian
    Mencegah pelepasan mikroplastik dari serat sintetis selama proses pencucian dengan memasang filter BAW pada mesin cuci.

Tantangan dan Masa Depan Teknologi BAW

Meski menjanjikan, teknologi BAW menghadapi beberapa tantangan:

  • Skalabilitas: Memproduksi perangkat dalam skala besar dan biaya terjangkau masih menjadi kendala.
  • Energi: Operasi BAW memerlukan sumber daya energi yang stabil, sehingga perlu inovasi untuk meningkatkan efisiensi energi.

Namun, dengan meningkatnya perhatian terhadap polusi mikroplastik, investasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi BAW terus meningkat. Dalam waktu dekat, teknologi ini diharapkan menjadi salah satu solusi utama untuk mengatasi masalah mikroplastik global.

Kesimpulan

Teknologi Bulk Acoustic Wave adalah inovasi mutakhir yang mampu menyaring mikroplastik dengan cara yang efektif, ramah lingkungan, dan fleksibel. Dengan adopsi teknologi ini, dunia dapat mengambil langkah signifikan dalam melindungi ekosistem, meningkatkan kualitas air, dan mengurangi dampak buruk mikroplastik pada kesehatan manusia.


Sumber :

https://www.its.ac.id/news/en/2021/12/03/its-students-innovation-for-a-microplastic-free-ocean/

Trash Trap, Solusi Memerangi Mikroplastik

Plastik sudah banyak memudahkan hidup manusia dalam berbagai keperluan. Sifatnya yang ringan, mudah dibentuk, dan praktis membuat plastik banyak digunakan di beberapa produk sehari-hari.

Namun, siapa sangka plastik akan turut menjadi penyumbang sampah terbesar bagi bumi. Dikutip dari Republika, sekitar delapan juta ton sampah plastik terbuang dan terdeposit di lautan. Mengganggu kehidupan hewan-hewan laut di dalamnya juga menimbulkan ancaman mikroplastik bagi dunia.


Asal Muasal Mikroplastik

Mikroplastik adalah pecahan plastik yang berukuran kurang dari 5 mm. Sampah plastik di laut merupakan sumber dari mikroplastik yang telah mengalami proses dekomposisi. Sehingga plastik berukuran besar terurai menjadi partikel kecil yang dapat mengotori lautan karena ukurannya yang terlalu kecil sehingga sulit untuk disaring.

Mikroplastik sangat dikhawatirkan masuk ke tubuh manusia. Organisasi internasional Plastic Health Coalition menyebut bahwa paparan mikroplastik dalam tubuh manusia mampu menyebabkan kerusakan DNA, peradangan, hingga masalah kesehatan serius lainnya.

Kabar baiknya, berbagai inovasi telah ditemukan untuk memerangi mikroplastik termasuk penemuan filter yang terbuat dari Indonesia. 


Inovasi Filter Mikroplastik Buatan Indonesia

Melalui laman resminya, tim mahasiswa dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya menemukan sebuah alat berupa penyaring yang berguna untuk menyaring mikroplastik dengan basis Bulk Acoustic Wave (BAW). Tim beranggotakan dua perempuan dan tiga laki-laki tersebut memanfaatkan gelombang akustik yang bersumber dari pengeras suara untuk membuat filter ini bekerja.

Gelombang akustik tersebut mendorong partikel-partikel mikroplastik sehingga dapat tersaring dari air. Tak hanya menyaring mikroplastik dari air laut, alat ini juga mampu bekerja untuk menyaring air tawar. 

Skema alat penyaring ini diawali dengan pemompaan air hingga air mengalir ke dalam alat melalui pipa akrilik. Kemudian, air akan dialirkan melewati dua buah pengeras suara full range yang mengapit pipa akrilik tersebut. Pengeras suara yang digunakan menimbulkan gaya dorong hingga partikel mikroplastik terpusat ke jalur pipa bagian tengah dan air akan terfiltrasi melalui pipa ujung kanan dan kiri. 

Inovasi yang diawali atas kekhawatiran degradasi sampah plastik di laut mampu mewujudkan 14 poin SDGs (Sustainable Development Goals) tentang menjaga ekosistem laut. Inovasi ini juga mampu menghasilkan medali perak pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) di 2021 lalu. 


Magnet Ferrofluid Buatan Anak Usia 12 tahun

Inovasi lainnya berasal dari inventor muda berusia 12 tahun, Fionn Ferreira. Masa kecilnya yang ia habiskan di pesisir pantai dekat kampung halamannya yang penuh dengan sampah plastik, membuat ia bertekad untuk menghilangkan plastik kecil yang berasal dari sampah plastik di laut ini. Pada usia ke-12, pemuda asal Irlandia ini menemukan solusi menghilangkan mikroplastik dari air. 

Dengan tekadnya, ia merancang spektrometer yang menggunakan sinar ultraviolet guna mengukur tingkat kepadatan mikroplastik dalam larutan. Lalu, ia mencampur minyak dengan bubuk oksida besi untuk membuat cairan magnetik yang dikenal dengan sebutan dengan Ferrofluid. Kemudian, cairan magnet tersebut dapat digunakan untuk menghilangkan mikroplastik dalam larutan air, sehingga hanya menyisakan air yang bersih. 

Ferreira harus melakukan percobaan hingga 5000 kali, hingga ia mampu menciptakan metode ekstraksi mikroplastik dalam air ini secara 87% efektif. Atas temuannya, ia pun berhasil memenangkan kompetisi di Google Science Fair dan mendapatkan beasiswa senilai $50.000 atau setara dengan 117 juta rupiah pada 2019 lalu.

Kini, ia terus melanjutkan langkahnya sebagai ilmuwan sekaligus aktivis lingkungan bahkan telah mendapatkan penghargaan majalah Forbes dalam Forbes 30 under 30. 

Trash Trap, Penyaring Sampah di Sungai

Sesuai dengan namanya, trash trap berguna untuk menjerat sampah yang ada di sungai. Hal ini dilakukan sebagai langkah preventif untuk memberhentikan laju sampah plastik di laut yang nantinya dapat menyebabkan timbulnya mikroplastik. Penggunaan trash trap ini telah banyak diterapkan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. 

Pemerintah kota Tangerang salah satunya. Penerapan penyaring sampah  di instalasi di Sungai Cisadane, Tangerang. Dengan bekerja sama bersama Yayasan Banksasuci, Aliansi Air DAS Cisadane, serta Multi Bintang Indonesia, instalasi penyaring sampah ini dilakukan pada 2020 lalu.

Penyaring berbahan dasar pipa PVC dan galvanis ini mampu mengurangi pencemaran air di sungai Cisadane dari sampah secara signifikan sehingga berdampak pada pengurangan jumlah sampah plastik di laut. Sampah yang terjerat dikumpulkan dan dikirim untuk dikelola oleh bank sampah setempat yang kemudian menghasilkan sejumlah dana yang kemudian digunakan menjadi penghasilan tambahan bagi masyarakat sekitar.

Meski penggunaan trash trap ini efektif digunakan, wali kota Tangerang tetap menghimbau warga nya untuk menjaga kebersihan sungai dari sampah. 

Instalasi penyaring sampah juga diterapkan di Nusa Tenggara Barat. Pemuda dari Central Environmental and Fisheries (CEF) menciptakan alat penyaring sampah yang terbuat dari tong plastik, jaring besi, dan kawat sebagai tali pengikat.


Kondisi Pantai Labuhan Haji, Nusa Tenggara Barat yang dipenuhi sampah akibat dari aliran sampah di sungai membuat mereka tergerak untuk mengantisipasi sampah di sungai. Tidak hanya berfungsi menjerat sampah, trash trap juga mampu digunakan sebagai alat penyeberangan sungai yang dapat digunakan oleh masyarakat sekitar. 


Sumber :

https://waste4change.com/blog/trash-trap-solusi-memerangi-mikroplastik/#:~:text=Melalui%20laman%20resminya%2C%20tim%20mahasiswa,(PIMNAS)%20di%202021%20lalu.

Monday, December 2, 2024

4 Makna Warna Tutup Botol Air Mineral: Simbolisasi dan Fungsinya

Warna tutup botol pada air mineral sering kali dianggap sekadar estetika, tetapi sebenarnya memiliki makna penting. Berikut adalah 4 makna di balik warna tutup botol air mineral:

  1. Menunjukkan Jenis Produk
    Warna tutup sering membedakan air mineral biasa, air dengan kandungan mineral tambahan, atau varian rasa.

  2. Kode Produksi
    Produsen menggunakan warna tertentu untuk mengidentifikasi batch atau lini produksi.

  3. Keamanan dan Keaslian
    Warna tertentu memudahkan pelanggan mengenali produk asli dan mencegah pemalsuan.

  4. Strategi Branding
    Pemilihan warna mencerminkan identitas merek, membantu produk terlihat menonjol di pasar.

Warna tutup botol tidak hanya mempercantik kemasan tetapi juga memainkan peran strategis dalam identifikasi dan pemasaran.

Sunday, October 13, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 3.2

Kelemahan dalam model Linear Economy


Sementara ekonomi linier telah sangat berhasil dalam menghasilkan kekayaan bagi negara-negara maju hingga abad ke-20, namun dampak yang ditimbulkannya telah menimbulkan berbagai masalah serius yang telah dibuktikan oleh para ekonom dan ilmuwan sebagai paradigma ekonomi yang tidak-berkelanjutan (unsustainable), terutama dampaknya terhadap aspek sosial dan lingkungan.

Para pakar di seluruh dunia telah memperingatkan para pengambil keputusan, industrialis, serta masyarakat umum tentang dampak dari ekonomi linear, terkait dengan pengelolaan sumber daya yang boros (bahan bakar fosil), bahan baku yang mulai berkurang, populasi dunia yang terus meningkat, serta pencemaran dan sampah yang dihasilkan dalam proses ekstraksi/pembudidayaan bahan baku dan/atau industri pengolahan.

Ekonomi Linear diatur oleh prinsip yang destruktif untuk menghasilkan lebih banyak produk dari sumber daya yang tersedia murah dengan rentang hidup yang pendek (untuk diproduksi lebih banyak lagi, tentu saja), suatu pendekatan dimana nasib produk setelah melampaui masa manfaatnya akan di buang ke tempat sampah dan dibakar. Dan ironisnya, skema pengelolaan sampah modern yang bertujuan untuk menghasilkan panas dan listrik dari pembakaran termasuk biogas dan kompos di tempat pembuangan sampah, secara konseptual terkait dengan model linier karena cenderung "mendorong" timbulan sampah dan alih-alih menghindarinya sejak dini.

Menurut Ellen MacArthur Foundation (EMF), permasalahan di dalam Ekonomi Linear ini berasal dari distribusi kekayaan yang tidak merata secara historis berdasarkan wilayah geografis. Karena konsumen yang membutuhkan sumber daya sebagian besar terkonsentrasi di negara maju (masyarakat barat), dan input material semakin banyak bersumber dari arena global, negara-negara industri mengalami kelimpahan sumber daya material dan energi. Dengan aransemen seperti ini, bahan baku menjadi terasa lebih murah dibandingkan dengan biaya tenaga kerja, sehingga para produsen termotivasi untuk mengadopsi model bisnis yang memanfaatkan penggunaan material secara ekstensif. Terlebih lagi, semakin banyak energi dan material yang dapat mereka manfaatkan untuk melengkapi sumber daya manusia, maka akan semakin banyak keunggulan kompetitif yang dapat mereka peroleh. Konsekuensi alami dari bahan yang murah adalah pengabaian untuk mendaur ulang (recycle), menggunakan kembali (reuse) yang dampaknya akan menghasilkan lebih banyak limbah.

EMF juga menyatakan bahwa berdasarkan data dari sumber profesional, harga komoditas telah mencapai titik yang kritis di tahun 1999 mengakibatkan biaya material yang sebelumnya menurun memperoleh momentum kenaikan yang tidak stabil. Kenaikan harga dan volatilitas yang tinggi dapat dikaitkan dengan meningkatnya permintaan yang mendorong output ke titik dalam kurva biaya di mana tambahan biaya produksi menjadi sangat mahal yang disertai dengan mulai menipisnya lokasi ekstraksi yang dapat diakses. Situasi ini secara paralel juga diikuti dengan meningkatnya persaingan, yang menghambat perusahaan untuk menaikkan harga kepada pelanggan mereka, yang pada akhirnya mengurangi keuntungan perusahaan serta menurunkan nilai total output ekonomi.

Sunday, October 6, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 3.1

BAB 3

LINEAR ECONOMY

Peradaban di seluruh dunia telah mengalami perubahan yang sangat signifikan dalam beberapa abad terakhir ini. Sejak ditemukannya mesin uap oleh Thomas Avery di tahun 1684, peradaban manusia mengalami lompatan besar yang merubah sendi-sendi kehidupan. Penemuan tersebut menjadi tonggak awal lahirnya revolusi industri yang telah mentransformasi kemampuan kita untuk memproduksi berbagai macam jenis barang. Revolusi Industri telah mengubah manusia dalam menjalankan usaha, perekonomian, serta masyarakat. Pergeseran ini memiliki efek besar pada dunia dan terus membentuknya sampai dengan hari ini. Dan diikuti dengan pesatnya kemajuan teknologi yang terus berlanjut, inovasi yang dihasilkan membuat banyak orang kini memiliki akses ke produk dari seluruh dunia dengan harga yang relatif terjangkau. Produk-produk ini telah membawa kita pada tingkat kenyamanan yang tak terbayangkan oleh generasi sebelumnya.

Sebelum era industrialisasi, sebagian besar negara di dunia memiliki ekonomi yang didominasi oleh pertanian dan kerajinan tangan. Struktur sosial sebagian besar tetap tidak berubah sejak Abad Pertengahan. Pada saat itu, kebanyakan orang jarang bepergian ke luar desa kecil dan menengah tempat mereka tinggal. Orang pedesaan bekerja sebagai petani subsistem, yang berarti mereka bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri serta keluarga mereka, bukan untuk dijual atau diperdagangkan. Dan ketika era industrialisasi dimulai, pekerjaan dan kehidupan keluarga di seluruh dunia berangsur-angsur mengalami perubahan.

Bahan baku serta energi yang dirasakan melimpah tanpa batas serta kaum pekerja yang tersedia, membuat peradaban manusia pertama kali dalam sejarah mampu untuk memproduksi barang dalam jumlah yang sangat besar. Produk-produk yang sebelumnya hanya dapat dimiliki oleh orang-orang kaya dan para raja dan bangsawan, tiba-tiba bisa tersedia dan terjangkau oleh semua kalangan. Dan istilah economy of scale mulai muncul, suatu istilah mengenai upaya untuk mengendalikan biaya dalam menghasilkan barang dengan memproduksi dalam skala yang besar.

Perekonomian berjalan seperti sungai, di mana apabila alirannya dihentikan maka banjir tidak bisa dihindari. Oleh karenanya, barang yang diproduksi harus segera bisa dijual. Namun demikian, disebabkan oleh mass production ini, perusahaan dihadapkan pada risiko akan munculnya stock yang berlebih dan tentunya juga harus dibarengi dengan serapan pasar yang besar agar produk tersebut dapat dibeli dan dikonsumsi oleh pasar.

Selain itu tidak semua barang-barang yang diproduksi tersebut dapat digunakan secara terus menerus. Ada produk yang hanya digunakan beberapa jam saja dalam sehari, atau bahkan sekali dalam seminggu, namun pembuatannya membutuhkan banyak sumber daya alam. Dan apabila telah mencapai akhir umur produk, maka produk tersebut akan dibuang ke tempat pembuangan sampah.

Inilah model ekonomi yang disebut dengan Linear Economy (LE), sebuah konsep ekonomi konvensional, di mana sumber daya alam di-ekstrak, diproses, dan ketika telah mencapai masa akhir produk akan dibuang ke tempat sampah.

Model Linear Economy secara tradisional adalah serangkaian proses yang dimulai dengan ekstraksi (take), membuat (make), memakai (use), dan membuang (dispose). Artinya bahan mentah dikumpulkan, kemudian diubah menjadi produk yang digunakan sampai akhirnya dibuang sebagai limbah. Nilai atau value diciptakan dalam sistem ekonomi ini dengan cara memproduksi serta menjual produk sebanyak-banyaknya.