Pages

Thursday, July 25, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 2.4

AIR TAWAR

71% planet Bumi sebenarnya tertutup air, namun yang merupakan air tawar hanya 2% dan yang mudah diakses hanya 1% saja. Sisanya sebagian besar terjebak dalam es. 

Untuk penggunaannya, di seluruh dunia, 70% hingga 80% air tawar digunakan untuk produksi pangan dan pertanian, kemudian 10% hingga 20% untuk industri. Berdasarkan National Geographic, hanya 0,007% air yang tersedia di Bumi diperuntukkan bagi 7 milyar manusia.

Secara keseluruhan, menurut PBB, diperkirakan pada tahun 2050, sebanyak 5 milyar orang akan kesulitan air tawar.

Hal ini diperparah dengan banyak danau besar di dunia yang mengalami kekeringan, setidaknya dalam 100 tahun terakhir, yaitu diantaranya: 

  • Laut Aral di Asia tengah, kehilangan 90% volume
  • Danau Mead di Las Vegas, kehilangan 400 milyar galon air dalam setahun
  • Danau Poopo di Bolivia, sudah kering
  • Danau Orumiyeh di Iran, kehilangan 80% air dalam 30 tahun
  • Danau Chad, hampir kering secara total

Padahal diperkirakan selama 30 tahun ke depan, kebutuhan air dari sistem pangan dunia diperkirakan baik sekitar 50%, dari kota dan industri naik 50% hingga 70%, dan dari energi 85%.

Pemanasan global dan perubahan iklim menyebabkan es kutub mencair. Hal ini mengakibatkan efek domino, dimana penyakit purba yang sebelumnya beku dalam es hidup kembali. Hal ini mengakibatkan sistem kekebalan tubuh tidak tahu cara melawan penyakit purba tersebut. Diantaranya mikroba yang dimaksud adalah:

  • Esktreofil berumur 32.000 tahun hidup kembali pada tahun 2005
  • Bakteri berumur 8 juta tahun tahun hidup kembali pada tahun 2007
  • Cacing yang membeku berumur 42.000 tahun hidup kembali pada tahun 2018

Selain itu, di Alaska para peneliti menemukan sisa-sisa flu 1918 yang dulunya menulari hingga 500 juta orang dengan menewaskan 50 juta orang, setara dengan 3% penduduk dunia. Dan pada tahun 2016, seorang anak meninggal akibat ketularan antraks dari bangkai rusa yang mati akibat bakteri tersebut pada 75 tahun lalu dan tersingkap saat es abadi mencair.

Di sisi lain pemanasan global ini juga bisa menyebabkan mutasi yang menyebabkan mikroorganisme yang semula berkarakter biasa dan normal (tidak berbahaya) menjadi ganas, mutasi yang berupa perubahan kromosom gen juga bisa menyebabkan perubahan sifat atau karakter individu dan mikroorganisme.


Thursday, June 27, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 2.3

PARADOKS FERMI 

Sebuah paradoks Fermi atau yang disebut juga dengan Great Silence (Kesunyian Besar) mengatakan bahwa, jika alam semesta begitu luas dan besar, namun mengapa kita belum menemukan kehidupan cerdas lainnya seperti di Bumi?

Bisa jadi jawabannya cukup sederhana, yaitu iklim.

 


Fermi-Paradox

Karena sepanjang pengamatan para peneliti yang kita ketahui, tidak ada planet lain yang lebih cocok dibandingkan planet Bumi untuk menghasilkan kehidupan. Namun saat ini, akibat dari pemanasan global yang mengakibatkan climate change atau perubahan iklim, planet Bumi menjadi semakin terancam. Belum ada manusia modern yang pernah hidup di Bumi yang sepanas Bumi sekarang.

Saat ini memang pemanasan global yang terjadi sejak manusia menggunakan bahan bakar fosil, telah menyebabkan kenaikan suhu 1,1 derajat Celcius. Hal ini diakibatkan gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran tersebut menjebak panas di Bumi.

Kita cenderung meremehkan perbedaan angka kecil yang muncul dari peningkatan suhu yaitu mulai dari peningkatan suhu 2 derajat, 3 derajat hingga 5 derajat. Mari kita bayangkan akibat yang ditimbulkan dari peningkatan suhu 2 derajat Celcius, yaitu lapisan es akan hancur, 400 juta orang akan kesulitan air, kota-kota besar di sekitar khatulistiwa menjadi tidak layak huni, gelombang panas akan dapat menewaskan ribuan orang.

Peningkatan suhu 3 derajat Celcius, Eropa selatan akan mengalami kekeringan permanen, kebakaran hutan semakin meluas dan merajalela.

Peningkatan suhu 4 derajat Celcius, akan terjadi tambahan 8 juta kasus demam berdarah, krisis pangan global, kematian terkait panas akan naik 9 persen dan kerusakan akibat banjir dari sungai akan meningkat pesat. 

Peningkatan suhu 5 derajat Celcius, seperti yang terjadi pada 250 juta tahun yang lalu, akan mengakibatkan 96% spesies punah. 

Hampir semua kepunahan massal diatas diakibatkan oleh gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim. Setidaknya di bumi telah mengalami 5 kepunahan massal, yaitu pada:

  • 450 juta tahun yang lalu, yang mengakibatkan 86% spesies punah
  • 70 juta tahun kemudian, yang mengakibatkan 75% spesies punah
  • 100 juta tahun kemudian, yang mengakibatkan 96% spesies punah
  • 50 juta tahun kemudian, yang mengakibatkan 80% spesies punah
  • 150 juta tahun kemudian, yang mengakibatkan 75% spesies punah

Sungguh besar dampak yang akan diakibatkan oleh pemanasan global dan perubahan iklim. Oleh karena itu kita tidak boleh menjadi egois karena dampak yang diterima adalah orang yang tinggal di tempat lain bahkan pada anak yang belum lahir.

Bagi kita yang awam, ingat lagi saat siang hari bekerja di kantor, lalu aliran listrik mati sehingga AC yang ada di ruangan tidak dapat bekerja untuk mendinginkan ruangan. Kita akan mengerti bagaimana tidak nyaman saat bekerja dalam suasana tersebut.

Diperkirakan pada tahun 2050 nanti akan terdapat 9 miliar AC (alat pendingin) dengan berbagai jenis demi untuk mengatasi panas tersebut, namun hal tersebut bukan lah solusi yang ekonomis dan juga bukan solusi yang "hijau".

Urban Heat Island (UHI): Fenomena dan Dampaknya


Bumi sudah tidak baik-baik saja karena pemanasan global bukanlah sebuah perkataan belaka. Kini berbagai fenomena gegara perubahan iklim timbul mengancam Bumi, seperti Urban Heat Island (atau UHI).

Fenomena tersebut tahun ke tahun semakin parah, yang ditandai dengan suhu yang semakin meningkat. Kini seluruh kota di Indonesia mengalami tren peningkatan suhu yang signifikan antara 0,2-1 derajat celcius per 30 tahun. Indonesia tercatat sebagai peringkat pertama dari 54 negara yang berisiko tinggi terancam krisis iklim.

Urban Heat Island atau Pulau Panas Perkotaan adalah fenomena di mana suhu di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya yang lebih rural. Ini disebabkan oleh penggunaan material seperti beton dan aspal yang menyerap panas, kepadatan bangunan yang mengurangi aliran udara, aktivitas manusia yang menghasilkan panas, dan kurangnya ruang hijau. 

Dampak UHI termasuk masalah kesehatan seperti heat stroke, peningkatan penggunaan energi untuk pendinginan, dan penurunan kualitas udara. Untuk mengurangi efek UHI, strategi yang efektif meliputi penanaman pohon, penggunaan material reflektif, implementasi atap hijau, dan perencanaan kota yang cerdas. 

Langkah-langkah ini penting untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih sejuk dan sehat bagi penduduknya.

Mari kita bahas lebih lanjut.

Penyebab Urban Heat Island

Beberapa penyebab Urban Heat Island adalah,

1. Permukaan Beton dan Aspal.
Material seperti beton dan aspal menyerap lebih banyak panas dari sinar matahari dibandingkan dengan vegetasi alami. Ini menyebabkan suhu permukaan meningkat secara signifikan.

2. Kepadatan Bangunan.
Bangunan tinggi dan padat mengurangi aliran udara, sehingga panas terjebak di antara bangunan-bangunan tersebut.

3. Aktivitas Manusia.
Penggunaan kendaraan, industri, dan pendingin udara melepaskan panas ke lingkungan, menambah suhu keseluruhan di area perkotaan.

4. Kurangnya Ruang Hijau.
Vegetasi membantu menyejukkan udara melalui proses evapotranspirasi. Kurangnya ruang hijau di kota-kota besar memperburuk efek UHI.


Dampak Urban Heat Island.

Beberapa dampak dari Urban Heat Island adalah, 

1. Kesehatan.
Suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti heat stroke, dehidrasi, dan memperburuk kondisi kesehatan kronis.

2. Energi.
Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan penggunaan energi untuk pendinginan, yang dapat memperbesar beban pada sistem kelistrikan.

3. Lingkungan.
Suhu tinggi dapat mempengaruhi kualitas udara, meningkatkan polusi ozon, dan memperburuk perubahan iklim.

4. Ekonomi.
Dampak kesehatan dan energi yang lebih tinggi dapat meningkatkan biaya perawatan kesehatan dan tagihan energi.

Strategi Mitigasi Urban Heat Island.

Beberapa strategi mitigasi dari Urban Heat Island adalah,

1. Penanaman Pohon dan Taman.
Menambah jumlah ruang hijau dapat membantu menurunkan suhu dan meningkatkan kualitas udara.

2. Penggunaan Material Reflektif.
Menggunakan material bangunan yang memantulkan lebih banyak cahaya matahari dapat mengurangi penyerapan panas.

3. Atap dan Dinding Hijau.
Implementasi atap dan dinding hijau dapat membantu mendinginkan bangunan dan mengurangi efek UHI.

4. Desain Perkotaan yang Cerdas.
Merancang kota dengan memperhatikan sirkulasi udara dan penggunaan lahan yang bijaksana dapat membantu mengurangi suhu perkotaan.

Urban Heat Island adalah tantangan besar bagi kota-kota modern, namun dengan strategi yang tepat, dampaknya dapat dikurangi. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta sangat penting untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih sejuk dan sehat.

Untuk itu, sudah saatnya semua manusia termasuk anak muda mulai bergerak melakukan langkah-langkah mitigasi agar kerugian bisa diminimalisir.


Sumber :
https://www.detik.com/edu/edutainment/d-7411616/suhu-di-seluruh-kota-ri-naik-signifikan-imbas-fenomena-uhi-apakah-itu

Saturday, June 15, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 2.2

HUBUNGAN SAPI DAN PEMANASAN GLOBAL

Ternyata global warming atau pemanasan global terjadi tidak hanya dipicu dari bahan bakar fosil dan pabrik industri. Sapi juga turut menyebabkan gas efek rumah kaca. Bahkan para peneliti percaya bahwa emisi gas rumah kaca dari sektor peternakan sapi ikut menyumbang 65%, yaitu dari gas metana yang dikeluarkan oleh sapi saat sendawa, kentut, dan kotoran.

Gas metana ini menyumbang 16% dari total efek pemanasan global. Potensi pemanasan global mencapai 28 hingga 36 kali lipat, yang berujung menghasilkan karbon dioksida.

Sehingga perlu ada inovasi kreatif yang dilakukan untuk mengurangi gas metana pada sapi.

Hutan terbesar dan terluas di dunia, yaitu hutan Amazon sedang sakit. Terjadi pembalakan hutan yang dikarenakan menjamurnya peternakan sapi. Puluhan, ratusan atau bahkan ribuan sapi yang melenggang berkelompok sedang merumput.

Perluasan ladang ternak dituding sebagai perusak nomor satu Hutan Amazon. Tanah di Amazon sebetulnya tidak cukup subur untuk ditanami rumput sehingga harus dibantu pupuk kimia untuk menumbuhkan rumput. Rumput Amazon tidak cukup kuat untuk tumbuh tanpa rimbun pepohonan sehingga harus didatangkan rumput dari Amerika Serikat yang bisa tumbuh di padang rumput.

Sapi lokal Brasil tidak cocok untuk diternakkan di kawasan ini sehingga harus didatangkan dari India.

Untuk itu perlu ada inovasi juga dalam hal makanan. Dan diprediksi tidak akan lagi orang yang mengkonsumsi makanan olahan daging pada tahun 2040. Para ahli memperkirakan sekitar 60% dari produk daging yang dikonsumsi pada 20 tahun mendatang akan diganti dengan produk nabati atau alternatif budidaya lainnya yang diolah layaknya sebuah daging. 

Sehingga dampak lingkungan bisa ditekan.

Dampak lingkungan tersebut misalnya adanya emisi yang mendorong krisis iklim hingga habitat liar yang rusak karena dihancurkan untuk lahan pertanian dan timbulnya pencemaran sungai dan lautan. 

AT Kearney memperkirakan sekitar 1 miliar dolar AS telah diinvestasikan dalam penggantian daging nabati seperti yang diproduksi oleh perusahaan – perusahaan Amerika seperti Beyond Meat dan Impossible Foods, sebagaimana ditulis Independent. 

Daging nabati ini kemudian dibuat dengan membudidayakan sel hewan dalam bioreaktor tanpa adanya penyembelihan hewan tersebut. Kemudian diproduksi dengan mengekstraksi sel dari hewan hidup dan memperbanyaknya diluar tubuh hewan dengan menggunakan alat bioreaktor.

Thursday, June 6, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 2.1

BAB 2

LATAR BELAKANG DAN SITUASI SAAT INI

Bagi yang lahir dan besar di tahun 1980-an, maka akan pernah mengalami saat akan tidur mencari selimut untuk menghangat tubuh. Lalu 20 tahun kemudian yaitu pada tahun 2000-an, akan sangat tidak nyaman dan nyenyak jika kita tidur tanpa ditemani oleh kipas angin. Dan di tahun 2020-an setelah 20 tahun berikutnya, banyak sekali kita yang tidur harus menggunakan AC agar tidak gerah.

Semua ini dikarenakan suhu global telah mengalami peningkatan secara terus menerus sejak masa industrial yaitu sejak tahun 1880-an. Hingga saat ini tahun 2021 telah mengalami peningkatan suhu hampir mencapai 1 derajat Celcius.

Berdasarkan data observasi BMKG mulai dari tahun 1981 hingga tahun 2018, tercatat tren suhu di Indonesia secara umum suhu di Indonesia baik suhu minimum, rata-rata, dan maksimum memiliki tren yang bernilai positif dengan besaran yang bervariasi sekitar 0.03 °C setiap tahunnya. 

Jadi jika suhu mengalami kenaikan 0.03 °C setiap tahunnya maka dalam 30 tahun akan mengalami kenaikan sebesar 0.9 °C.

Bahkan sumber lain menyebutkan bahwa akibat dari pemanasan global ini bumi mengalami kenaikan suhu global sejak sekitar 1980 sampai 2021 meningkat 2X lebih cepat daripada periode sebelumnya. Bahkan saat ini kenaikan suhu udara di Indonesia mengakibatkan cuaca ekstrem dengan intensitas yang semakin meningkat, durasi yang semakin panjang dan frekuensinya semakin sering. 

Oleh karenanya pada tanggal 12 Desember 2015 silam ditandatangani Paris Agreement oleh 197 negara untuk menahan kenaikan suhu dunia dibawah 2 °C, jika memungkinkan 1,5 °C, dibandingkan angka sebelum masa Revolusi Industri.

Bahkan akibat perubahan iklim ini suhu panas ekstrem mencapai hingga di atas 50° Celcius dan jumlah meningkat 2 kali lipat sejak tahun 1980-an, serta meningkat setiap tahun di 4 dekade terakhir. Hal ini dikarenakan semakin memanasnya Bumi, suhu ekstrem semakin mungkin terjadi, dan dengan semakin intens.

Suhu yang mencapai 50°C umumnya terjadi di Timur Tengah dan kawasan Teluk. Temperatur sempat yang memecah rekor, setinggi 48,8°C di Italia dan 49,6°C di Kanada musim panas. Eropa Timur, bagian selatan Afrika, dan Brasil merasakan suhu maksimum naik hingga lebih dari 1°C, sementara beberapa wilayah Arktik dan Timur Tengah merekam kenaikan suhu lebih dari 2°C.


REVOLUSI HIJAU

Pada jaman pra-industri, tepatnya sebelum sekitar abad ke-18, siklus karbon bumi kemungkinan masih seimbang, dalam artian tumbuhan menyerap karbon kira-kira sebanyak dengan apa yang dikeluarkan oleh makhluk bumi yang lain. Kemudian kita menggunakan bahan bakar fosil yang terbuat dan yang tersimpan di bawah tanah yang berupa minyak, batu bara dan gas alam. Sehingga emisi gas rumah kaca naik drastis pada tahun 1850-an.

Sejumlah 51 miliar ton gas rumah kaca yang dibuang ke atmosfer setiap tahunnya. Gas rumah kaca ini akan menjebak panas sehingga menyebabkan suhu menjadi naik, lalu berujung pada perubahan iklim hingga bencana iklim yang berdampak negatif pada lingkungan dan manusia.

Untuk itu, tidak cukup jika kita hanya mengurangi emisi karbon, namun harus menghilangkannya. Karena dengan penurunan emisi menjadi 50% pun tidak akan menghentikan kenaikan suhu dan tidak akan dapat memperbaiki keadaan dan menyelesaikan masalah, hanya sekedar memperlambat saja.

Perlu diketahui, kenaikan suhu 2 derajat Celcius saja maka akan dapat banyak menyebabkan masalah. Saat ini, rata-rata global sudah naik kisaran 1 derajat Celcius dibandingkan pada saat zaman pra-industri. Dan diperkirakan akan naik hingga 3 derajat di pertengahan abad ke-21, dan bahkan akan dapat naik 4-8 derajat Celcius di akhir abad ke-21.

Adalah Bill Gates, yang selama ini kita kenal sebagai expert di bidang perangkat lunak, namun dimulai tahun 2000-an hingga saat ini aktif berbicara di depan umum, menulis buku dalam wadah Gates Foundation yang salah satu fokusnya pada bidang kesehatan global, yang juga berhubungan dengan kemiskinan energi.

Mengenai kesehatan global, apa yang terjadi di dunia sejak tahun 2020 lalu, yaitu Pandemi coronavirus, sebenarnya telah diingatkan oleh Bill Gates pada tahun 2015 jauh sebelumnya saat beliau memberikan kuliah TEDx bahwa kita perlu membuat sistem untuk mendeteksi dan menanggapi wabah yang dapat menyebabkan pandemi secara global.

Karena pandemi tersebut menyebabkan kegiatan ekonomi melambat. Misalkan jika gas rumah kaca juga hanya berkurang 5% sehingga hanya akan menjadi 48-49 miliar ton karbon, namun untuk mencapai hal tersebut, memerlukan biaya yang cukup mahal, dimana 1 juta orang meninggal dan puluhan juta orang kehilangan pekerjaan. Jumlah tambahan tingkat kematian global sekitar 14 per 100.000 orang per tahun.

Dalam perubahan iklim, sejatinya kelompok miskin yang paling dirugikan, misalnya mulai dari kondisi yang rentan, kekeringan hingga banjir. Perubahan iklim meliputi kejadian gelombang panas, kenaikan jumlah badai dan badai yang semakin parah. Diperkirakan perubahan iklim ini akan dapat menyebabkan jumlah tambahan tingkat kematian global sekitar 75 per 100.000 orang per tahun.

Sebanyak 27 persen dari semua emisi gas rumah kaca disebabkan oleh energi listrik yang berasal dari bahan bakar fosil, untuk itu kita disarankan menggunakan energi ramah lingkungan seperti energi angin dan surya sebagai sumber energi terbarukan yang masih belum banyak digarap.

Namun, harus diingat masih tersisa 73% emisi gas karbon penyebab rumah kaca.

Bahan bakar fosil sangat akrab dan dekat dengan kita, dimulai dari plastik yang terkandung pada sikat gigi kita berasal dari minyak bumi. Beras dan roti yang kita makan saat sarapan pagi juga mempunyai kaitan dengan bahan bakar fosil, mulai dari pupuk, bensin dan sapi. Sebagian bahan baju yang kita kenakan dibuat dari turunan minyak bumi, kertas yang kita pakai dari pohon yang kita tebang juga menyebabkan emisi karbon. Dunia saat ini mengkonsumsi minyak sebanyak 4 miliar gallon per hari.

Berkat inisiasi Bill Gates, akhirnya terbentuk kelompok Breakthrough Energy Coalition, yaitu berkumpulnya 26 investor yang kemudian menjadi organisasi Breakthrough Energy yang kemudian juga beserta 24 negara-negara meluncurkan Mission Innovation di konferensi iklim PBB di Paris pada tahun 2015. 

Breakthrough Energy, mempunyai website breakthroughenergy.org, akan mendanai teknologi yang mampu menghilangkan setidaknya 500 juta ton per tahun, yaitu sekitar 1 persen emisi global per tahun.

Persetujuan Paris tersebut menyepakati bahwa 190 lebih negara setuju akan membatasi emisi, diperkirakan pada tahun 2030, dapat mengurangi 12 persen emisi karbon, yaitu sekitar 3 - 6 miliar ton emisi.

Eropa mengurangi jejak karbon sektor penerbangan setara 17 juta ton per tahun, atau sekitar 0,03 persen dari emisi global per tahun.

  • 4 persen emisi global dari sapi.
  • 10 persen emisi global dari pembuatan semen dan baja.
  • 16 persen emisi global dari transportasi.
  • 27 persen emisi global dari listrik.

Sapi? ya benar. Di dunia terdapat 1 milyar sapi yang mengeluarkan gas metana dari sendawa dan kentut setara 2 milyar ton karbondioksida.

Mengenai hubungan sapi dan emisi gas karbon akan kita bahas di sub bab “Hubungan Sapi dan Pemanasan Global”.

Lambat laun solusi iklim inovatif telah diminati, karena selain dampak positif yang bagi manusia dan lingkungan, juga perusahaan dan industri nol karbon akan menjadi pemimpin ekonomi global di masa mendatang.

Salah satu solusi sederhana adalah penanaman hutan mangrove, karena pohon ini dapat hidup di air bergaram yang mempunyai beberapa fungsi, mulai dari mengurangi luapan air, mencegah banjir rob, melindungi habitat ikan hingga dapat memperbaiki mutu air. Hutan mangrove secara global dunia dapat menghindari kerugian akibat banjir hingga $80 miliar per tahun. Hutan mangrove lebih murah daripada kita membangun pemecah ombak.

Selain murah dari sisi ekonomi tentunya juga menjadi solusi hijau.

Hingga solusi yang lebih kompleks, geoengineering, untuk mengkompensasi pemanasan akibat gas rumah kaca dengan mengurangi jumlah cahaya matahari yang masuk ke bumi sekitar 1 persen, yaitu dengan mendistribusi zarah-zarah sangat halus di lapisan atas atmosfer bumi. Lainnya adalah membuat awan menjadi berwarna cerah dengan menyemprotkan garam sehingga dapat mendinginkan bumi.

Dalam mengatasi perubahan iklim ini, semua harus bekerja sama, harus saling membantu. Membantu pihak lain juga merupakan demi kepentingan kita sendiri, karena suhu tidak akan berhenti naik di Asia jika emisi tidak berhenti naik di Afrika misalnya. Semua saling terkait.

Untuk itu Revolusi Hijau harus segera digalakkan.

Thursday, May 30, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 1


BAB 1.

THREE SECONDS.


Di tahun 2016, sebuah film pendek berjudul “Three Seconds” yang disutradarai oleh Spencer Sharp dari Amerika Serikat, memenangkan juara pertama Film Four Climate Global Video Competition. Film berdurasi 4 menit ini dibintangi oleh Prince EA dalam sebuah monolog yang dimulai dengan pemaparan mengenai usia bumi yang sudah mencapai 4,5 milyar tahun, sementara usia peradaban manusia adalah 140.000 tahun. Bila usia bumi dan peradaban manusia dikompresi dalam waktu 24 jam, maka keberadaan umat manusia sampai dengan saat ini adalah setara dengan tiga detik. Dan dalam waktu tiga detik tersebut, umat manusia telah menciptakan teknologi yang sangat maju dibandingkan peradaban-peradaban sebelumnya. Umat manusia telah menemukan serta menciptakan peralatan berteknologi tinggi, yang memungkinkan manusia mendarat di bulan, teknologi informatika yang canggih, teknologi pemisahan atom, dan prestasi lainnya.

Namun demikian, disamping pencapaian yang telah dicapai, umat manusia juga menciptakan masalah yang mengarah pada semakin rusaknya bumi dan alam ini. Kerusakan yang ditimbulkan oleh peradaban manusia modern telah menyebabkan timbulnya pemanasan global yang mengarah kepada serangkaian permasalahan yang terjadi di muka bumi.


Pemanasan Global.

Sejak dimulainya Revolusi Industri, suhu bumi telah meningkat sebanyak satu derajat Celcius. Dan selama periode 1880 - 1980, suhu bumi rata-rata naik sebesar 0,07 derajat Celcius setiap sepuluh tahun. Namun, sejak tahun 1981, kenaikannya telah meningkat menjadi lebih dari dua kali lipat. Sembilan dari sepuluh tahun terpanas sejak 1880, telah terjadi sejak 2005—dan lima tahun terpanas yang tercatat semuanya terjadi sejak 2015. Hal ini disebabkan oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, terutama dari aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil serta pertanian dan peternakan.

 

Penyebab Pemanasan Global.

1. Bahan Bakar Fossil.

Ketika bahan bakar fosil seperti batu bara, gas, dan minyak dibakar untuk menghasilkan listrik atau menggerakkan mesin, maka polusi CO2 akan dilepaskan ke atmosfer.

Pembangkit listrik adalah salah satu penyebab utama polusi karbon karena 73% energi listrik berasal dari pembakaran batu bara dan 13% dari pembakaran minyak atau gas. Sisanya sebesar 14% berasal dari sumber energi terbarukan seperti air, matahari, dan angin, yang tidak melepaskan karbon.


2. Deforestasi dan Penebangan Pohon.

Tumbuh-tumbuhan dan pepohonan berperan penting dalam mengatur iklim karena dapat menyerap CO2 (atau karbon dioksida) dari udara dan melepaskan oksigen sebagai gantinya. Hutan dan semak belukar berperan sebagai penyerap karbon, dan merupakan sarana yang berharga untuk menjaga agar pemanasan global tidak naik menuju 1,5°Celcius.

Namun, karena jumlah manusia yang terus bertambah, menyebabkan diperlukannya membuka lahan seluas-luasnya di seluruh dunia untuk pertanian, pembangunan perkotaan dan infrastruktur atau untuk menjual produk pohon seperti kayu dan minyak sawit. Ketika vegetasi dihilangkan atau dibakar, karbon yang tersimpan dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai CO2, sehingga berkontribusi terhadap pemanasan global. Seperlima dari polusi gas rumah kaca global berasal dari deforestasi dan degradasi hutan.


3. Pertanian dan Peternakan.

Hewan ternak seperti domba dan sapi menghasilkan metana, salah satu gas rumah kaca. Ketika ternak merumput dalam skala besar, jumlah metana yang dihasilkan merupakan penyumbang besar pemanasan global.


Dampak Pemanasan Global.

Pemanasan global telah menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan serta manusia di seluruh dunia. Beberapa dampak dari pemanasan global adalah sebagai berikut,


1. Cuaca Ekstrim.

Pemanasan global menyebabkan cuaca ekstrem selain dingin atau panas yang ekstrem. Misalnya, formasi badai di seluruh dunia akan berubah, karena angin badai mendapatkan energinya dari perbedaan suhu antara lautan tropis yang hangat dan atmosfer atas yang dingin. Pemanasan global akan meningkatkan perbedaan suhu tersebut.

Petir adalah fitur cuaca lain yang dipengaruhi oleh pemanasan global. Menurut sebuah studi tahun 2014, peningkatan 50 persen dalam jumlah sambaran petir di Amerika Serikat diperkirakan akan terjadi pada tahun 2100 jika suhu global terus meningkat. Para peneliti dari studi tersebut menemukan peningkatan 12 persen dalam aktivitas petir untuk setiap satu derajat celcius pemanasan di atmosfer.

Para ilmuwan memproyeksikan bahwa peristiwa cuaca ekstrem, seperti gelombang panas, kekeringan, badai salju, dan badai hujan akan terus terjadi lebih sering dan dengan intensitas yang lebih besar karena pemanasan global.


2. Pencairan Es.

Amerika Utara, Eropa, dan Asia semuanya mengalami tren penurunan tutupan salju antara tahun 1960 dan 2015, menurut penelitian tahun 2016 yang diterbitkan dalam jurnal Current Climate Change Reports. Mencairnya lapisan es dapat menyebabkan tanah longsor, dan juga dapat melepaskan mikroba yang telah lama terkubur, seperti kasus yang terjadi di tahun 2016 ketika bangkai rusa yang terkubur mencair dan menyebabkan wabah antraks.

Salah satu efek paling dramatis dari pemanasan global adalah berkurangnya gunung es di laut Arktik. Gunung es laut mencapai rekor terendah pada musim gugur dan musim dingin 2015 dan 2016. Dalam situasi ini akan lebih sedikit panas yang dapat dipantulkan kembali ke atmosfer oleh permukaan es yang mengkilap dan lebih banyak diserap oleh lautan yang relatif lebih gelap, menciptakan lingkaran umpan balik dan akan menyebabkan lebih banyak gunung es yang mencair.


4. Tinggi Permukaan dan pengasaman laut.

Secara umum, saat es mencair, permukaan air laut akan ikut naik. Di tahun 2014, Organisasi Meteorologi Dunia melaporkan bahwa kenaikan permukaan laut meningkat rata-rata 3 milimeter per tahun di seluruh dunia. Ini sekitar dua kali lipat kenaikan tahunan rata-rata 1,6 millimeter di abad ke-20. Dan ditambahkan dengan mencairnya lapisan es dan gletser di Greenland, Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa dan Asia, diperkirakan akan menaikkan permukaan laut secara signifikan. Jika tren ini terus berlanjut, maka akan banyak wilayah pesisir di seluruh dunia, di mana setengah dari populasi manusia di Bumi tinggal, akan terendam oleh air laut.

Menurut laporan yang dibuat oleh IPCC (The Intergovernmental Panel on Climate Change), jika emisi gas rumah kaca tetap tidak terkendali, permukaan laut global dapat naik setinggi 0,9 meter pada tahun 2100. Perkiraan itu merupakan peningkatan dari perkiraan 0,3 hingga 0,8 meter yang diprediksi dalam laporan IPCC di tahun 2007 mengenai kenaikan permukaan laut di masa depan.

Permukaan laut bukan satu-satunya hal yang berubah untuk lautan karena pemanasan global. Ketika tingkat CO2 meningkat, lautan menyerap sebagian dari gas itu, yang meningkatkan keasaman air laut.

Sejak Revolusi Industri dimulai pada awal 1700, keasaman lautan telah meningkat sekitar 25 persen. Dan jika tren pengasaman laut saat ini terus berlanjut, maka terumbu-terumbu karang diperkirakan akan menjadi semakin langka. Di tahun 2016 dan 2017, sebagian Great Barrier Reef di Australia mengalami pemutihan (atau bleaching), sebuah fenomena di mana karang mengeluarkan alga simbiotiknya. Pemutihan adalah tanda stres yang disebabkan oleh air yang terlalu hangat, pH yang tidak seimbang, atau polusi.


5. Tumbuhan dan hewan.

Menurut laporan dari National Academy of Sciences, banyak spesies tumbuhan dan hewan telah berpindah jangkauannya ke utara atau ke ketinggian yang lebih tinggi sebagai akibat dari pemanasan global. 

Mereka tidak hanya bergerak ke utara, mereka bergerak dari khatulistiwa menuju kutub. Mereka cukup mengikuti kisaran suhu nyaman, yang bermigrasi ke kutub saat suhu rata-rata global menghangat. Ini menjadi masalah ketika laju kecepatan perubahan iklim lebih cepat daripada laju migrasi hewan. Karena itu, banyak hewan mungkin tidak dapat bersaing terhadap iklim baru ini dan mungkin akan punah.

Suhu yang lebih hangat juga akan memperluas jangkauan banyak patogen penyebab penyakit yang dulunya terbatas pada daerah tropis dan subtropis, membunuh spesies tumbuhan dan hewan yang sebelumnya terlindungi dari penyakit, yang jika dibiarkan, akan berkontribusi pada hilangnya hingga setengah tanaman Bumi dan sepertiga hewan pada tahun 2080.


6. Efek Sosial.

Sedramatis dampak perubahan iklim yang diperkirakan akan terjadi pada alam, perubahan yang terjadi pada manusia mungkin akan jauh lebih dahsyat.

Pertanian kemungkinan akan mendapat pukulan yang melumpuhkan. Meskipun musim tanam di beberapa daerah akan meluas, dampak gabungan dari kekeringan, cuaca buruk, kurangnya akumulasi pencairan salju, jumlah dan keragaman hama yang lebih besar, tabel air tanah yang lebih rendah, dan hilangnya lahan subur dapat menyebabkan kegagalan panen yang parah, dan kekurangan ternak di seluruh dunia.

North Carolina State University juga mencatat bahwa karbon dioksida mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Meskipun CO2 dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, tanaman mungkin menjadi kurang bergizi.

Menurut sejumlah analisis dari berbagai sumber seperti Departemen Pertahanan Amerika Serikat, hilangnya ketahanan pangan ini, dapat menciptakan kekacauan di pasar pangan internasional yang dapat memicu kelaparan, kerusuhan pangan, ketidakstabilan politik, serta kerusuhan sipil di seluruh dunia.

Selain makanan yang kurang bergizi, efek pemanasan global terhadap kesehatan manusia juga diperkirakan akan serius. American Medical Association telah melaporkan meningkatnya penyakit yang dibawa oleh nyamuk seperti malaria dan demam berdarah, serta peningkatan kasus kondisi kronis seperti asma. Wabah virus Zika 2016, penyakit yang dibawa nyamuk, menyoroti bahaya perubahan iklim. Penyakit ini menyebabkan cacat lahir yang menghancurkan pada janin ketika wanita hamil terinfeksi, dan perubahan iklim dapat membuat daerah lintang yang lebih tinggi dapat dihuni oleh nyamuk yang menyebarkan penyakit ini.

Sunday, May 19, 2024

Ancaman PFAS terhadap Lingkungan

Langkah Berani Perancis dan Tantangan Global.

Perancis baru-baru ini mengambil langkah berani dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang membatasi penggunaan produk yang mengandung per dan polyfluoroalkyl substances (PFAS), sebuah kemenangan besar dalam upaya melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan dari dampak bahan kimia berbahaya. Keputusan ini menandai momentum penting dalam pengakuan atas "skandal kesehatan abad ini," seperti yang disampaikan oleh politisi Perancis dan pemerhati lingkungan, Nicolas Thierry. Namun, keputusan untuk mengecualikan beberapa produk seperti panci Tefal dari larangan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis lingkungan.


Apa Itu PFAS?.

PFAS, atau zat per dan polifluorinasi, adalah bahan kimia buatan manusia yang dikenal sebagai "chemical forever" karena sifatnya yang sulit terurai. Terdiri dari sekitar 10.000 zat, PFAS memiliki sifat antilengket, tahan air, dan anti noda yang membuatnya banyak digunakan dalam berbagai produk seperti tekstil, kemasan makanan, dan peralatan dapur. Namun, sifat tahan lama ini membuat PFAS merusak lingkungan dan menimbulkan risiko kesehatan yang serius, termasuk kanker, disfungsi hormonal, dan masalah kesehatan lainnya.

PFAS dapat ditemukan di berbagai tempat, mulai dari air hujan hingga air susu ibu, menunjukkan betapa luasnya penyebaran bahan kimia ini. Politisi dan ekonom Perancis, Sandrine Rousseau, memperingatkan bahwa PFAS bisa menjadi skandal kesehatan yang sebanding dengan asbes, yang telah dilarang di Uni Eropa pada tahun 2005 karena sifat karsinogeniknya.


Langkah Perancis dan Tantangan Lobi Industri.

RUU yang disetujui oleh Majelis Nasional Perancis ini akan mulai membatasi produk yang mengandung PFAS non-esensial mulai Januari 2026, dan memperluas larangan ini ke semua industri tekstil pada tahun 2030. Salah satu aspek penting dari RUU ini adalah prinsip "pencemar membayar," yang mengharuskan produsen untuk menanggung biaya pembersihan kontaminasi bahan kimia pada air minum. Namun, pengecualian bagi panci Tefal dan beberapa peralatan dapur lainnya, yang sebagian besar didasarkan pada lobi dari produsen peralatan dapur SEB, menunjukkan adanya tantangan besar dalam melawan kepentingan finansial industri.

Politisi Perancis, Clémentine Autain, mengkritik keputusan ini, menegaskan bahwa "pengorbanan kesejahteraan individu dan kolektif di atas altar kepentingan finansial dan daya saing yang sakral harus dihentikan." Kritik ini mencerminkan kekhawatiran luas bahwa upaya untuk melindungi kesehatan publik dan lingkungan seringkali dikalahkan oleh kepentingan bisnis.


Upaya Global dan Harapan Masa Depan.

Perancis bukan satu-satunya negara yang berusaha membatasi penggunaan PFAS. Pada bulan Januari 2023, Denmark, Jerman, Belanda, Norwegia, dan Swedia mengajukan proposal bersama untuk melarang PFAS di Uni Eropa. Meskipun rencana Uni Eropa yang bocor pada bulan Oktober tampaknya menghilangkan proposal tersebut, ada harapan bahwa upaya untuk melarang PFAS secara umum dalam kemasan makanan dan mainan akan terus berlanjut.

Pada tahun 2020, Denmark menjadi negara pertama yang melarang bahan kimia PFAS. Tahun lalu, Amerika Serikat juga mengusulkan pembatasan penggunaan bahan kimia ini. Pembatasan ini menunjukkan kesadaran global yang semakin meningkat tentang bahaya PFAS dan perlunya tindakan tegas untuk melindungi lingkungan dan kesehatan manusia.


Pentingnya Kesadaran dan Aksi Kolektif.

Sebagai aktivis lingkungan, saya percaya bahwa kesadaran dan aksi kolektif adalah kunci dalam menghadapi ancaman PFAS. Publik perlu lebih sadar tentang bahaya bahan kimia ini dan mendesak pemerintah serta industri untuk mengambil langkah-langkah yang lebih kuat dalam melindungi lingkungan. Selain itu, penting untuk mendorong penelitian dan pengembangan alternatif yang lebih aman untuk menggantikan penggunaan PFAS dalam berbagai produk.

Langkah berani Perancis harus diikuti oleh negara-negara lain untuk menciptakan dampak global yang signifikan. Dengan bekerja sama, kita dapat mengurangi penggunaan PFAS, melindungi kesehatan manusia, dan menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi mendatang. Mari kita bergerak bersama untuk menciptakan dunia yang lebih sehat dan berkelanjutan.


Sumber :

https://lestari.kompas.com/read/2024/04/06/183339386/perancis-larang-penggunaan-produk-mengandung-pfas-kecuali-panci-tefal?page=all#page2