Pages

Friday, April 19, 2024

Banjir Parah di Dubai: Badai Vorteks dan Dampak Perubahan Iklim

Banjir yang melanda Dubai baru-baru ini telah menarik perhatian dunia atas penyebab dan dampaknya yang serius. Banjir ini tidak hanya dipicu oleh hujan lebat biasa, tetapi juga oleh faktor-faktor alam yang kompleks, termasuk Badai Vorteks dan perubahan iklim.

Badai Vorteks, sebuah fenomena cuaca yang jarang terjadi di atas Laut Persia, disebut sebagai salah satu pemicu utama hujan ekstrem di Dubai. Badai Vorteks ini menghasilkan pola cuaca yang tidak stabil dan berpotensi menyebabkan hujan deras yang luar biasa di wilayah tersebut. Badan Riset dan Inovasi Nasional (atau BRIN) menyatakan bahwa peningkatan cuaca ekstrem dan pola Badai Vorteks bisa menjadi ancaman serius bagi berbagai negara, termasuk Indonesia.

Badai vortex ini mengacu pada aliran pusaran yang karakteristik anginnya sangat kencang akibat windshear atau bisa juga akibat konvergensi aliran.

Ketika berinteraksi dengan laut, dampak vorteks berpotensi untuk menimbulkan gelombang tinggi yang disertai badai. Apalagi jika berinteraksi dengan air pasang, maka tinggi gelombangnya bisa berkali-kali lipat dari badai biasa.

Hujan ekstrem yang pernah terjadi di sejumlah wilayah Jawa beberapa waktu lalu juga pernah disebabkan oleh badai vorteks. Badai tersebut membentuk klaster hujan dan terjadi acak di berbagai wilayah.

Badai vorteks ditandai dengan pusaran angin dengan radius kurang dari 50 km. 

Terbentuknya badai tersebut, tidak hanya menimbulkan angin kencang yang bertahan lama dengan kecepatan konstan, tetapi juga disertai pembentukan hujan ekstrem dalam pola memanjang dan meluas di sepanjang pergerakan di atas lautan. Fenomena ini kemudian menimbulkan badai ekstrem disertai gelombang tinggi.

Dari kajian klimatologi, banjir bandang di Dubai disebabkan oleh badai vorteks yang semula berada di kawasan Oman. Badai ini bergerak menuju bagian barat Dubai dan membesar hingga ke perairan Teluk Persia. Saat berada di perairan ini, badai vorteks memasuki kawasan bertekanan rendah.

Kawasan bertekanan rendah itu diakibatkan oleh suhu permukaan laut yang meningkat. Permukaan laut yang panas itu diakibatkan oleh pemanasan global, lalu ditransfer ke atmosfer, sembari menambahkan energi yang sampai ke atmosfer itulah yang menyebabkan terjadinya hujan, bahkan mencapai skala ekstrem untuk Dubai.

Selain badai vorteks yang terbentuk di atas Laut Persia menimbulkan hujan ekstrem sehingga membuat Dubai banjir, badai vorteks juga bergerak ke arah timur laut ini juga menyebabkan banjir bandang di Oman, Afghanistan, Pakistan. 

Dari sistem cuaca yang normal, terjadi kontras antara suhu yang lebih hangat di permukaan tanah dan suhu yang lebih dingin di permukaan tanah. Kondisi ini kemudian menciptakan badai petir yang dahsyat.

Selain faktor alam seperti Badai Vorteks, perubahan iklim juga berperan dalam meningkatkan risiko banjir di Dubai. Peneliti dari BRIN, seperti yang dilaporkan oleh Tempo, menekankan bahwa perubahan iklim telah menyebabkan intensitas hujan yang lebih tinggi dan pola cuaca yang tidak stabil di seluruh dunia, termasuk di kawasan Timur Tengah. Hal ini mengakibatkan hujan lebat yang jarang terjadi dan dapat memicu banjir bandang seperti yang terjadi di Dubai.

Para ilmuwan iklim mengatakan kenaikan suhu global, yang disebabkan oleh perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti penggunaan berlebih BBM, menyebabkan terjadinya cuaca yang lebih ekstrem di seluruh dunia, termasuk curah hujan yang tinggi.

Dalam laporan yang lebih luas disebutkan bahwa banjir di Dubai adalah contoh nyata dari dampak perubahan iklim yang semakin terasa di berbagai belahan dunia. Perubahan iklim tidak hanya meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana alam, tetapi juga mengancam infrastruktur kota-kota besar seperti Dubai.

Pemanasan global telah mengakibatkan air menjadi hangat "luar biasa" di laut sekitar Dubai, yang juga memiliki udara sangat hangat di atasnya.

Curah hujan ekstrem, seperti di Uni Emirat Arab dan Oman, kemungkinan akan bertambah buruk di banyak tempat akibat dampak perubahan iklim.

Curah hujan menjadi jauh lebih deras di seluruh dunia seiring dengan pemanasan iklim karena atmosfer yang lebih hangat dapat menampung lebih banyak kelembapan.

Jika kondisinya sempurna untuk hujan lebat, udara akan lebih lembap, sehingga hujan akan turun lebih deras. Kelembapan ekstra ini terjadi karena udara menjadi lebih hangat, yang disebabkan oleh perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.

Dampak perubahan iklim yang memicu pemanasan global serta fenomena lainnya di dunia sangat besar dan berpotensi membahayakan. Pada kasus terbaru di Indonesia, contohnya pada kejadian banjir Demak beberapa waktu lalu.

Sangat penting mengenai literasi klimatologi dan edukasi bahwa cuaca dan iklim perlu diantisipasi. Belajar dari kasus Dubai yang dipicu perubahan iklim, maka dari itu kita harus waspada

Sekali lagi, banjir bandang di Dubai murni akibat perubahan iklim yang kini telah menyebar ke skala global. Dampaknya tidak lagi sekadar teori atau kajian saja, tapi sudah mengarah kepada bencana nyata yang bisa saja menyebabkan korban jiwa.

Kesimpulannya, banjir parah di Dubai adalah hasil dari kombinasi antara Badai Vorteks yang jarang terjadi di atas Laut Persia dan dampak perubahan iklim yang semakin terasa. Peningkatan cuaca ekstrem dan intensitas hujan yang disebabkan oleh perubahan iklim menjadi tantangan serius bagi kota-kota yang rentan terhadap bencana alam. Dalam menghadapi tantangan ini, kerjasama global dalam mitigasi perubahan iklim dan peningkatan kesiapsiagaan terhadap bencana alam menjadi sangat penting untuk melindungi masyarakat dan infrastruktur kota-kota di masa depan.


Sumber :

https://m.bisnis.com/amp/read/20240418/19/1758381/brin-badai-vorteks-di-atas-laut-persia-jadi-pemicu-hujan-ekstrem-di-dubai

https://kumparan.com/kumparannews/benarkah-badai-vortex-raksasa-ancam-jakarta-dan-sekitarnya-hujan-berhari-hari-206JkQd9Tly

https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-017810444/brin-peringatkan-peningkatan-cuaca-ekstrem-dan-polar-vortex-sampai-pertengahan-maret-2024?page=all

https://tekno.tempo.co/read/1857986/peneliti-brin-ihwal-banjir-bandang-dubai-dipicu-perubahan-iklim-dan-badai-vorteks

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20240419065240-641-1087898/fakta-fakta-ilmiah-banjir-parah-di-dubai-badai-hingga-krisis-iklim

https://www.cnbcindonesia.com/news/20240418134602-4-531347/terungkap-ini-dia-penyebab-malapetaka-banjir-besar-di-dubai

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6364587/mengenal-badai-vorteks-penyebab-hujan-ekstrem-di-wilayah-jawa

Wednesday, April 17, 2024

Bencana Banjir Menerjang Kota Megah Dubai


Kota Termegah Sedunia Terhenti oleh Cuaca Ekstrem.

Hujan lebat yang jarang terjadi telah mengguncang Dubai, salah satu pusat keuangan dan pariwisata terkemuka di dunia, menyebabkan banjir yang merusak infrastruktur dan mengganggu kehidupan sehari-hari warga

Kota gurun Dubai, Uni Emirat Arab, dilanda banjir setelah mengalami curah hujan terbesar dalam 75 tahun terakhir. Berdasarkan laporan dari beberapa sumber berita terpercaya, termasuk banjir tersebut telah menyebabkan kerugian besar dan menelan korban jiwa.

Hujan deras mulai turun pada hari Senin malam, tanggal 15 April 2024. Pada hari Selasa malam, tanggal 16 April 2024, curah hujan di Dubai tercatat lebih dari 142 mm (atau 5,59 inci) - biasanya merupakan jumlah rata-rata hujan yang turun dalam satu setengah tahun.

Hujan memang jarang terjadi di Dubai karena negara semenanjung Arab memang kawasan yang gersang. Hujan biasa terjadi secara berkala selama bulan-bulan musim dingin di kawasan tersebut.

Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) banjir ini akibat curah hujan tinggi. Data tersebut menunjukkan curah hujan sebesar 100 mm yang turun hanya dalam 12 jam ini membuat jalan-jalan di Dubai berubah menjadi sungai, dan air penuh menggenangi rumah-rumah dan tempat usaha.

Setidaknya tujuh orang telah tewas akibat banjir ini, dengan mayoritas korban berasal dari Uni Emirat Arab (UEA) dan Oman. Cuaca ekstrem ini juga telah merusak sejumlah infrastruktur kunci, termasuk jalan raya, bangunan, dan properti lainnya. Banjir bandang ini disebabkan oleh sejumlah besar air hujan yang tidak biasa, mengganggu kehidupan sehari-hari di kota tersebut.

Badai yang belum pernah terjadi sebelumnya ini telah menyebabkan banjir yang meluas, jalan-jalan terendam, pohon tumbang, sekolah-sekolah ditutup, penerbangan dialihkan dari bandara tersibuk di dunia, DXB, dan mengganggu kehidupan sehari-hari di seluruh negeri.

Pemerintah setempat telah berusaha keras untuk membantu warga yang terkena dampak banjir dan memulihkan kondisi kota. Namun, upaya ini terhambat oleh cuaca ekstrem yang terus berlanjut. Sebagai contoh, upaya melakukan cloud seeding (atau penyemaian awan) untuk meredakan hujan justru memperburuk banjir.

Hal ini juga dibenarkan oleh Ahmed Habib, seorang ahli meteorologi, mengatakan kepada Bloomberg bahwa peningkatan curah hujan di UEA mungkin disebabkan oleh praktik “penyemaian awan” di mana pesawat kecil yang dioperasikan pemerintah melepaskan semburan garam ke awan yang berpotensi meningkatkan tingkat curah hujan.

Pemerintah Uni Emirat Arab telah meminta seluruh sekolah dan pegawai pemerintah untuk beraktivitas dari rumah, karena cuaca ekstrem selama dua hari (16-17 April).

Akibat banjir ini, transportasi di Dubai terganggu parah. Bandara Dubai terpaksa menutup operasinya karena landasan pacu yang terendam air, dan beberapa pesawat bahkan terpaksa berlayar di atas permukaan air.

Ini menjadi pengingat yang mengejutkan akan kerentanan infrastruktur kota-kota besar terhadap perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Banjir di Dubai juga menunjukkan pentingnya upaya bersama dalam menghadapi tantangan ini, baik dalam hal mitigasi risiko maupun respons terhadap bencana alam. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi Dubai dan komunitas internasional untuk lebih siap menghadapi dampak perubahan iklim di masa depan.

Penyebab banjir di Dubai adalah hujan lebat yang jarang terjadi. Dubai merupakan daerah yang umumnya kering dengan curah hujan yang rendah, sehingga infrastruktur kota tidak sepenuhnya disesuaikan untuk menangani volume air yang besar dalam waktu singkat. Ketika terjadi hujan lebat, sistem drainase dan pengendalian banjir yang ada mungkin tidak mampu menangani aliran air yang cepat, yang kemudian mengakibatkan banjir di beberapa wilayah kota.

Faktor penyebab banjir Dubai ini juga karena kurangnya drainase di jalan raya dan di beberapa daerah. Hujan deras hingga banjir merupakan fenomena langka yang jarang terjadi di UEA.

Seperti wilayah Uni Emirat Arab lainnya, Dubai memiliki iklim yang panas dan kering. Hal ini membuat curah hujan jarang terjadi dan infrastruktur Dubai tidak siap untuk menangani cuaca ekstrem.

Selain itu, urbanisasi yang pesat dan perubahan lahan di Dubai dapat memperburuk dampak banjir dengan menyebabkan aliran air yang lebih cepat dan sulit terserap oleh tanah. Faktor-faktor ini bersama-sama menyebabkan banjir yang parah di kota tersebut ketika terjadi hujan lebat.

Perubahan iklim dan pemanasan global dapat menjadi faktor yang berkontribusi terhadap banjir parah di Dubai, meskipun tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya penyebab. Perubahan iklim dapat memengaruhi pola cuaca secara keseluruhan, termasuk pola hujan.

Pemanasan global dapat meningkatkan intensitas hujan, menyebabkan curah hujan yang lebih besar dalam periode singkat. Ini dapat mengakibatkan banjir yang lebih sering dan lebih parah.

Perubahan iklim dapat mempengaruhi pola hujan di suatu daerah, termasuk meningkatkan kecenderungan hujan lebat yang jarang terjadi. Hal ini dapat meningkatkan risiko banjir.

Pemanasan global juga dapat menyebabkan peningkatan kejadian cuaca ekstrem, seperti badai tropis yang lebih kuat atau periode hujan yang lebih panjang. Hal ini dapat meningkatkan risiko banjir di berbagai wilayah, termasuk Dubai.

Para pakar meyakini ke depannya curah hujan deras seperti ini akan semakin sering terjadi akibat dari perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Di sisi lain, Dubai yang memiliki iklim panas dan kering dapat membuat atmosfer terus menghangat, sehingga akan menyerap lebih banyak kelembapan yang kemudian nantinya dikeluarkan dalam bentuk semburan air hujan yang ekstrem.


Sumber :

https://www.cnbcindonesia.com/news/20240417152940-4-531051/malapetaka-hantam-uea-dan-oman-bandara-dubai-lumpuh-diterjang-banjir

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20240417105029-641-1087137/kenapa-dubai-bisa-terendam-banjir-parah

https://www.antaranews.com/berita/4061949/banjir-bandara-dubai-emirates-tangguhkan-check-in-hingga-tengah-malam

https://www.detik.com/properti/berita/d-7297203/penghuni-apartemen-nelangsa-imbas-banjir-di-dubai-listrik-dan-internet-padam

https://video.kompas.com/watch/1384337/menilik-banjir-di-dubai-kota-super-mewah-di-dunia-yang-dikepung-banjir

https://international.sindonews.com/read/1360811/43/dubai-dilanda-banjir-dan-badai-paling-parah-75-tahun-terakhir-1713355460

https://www.viva.co.id/berita/dunia/1706140-uea-tenggelam-warga-ceritakan-kengerian-banjir-dubai

Saturday, March 23, 2024

Sejarah Gempa Besar di Jawa

Gempa Besar di Pulau Jawa: Jejak Sejarah yang Meninggalkan Bekas.

Pulau Jawa, sebuah pulau yang kaya akan budaya dan sejarah, juga merupakan rumah bagi serangkaian gempa bumi yang telah membentuk dan mempengaruhi kehidupan penduduknya selama berabad-abad. Gempa-gempa ini tidak hanya meninggalkan jejak fisik yang menghancurkan, tetapi juga cerita-cerita tentang keberanian, ketahanan, dan semangat pemulihan masyarakat Jawa. 


Catatan sejarah gempa besar memperlihatkan belum pernah ada bukti gempa berskala 'mega' atau 'great' dengan Magnitudo lebih dari 8,5 terjadi di selatan Pulau Jawa. Berbeda dari zona megathrust di barat Pulau Sumatera.

Tak hanya rawan terjadi gempa, wilayah Selatan Jatim juga berpotensi terjadi tsunami. Sejarah mencatat ada tiga kali tsunami yang pernah menerjang daerah Jatim. Tsunami pertama kali menerjang wilayah selatan Pulau Jawa pada tahun 1840. Tsunami ini terjadi di Pacitan. Sementara di tahun 1994, tsunami terjadi di wilayah Selatan Jatim, tepatnya di Banyuwangi. Tsunami di Banyuwangi ini memiliki dampak cukup besar.

Berikut adalah beberapa contoh gempa besar yang pernah melanda Pulau Jawa, Indonesia:

1. Gempa Jakarta, 1699.
Pada 5 Januari 1699, Batavia, cikal bakal Jakarta diguncang gempa hebat. Gempa berlangsung sangat kencang dan kuat. Guncangan berlangsung selama tiga perempat jam. Gempa tersebut merenggut setidaknya 28 nyawa manusia. Sebanyak 21 rumah dan 29 lumbung hancur.

Saat itu Nusantara masih diduduki VOC-Belanda yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal Willem van Outhoorn (1691-1704).

Saat itu, Gunung Salak meletus. Dari puncaknya setinggi dua ribu meter, gunung itu menyemburkan abu dan batu. Ribuan kubik lumpur muncrat. Puluhan ribu pohon tumbang, menyumbat aliran Sungai Ciliwung, membekap kali dan tanggul di Batavia.

Banjir lumpur tak terelakkan. Oud Batavia mendadak menjadi rawa. Dilaporkan 28 orang tewas, 49 gedung batu nan kokoh hancur, hampir semua rumah mengalami kerusakan.

Diduga, pusat gempa saat itu ada di selatan Batavia, gempa seismik. Pusat gempa bumi belum bisa dipastikan, ada pendapat yang memperkirakan gempa tersebut berpusat di suatu tempat antara Cisalak hingga Lampung. Perkiraan lainnya, gempa bumi terjadi akibat tumbukan Lempeng Indo-Australia dan Eurasia yang termasuk dalam Zona Megathrust. 

2. Gempa bumi Jawa 1780.
22 Januari 1780 terjadi gempa bumi terbesar yang pernah melanda Pulau Jawa saat pendudukan Hindia Belanda. Magnitudo gempa diperkirakan mencapai sebesar 8.5. Gempa tersebut terjadi di Selat Sunda segmen Selatan Jawa. 

Gempa ini merupakan gempa di Palung Jawa. Tingkat konvergensi total melintasi Palung Jawa adalah sekitar 6 sampai 7 cm per tahun, lebih tinggi dari kebanyakan zona subduksi utama lainnya di wilayah tersebut.

Gempa tersebut merobohkan gedung-gedung di Bogor, Banten dan Batavia. 27 gudang runtuh di kota karena goncangan, Sebuah observatorium di kota setinggi 24 meter yang dibangun pada 1765 itu rusak parah dan terbengkalai setelah gempa. Gempa tersebut diduga memicu peningkatan aktivitas vulkanik di Gunung Salak dan Gunung Pangrango.

3. Gempa Besar Bantul atau Yogyakarta 1867.
Gempa ini diperkirakan memiliki magnitudo sekitar 8,5 hingga 8,8. Bantul dan sekitarnya menjadi pusat kerusakan yang parah, dengan ribuan jiwa kehilangan nyawa dan banyak bangunan hancur. 

Pada 10 Juni 1867, gempa besar mengguncang Jawa. Kala itu, korban jiwa mencapai 300 orang.

Tak hanya di Jogja, kerusakan akibat gempa juga terjadi daerah-daerah lain seperti Cirebon, Pekalongan, Banyumas, Semarang, dan Surakarta. Bahkan gempa juga dirasakan sampai di ibukota Batavia.

Perkebunan nila dan pabrik gula rusak parah di Yogyakarta, demikian pula dengan rumah-rumah dan fasilitas militer di sana. Tak hanya nyawa manusia, kematian juga dialami hewan-hewan ternak seperti kerbau. Sejumlah bangunan seperti keraton dan Taman Sari juga hancur karenanya.

4. Gempa Jawa, 1943.
Pada 23 Juli 1943, gempa dengan kekuatan 7 skala Richter mengguncang Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kala itu Indonesia masih di bawah penjajahan Jepang. 

Gempa menyebabkan 213 orang tewas dan lebih dari 3.900 lainnya cedera. Lebih dari 12.600 rumah roboh. Gempa ini menyebabkan kerusakan di Jawa Tengah, Garut, dan Surakarta. Di wilayah Bantul, sebanyak 31 orang tewas, 564 orang luka-luka, dan 2.682 rumah roboh. 

5. Gempa Besar Cilacap, 1957.
Gempa yang terjadi di Cilacap pada tahun 1957 juga menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah Pulau Jawa. Dengan magnitudo sekitar 6,5, gempa ini menewaskan ratusan orang dan menyebabkan kerusakan yang signifikan terhadap infrastruktur dan pemukiman di sekitarnya. Meskipun tidak sebesar gempa-gempa lainnya, dampaknya tetap terasa dalam ingatan kolektif masyarakat Jawa.

6. Gempa Bumi dan Tsunami Jawa Timur, 1994.
Gempa bumi dan tsunami Jawa Timur 1994 adalah bencana gempa bumi tektonik yang berpusat di Samudra Hindia yang terjadi pada tanggal 2 Juni 1994 sekira pukul 01:17 WIB, gempa dirasakan diseluruh wilayah Jawa Timur, Bali, dan sebagian Jawa Tengah.

Gempa dengan kekuatan mencapai skala Richter 7,8 memicu gelombang tsunami di pantai selatan Jawa Timur. Gempa terjadi akibat persegeseran gempa tektonik di Samudra Hindia. Gelombang gergasi yang menerjang liar mengakibatkan kerusakan total di pemukiman pesisir.

Tsunami datang 2 jam berselang sejak gempa bumi tersebut terjadi, gelombang tsunami kemudian menghantam pesisir pantai selatan Jawa Timur bagian timur tepatnya di wilayah kabupaten Banyuwangi pada 3 Juni 1994 dini hari .

Daerah-daerah pesisir selatan di Kabupaten Banyuwangi seperti Pantai Plengkung, Pantai Pancer dan Pantai Rajegwesi rata dengan tanah. Korban meninggal diperkiraan mencapai 215 jiwa. Salah satu faktor jatuhnya korban jiwa adalah karena peristiwa tersebut terjadi pada dini hari di mana banyak warga yang masih tertidur lelap.

7. Gempa Besar Yogyakarta 2006.
Terjadi pada tanggal 27 Mei 2006, gempa dengan kekuatan 5,9 skala Ritcher atau 6,3 skala Richter ini mengguncang daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Lebih dari 5.700 orang tewas dan ribuan lainnya mengalami luka-luka. Kerugian materiil juga sangat besar, dengan ribuan rumah dan bangunan lainnya hancur atau rusak parah. 

Gempa terjadi dengan kedalaman 7,5 km di dekat permukaan di sepanjang patahan di Lempeng Sunda, sekitar 20 km selatan-tenggara Yogyakarta. 

Rumah-rumah di wilayah selatan rata dengan tanah. Banyak manusia bergelimpangan di pinggir jalan. Setidaknya 3.000 nyawa melayang di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta, dari total 6.234 hidup manusia yang terampas.

Jaringan listrik dan komunikasi terputus, warga takut kembali ke rumah. Sebagian karena isu tsunami yang dihembuskan pihak tak bertanggung jawab. Mereka mengungsi ke masjid, gereja, dan rumah sakit. Jumlah pengungsi mencapai 200.000 orang.

8. Gempa Besar Pangandaran, 2006.
Tahun 2006 juga terjadi Gempa Pangandaran yang mengguncang pantai selatan Pulau Jawa. Dengan magnitudo 7,7 skala Ritcher , gempa ini menyebabkan gelombang tsunami lokal yang menewaskan lebih dari 600 orang dan melukai ribuan lainnya. Pangandaran dan daerah sekitarnya mengalami kerusakan yang parah, termasuk infrastruktur pariwisata yang penting bagi ekonomi lokal.

Gempa besar itu memicu terjadinya tsunami. Lebih dari 600 orang tewas dalam musibah itu. Pangandaran menjadi wilayah terdampak terparah. Tsunami terjadi sekitar 15 menit usai gempa. Luapan air menyebabkan banyak rumah warga di sepanjang pantai barat Pangandaran hancur. 

9. Gempa Tasikmalaya, 2009.
Gempa dengan kekuatan 7,3 skala Richter mengguncang Tasikmalaya pada Rabu 2 September 2009 pukul 14.55 WIB. Gempa tektonik tersebut terjadi akibat tumbukan lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia. Gempa memicu kerusakan di sekitar episentrum. Salah satu daerah terdampak paling parah adalah Kabupaten Cianjur, di mana tanah longsor yang dipicu gempa menewaskan 40 orang.

Sejumlah orang juga dikabarkan meninggal dunia akibat tertimpa puing-puing bangunan yang roboh di Tasikmalaya dan Sukabumi. Gedung-gedung tinggi di Jakarta yang berjarak 200 km dari pusat gempa pun bergoyang hebat karenanya.

Ribuan orang di ibu kota berlarian keluar dari gedung-gedung tinggi juga pusat perbelanjaan. Total, bempa mengakibatkan 80 orang meninggal dunia, 47 lainnya hilang, sementara 1.250 warga luka-luka.


Pembelajaran dan Persiapan untuk Masa Depan.
Melalui serangkaian gempa yang mengguncangnya selama berabad-abad, Pulau Jawa telah belajar banyak tentang pentingnya persiapan, mitigasi, dan reaksi terhadap bencana alam. Pemerintah dan masyarakat terus bekerja sama untuk meningkatkan infrastruktur yang tahan gempa, memperkuat bangunan, dan meningkatkan kesadaran akan resiko bencana. Sejarah gempa-gempa besar ini juga mengingatkan kita akan kerapuhan manusia di hadapan kekuatan alam, serta pentingnya solidaritas dan kerjasama dalam menghadapi tantangan yang tidak terduga.

Sejarah gempa besar di Pulau Jawa adalah cerminan dari ketahanan dan semangat pemulihan yang menginspirasi. Dalam menghadapi masa depan yang penuh dengan ketidakpastian, kisah-kisah ini memperkuat tekad untuk terus beradaptasi, berkembang, dan membangun masyarakat yang lebih tangguh secara bersama-sama.

Sumber :
https://tekno.tempo.co/read/1471512/bmkg-beberkan-sejarah-gempa-besar-di-selatan-jawa-simak-catatannya
https://www.liputan6.com/global/read/3198110/7-gempa-mematikan-ini-pernah-mengguncang-pulau-jawa?page=8
https://tirto.id/sejarah-gempa-bumi-1699-yang-mengguncang-banten-dan-jakarta-efyn
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5529327/pernah-diguncang-9-gempa-dahsyat-selatan-jatim-juga-3-kali-diterjang-tsunami.
https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_dan_tsunami_Jawa_Timur_1994
https://www.merdeka.com/jateng/7-gempa-besar-yang-pernah-terjadi-di-pulau-jawa-ada-yang-sebabkan-tsunami.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_Jawa_1780
https://earthweb.ess.washington.edu/tsunami/specialized/events/eastjava/pancer94str.html

Friday, March 22, 2024

Tuban Diguncang Gempa Lagi, Kali Ini Magnitudo 6.5

Pulau Jawa kembali diguncang gempa bumi, kali ini dengan pusat gempa berada di Tuban, Jawa Timur. Gempa ini tercatat memiliki kekuatan magnitudo 6.5, yang cukup kuat untuk menimbulkan kerusakan di sejumlah wilayah.

Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa bumi ini tidak berpotensi tsunami. Hingga pukul 16.15 WIB, hasil pantauan BMKG menunjukkan adanya 22 aktivitas gempa bumi. Rangkaian gempa bumi dangkal menghantam wilayah Tuban, Jawa Timur sejak pukul 11.22 WIB.

Dan hingga pukul 17.00 WIB telah terjadi gempa susulan sebanyak 32 kali.

Pada guncangan pertama, kekuatan gempa tercatat mencapai Magnitudo 6. Namun, pada pukul, gempa Magnitudo 6,5 kembali mengguncang wilayah Tuban.

Gempa ini terjadi pada hari ini, dan telah menyebabkan kerusakan pada sejumlah bangunan, termasuk rumah-rumah warga dan fasilitas umum. Meskipun tidak ada laporan mengenai korban jiwa, namun dua orang dilaporkan mengalami luka-luka akibat kejadian ini.


Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (atau BMKG) Indonesia telah memberikan analisa mengenai penyebab gempa ini. BMKG menyatakan bahwa gempa ini disebabkan oleh aktivitas sesar aktif di Laut Jawa. Sesar-sesar aktif ini menjadi sumber potensi gempa bumi di wilayah tersebut.

Gempa di Tuban termasuk jenis gempa bumi dangkal yang terjadi akibat adanya aktivitas sesar aktif di Laut Jawa.

Gempa ini terjadi akibat adanya aktivitas sesar aktif di laut Jawa, yaitu Sesar Bawean. Namanya Sesar Bawean, tapi letaknya bukan di Pulau Bawean, tapi di laut dekat Bawean. Cuma dia tidak melewati Baweannya.

Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi memiliki mekanisme pergerakan geser (strike-slip).

-

Sumber gempa ini sangatlah dangkal, yakni hanya 10 km dari permukaan laut. 

Menandakan gempa ini adalah gempa kerak dangkal dari sesar aktif setempat. Bukan dari subduksi lempeng Australia - lempeng Sunda (atau Eurasia), yang di kawasan Pulau Bawean dan sekitarnya menghasilkan sumber-sumber gempa dengan kedalaman lebih dari 500 km.

Bagaimana bisa terdapat sesar mendatar aktif di tengah-tengah Laut Jawa?.

Ceritanya dimulai sekitar 90 juta tahun yang lalu. Ketika pecahan daratan Australia mulai berpisah, yang kemudian menyebabkan benturan dengan bagian barat Indonesia. Peristiwa ini yang akhirnya membentuk Pulau Jawa seperti yang kita kenal sekarang.

-

Guncangan gempa ini juga dirasakan di Jakarta, ibu kota Indonesia, meskipun pusat gempa berada di Tuban. Getaran gempa terasa hingga ke Jakarta. Dampak gempa bumi juga dirasakan di beberapa daerah, meliputi Jepara, Lamongan, Bojonegoro, Surabaya, Kudus, Blora, Bojonegoro, Surabaya, Kudus, Blora, Pekalongan, Nganjuk, Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Sidoarjo, Madiun, Pasuruan, Malang, Semarang, dan Yogyakarta.

Meskipun BMKG memberikan penjelasan mengenai penyebab gempa, masih ada banyak pertanyaan tentang keamanan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam seperti gempa bumi. Dua rumah dan satu sekolah dilaporkan rusak akibat gempa ini.

BPBD Jatim merinci dampak gempa antara lain  tujuh rumah rusak ringan, satu rumah rusak sedang, satu rumah rusak berat, dua sekolah terdampak, dua rumah sakit terdampak, satu pondok pesantren terdampak, dan satu kantor kepala desa juga terdampak gempa. 

Pemerintah daerah setempat, termasuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), sedang bergerak cepat untuk mengevaluasi dampak gempa ini dan memberikan bantuan kepada warga yang terdampak. Namun, masyarakat di wilayah-wilayah rawan gempa diimbau untuk tetap waspada dan meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana alam.

-

Gempa magnitudo yang mengguncang Tuban Jumat, 22 Maret 2024 ini bukan yang pertama kali, ternyata, gempa serupa pernah terjadi pada tahun lalu, tepatnya pada Jumat, 14 April 2023 juga terjadi gempa yang mengguncang Tuban berkekuatan magnitudo 6,6.

Sebelumnya lagi, dua gempa bumi mengguncang kawasan Kabupaten Tuban, Jawa Timur pada Kamis 19 September 2019 pukul 14.06 dan 14.31 WIB. Uniknya, dua gempa dengan kedalaman lebih dari 600 kilometer itu terasa hingga Bandung, Jawa Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Episenter gempa bumi pertama berlokasi di laut pada jarak 58 km barat laut Kabupaten Tubandengan kedalaman 620 km.

Episenter gempa bumi kedua berlokasi di laut pada jarak 56 km barat laut Kabupaten Tuban, Jawa Timur dengan kedalaman 623 km.

Sejarah gempa berkekuatan besar yang terjadi di perairan Tuban, Jawa Timur, perlu dipelajari. Karena mungkin pernah terjadi gempa yang besar disana.

Dilihat dari beberapa catatan, Tuban pernah mengalami beberapa kali gempa bumi. Data tertua yang memuat gempa bumi di Tuban terdapat di prasasti Waruṅgahan bertarikh 1227 Śaka, atau 1305 Masehi. Prasasti ini ditemukan ketika sedang menggali pondasi bangunan di kedalaman sekitar 0,5 m di bawah permukaan tanah di sebuah desa yang terletak di Kecamatan Semanding.

Data tertua yang dapat diketahui sebelum prasasti ini ditemukan adalah terjadinya gempa di daerah Rengel Tuban dengan guncangan berulang pada tanggal 18 Juli 1864.

Dalam prasasti Waruṅgahan disebutkan tentang gempa bumi yang terdapat di lempeng III b.2, yang artinya “prasasti itu (telah) hilang ketika bumi berguncang”.

-

Gempa bumi di Indonesia menjadi peringatan bagi kita semua akan pentingnya upaya mitigasi bencana dan pembangunan infrastruktur yang tahan gempa. Dengan meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan, diharapkan dapat mengurangi risiko dan kerugian yang ditimbulkan oleh bencana alam seperti gempa bumi.


Mengapa Gempa Bumi Terjadi karena Aktivitas Sesar?.

Gempa bumi merupakan fenomena alam yang seringkali menimbulkan kerusakan dan kepanikan di berbagai belahan dunia. Salah satu penyebab utama terjadinya gempa bumi adalah aktivitas sesar. Sesar adalah retakan atau patahan pada lapisan kulit bumi yang dapat bergerak, dan ketika terjadi pergeseran pada sesar tersebut, energi dilepaskan dalam bentuk gempa bumi. Artikel ini akan menjelaskan lebih lanjut mengenai hubungan antara gempa bumi dan aktivitas sesar.


1. Apa Itu Sesar?.

Sesar merupakan retakan pada kerak bumi yang terjadi karena tekanan yang berlebihan. Sesar dapat berupa sesar naik (reverse fault), sesar turun (normal fault), atau sesar geser (strike-slip fault), tergantung pada arah pergerakan batuan di sekitarnya. Ketika dua lempeng tektonik bertemu dan saling bergerak, tekanan yang terbentuk dapat menyebabkan sesar.


2. Mengapa Sesar Menyebabkan Gempa Bumi?.

Ketika terjadi pergeseran pada sesar, terjadi pelepasan energi yang disebabkan oleh gesekan antara dua lempeng tektonik yang bergerak. Energi inilah yang kemudian merambat melalui kerak bumi dalam bentuk gelombang gempa, yang dapat dirasakan sebagai guncangan atau getaran di permukaan bumi.


3. Jenis-jenis Gempa Bumi yang Disebabkan oleh Sesar.

Gempa Sesar: Terjadi ketika dua lempeng tektonik bergeser secara horizontal atau geser lateral.

Gempa Naik: Terjadi ketika satu lempeng tektonik bergerak naik relatif terhadap lempeng lainnya.

Gempa Turun: Terjadi ketika satu lempeng tektonik bergerak turun relatif terhadap lempeng lainnya.


4. Dampak dan Risiko Gempa Bumi karena Sesar.

Gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas sesar dapat memiliki dampak yang merusak pada infrastruktur dan kehidupan manusia. Bangunan dan struktur lainnya dapat runtuh atau rusak parah akibat getaran yang kuat. Selain itu, gempa bumi dapat menyebabkan tanah longsor, tsunamii, atau bahkan letusan gunung berapi, tergantung pada faktor-faktor geologis lokal.


5. Mitigasi dan Kesiapsiagaan.

Pentingnya mitigasi dan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi gempa bumi sangatlah penting. Ini meliputi pembangunan infrastruktur yang tahan gempa, edukasi masyarakat tentang tindakan pengamanan, serta perencanaan penanggulangan bencana yang efektif.

Dengan memahami hubungan antara gempa bumi dan aktivitas sesar, diharapkan kita dapat lebih waspada dan siap menghadapi potensi bencana alam yang disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik di masa depan.


Sumber :

https://www.detik.com/jatim/berita/d-7255933/pakar-its-sebut-gempa-tuban-dipicu-sesar-bawean

https://news.detik.com/berita/d-7256123/tuban-diguncang-gempa-lagi-kali-ini-m-6-5

https://www.cnbcindonesia.com/news/20240322192816-4-524650/ini-analisa-bmkg-soal-penyebab-gempa-tuban-yang-rusak-rumah-warga

https://www.kompas.tv/regional/494889/bmkg-jelaskan-penyebab-gempa-m6-0-di-tuban-ada-aktivitas-sesar-aktif-di-laut-jawa

https://www.antaranews.com/berita/4023981/bpbd-sejumlah-rumah-fasiltas-rusak-akibat-gempa-tuban-dua-luka

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240322145042-20-1077756/2-rumah-dan-1-sekolah-dilaporkan-rusak-akibat-gempa-tuban

https://ekonomi.bisnis.com/read/20240322/44/1751882/penyebab-gempa-m-60-guncang-tuban-22-maret-ini-penjelasan-bmkg

https://www.liputan6.com/news/read/5556963/gempa-magnitudo-65-kembali-guncang-tuban-getarannya-terasa-hingga-jakarta

https://pontianakinfo.disway.id/read/1319/gempa-spektakuler-di-laut-jawa-rahasia-tersembunyi-pulau-jawa

https://www.jawapos.com/pendidikan/014471796/penjelasan-gempa-dangkal-di-laut-jawa-yang-mengguncang-tuban-ini-cerita-lama-terbentuknya-pulau-jawa

https://www.detik.com/jatim/berita/d-7255892/bukan-pertama-kali-tuban-pernah-diguncang-gempa-m-6-6-tahun-lalu.

https://jateng.antaranews.com/berita/489915/sejarah-gempa-besar-di-perairan-tuban-perlu-dipelajari

https://suluk.id/melihat-jejak-gempa-bumi-di-tuban-dari-prasasti-warunggahan/

https://www.liputan6.com/news/read/4068578/bmkg-fenomena-gempa-tuban-jatim-bukti-lempeng-indo-australia-aktif

Thursday, March 21, 2024

Waspada Penurunan Tanah di Utara Jawa

Pulau Jawa, yang merupakan pulau terpadat di Indonesia, menghadapi tantangan serius dalam bentuk penurunan tanah. Fenomena ini telah menjadi perhatian utama para ilmuwan, pemerintah, dan masyarakat karena dampaknya yang merugikan. 

Penurunan tanah di Pulau Jawa adalah masalah yang kompleks dan memerlukan pendekatan komprehensif dari berbagai pihak. Dengan mengidentifikasi penyebab utama, memahami dampaknya, dan mengimplementasikan solusi yang tepat, kita dapat melindungi lingkungan dan memastikan keberlanjutan Pulau Jawa untuk generasi mendatang.

-

Berdasarkan info dari KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA pada tanggal : 2 Desember 2020, dijelaskan bahwa terjadi penurunan muka tanah yang terus berlangsung di wilayah pesisir utara. Diungkapkan bahwa sejumlah wilayah tersebut terjadi penurunan antara 6 - 10 sentimeter per tahunnya.

Fenomena penurunan muka tanah ini dimonitoring secara komperhensif pada tahun 2020. Berdasarkan hasil monitoring, penurunan tanah di wilayah Semarang bisa mencapai lebih dari 10 cm per tahun. Sementara untuk wilayah Pekalongan sejak pemantauan bulan Mei 2020 sekitar 0,5 cm per bulan. Besaran ini sama dengan hasil pemantauan yang terjadi di Kendal di 2016.

https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/ini-penyebab-terjadinya-penurunan-tanah-di-pesisir-utara-jawa-tengah

Berdasarkan hasil pemantauan citra satelit, terjadi penurunan muka tanah di DKI Jakarta antara 0.1-8 cm per tahun, Cirebon antara 0.3-4 cm per tahun, Pekalongan antara 2.1-11 cm per tahun, Semarang antara 0.9 – 6 cm per tahun, dan Surabaya antara 0.3 – 4.3 cm per tahun.

Dampak perubahan iklim terhadap pesisir utara Pulau Jawa saat ini sudah semakin tinggi dengan dipicu oleh penurunan permukaan tanah di wilayah tersebut. Cirebon, Pekalongan, Semarang, dan Surabaya adalah kota-kota pesisir utara Jawa yang paling rawan terhadap penurunan tanah ekstrim hingga tahun 2050.

https://www.beritasatu.com/news/828699/pekalongan-alami-penurunan-tanah-terparah

Setidaknya ada tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya penurunan tanah.

Tiga faktor tersebut di antaranya, ekstraksi air tanah yang berlebih, beban karena konstruksi infrastruktur, dan kondisi geologi yang berupa endapan alluvial dan batuan sedimen. Dari tiga faktor tersebut akhrinya menyebabkan subsidence atau penurunan tanah.

Pada 2017-2018 melalui GPS di beberapa titik di wilayah Timur dan Selatan Surabaya mengungkap adanya penurunan tanah. Namun penurunan tanah di Kota Surabaya tidak sedalam di Jakarta ataupun Semarang.

Kota Surabaya turun sedalam 20-40 milimeter.

https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2022/pakar-geomatika-its-jelaskan-tiga-penyebab-penurunan-tanah-pantura-jawa-dan-surabaya/

Pengendalian penggunaan air tanah ini merupakan regulasi yang bertujuan untuk menjaga agar air tanah dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk berbagai keperluan. Terutama untuk menjamin kebutuhan di masa depan. 

https://www.cnbcindonesia.com/news/20231113154002-4-488634/waspada-tanah-pantura-jawa-sudah-ambles

Perlu adanya pengkajian ulang soal Amdal dan pembatasan penggunaan air tanah untuk Kota Semarang dan sekitarnya. 

https://www.metrotvnews.com/play/bmRCeel4-penurunan-tanah-picu-banjir-di-utara-pulau-jawa

Akibat penurunan yang berkelanjutan membuat saat ini permukaan tanah wilayah pesisir Jawa Tengah itu terpaut lebih rendah dari muka air laut.

Itulah mengapa bila diguyur hujan air cepat menyebar, dan surutnya membutuhkan waktu lama dan juga tak sedikit berujung longsor.

https://www.antaranews.com/berita/4010295/bmkg-penurunan-tanah-jadi-pemicu-pulau-jawa-rentan-terdampak-banjir

Jakarta, kota yang diprediksi akan tenggelam dalam beberapa tahun ke depan. Jakarta memang terancam akan tenggelam dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini merupakan imbas dari pemanasan global, serta penurunan muka tanah di wilayah Jakarta. Selain Jakarta, ada beberapa kota lain di Pulau Jawa yang memiliki nasib sama, terancam tenggelam di masa depan. 

Jakarta diprediksi menjadi kota pertama di dunia yang akan tenggelam. Jika tidak segera diantisipasi, seluruh wilayah Jakarta Utara diprediksi akan tenggelam pada tahun 2050.

https://goodstats.id/article/3-kota-di-pulau-jawa-ini-terancam-tenggelam-dalam-beberapa-tahun-ke-depan-YtXlN

Fenomena amblesan tanah setidaknya telah terjadi di Pulau Jawa sejak tahun 1970-an. Daerah-daerah pesisir, seperti Jakarta, Semarang, Pekalongan, Bekasi, Kendal, dan Demak memiliki ancaman lebih tinggi untuk mengalami penurunan tanah lebih dalam.

Fenomena amblesan tanah akan semakin terjadi pada daerah-daerah yang memiliki struktur tanah alluvial, endapan danau, gambut, dan tanah organik yang berumur muda atau kuarter. Di mana jenis-jenis tanah ini lah yang menyusun daratan daerah-daerah di Pantai Utara (Pantura) Jawa.

Jika permasalahan akibat penurunan permukaan tanah tidak segera diatasi, estimasi kerugian ekonomi yang harus ditanggung Pulau Jawa, khususnya di Jakarta saja dapat mencapai Rp2,1 trilun per tahun

Agar Pulau Jawa, utamanya Pantura tidak semakin tenggelam, pemerintah bakal membentuk kelompok kerja untuk menggarap Major Project Pengaman Pesisir Tanggul Laut Raksasa (atau Giant Sea Wall) di lima kota di Pantura Jawa. 

Tanggul laut raksasa adalah struktur besar yang dibangun di sepanjang garis pantai untuk melindungi daratan dari gelombang laut yang tinggi dan erosi pantai. Struktur ini terdiri dari material yang kuat seperti beton, batu, atau bahkan bahan-bahan ramah lingkungan seperti bambu yang disusun secara bertahap untuk membentuk barikade yang kokoh.

Pengaman pesisir tanggul laut raksasa menawarkan solusi yang potensial untuk melindungi pesisir dari ancaman gelombang laut dan erosi pantai yang semakin memburuk akibat perubahan iklim. Namun, pembangunan dan implementasi tanggul laut raksasa perlu dilakukan dengan hati-hati, dengan memperhatikan dampak lingkungan dan keberlanjutan jangka panjang. Dengan pendekatan yang bijaksana dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, pengaman pesisir tanggul laut raksasa dapat menjadi langkah penting dalam menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir di seluruh dunia.

https://www.alinea.id/bisnis/menjaga-pulau-jawa-agar-tak-tenggelam-dengan-tanggul-raksasa-b2k0f9P1z

Banjir yang akhir-akhir ini kerap melanda kawasan di Jawa Tengah, khususnya di Demak-Pati-Juwana tersebut sehingga kembali mencuat fenomena munculnya kembali Selat Muria.

Selat Muria, sebuah perairan di Jawa Tengah, telah menjadi subjek perhatian luas belakangan ini karena fenomena munculnya kembali yang mengejutkan. 

Selat Muria adalah selat yang terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Madura, di sebelah utara Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Selat ini memiliki kedalaman yang signifikan dan memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat pesisir.

Fenomena munculnya kembali Selat Muria adalah contoh yang menggambarkan kompleksitas alam dan interaksi antara faktor-faktor geologis, atmosferis, dan manusia. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang fenomena ini, kita dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melindungi lingkungan dan mengurangi dampaknya terhadap masyarakat setempat.

https://www.kompas.com/tren/read/2024/03/21/123000465/selat-muria-tak-bisa-muncul-lagi-ini-alasannya-menurut-ahli-geologi-ugm?page=all.

Perubahan iklim dan penurunan tanah adalah dua masalah lingkungan yang saling terkait dan memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan manusia dan ekosistem di seluruh dunia. Penurunan tanah dan perubahan iklim merupakan dua tantangan lingkungan yang saling terkait dan memerlukan solusi holistik. Dengan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, serta upaya bersama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengelola lahan secara berkelanjutan, kita dapat melindungi planet ini dan memastikan kelangsungan hidup bagi generasi mendatang.

Wednesday, March 20, 2024

Mengapa Badai El Niño dan La Niña Semakin Intensif?

 Badai El Niño dan La Niña telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dinamika iklim global, tetapi dalam beberapa dekade terakhir, telah teramati adanya tren peningkatan intensitas kedua fenomena ini. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa badai El Niño dan La Niña semakin intensif? Mari kita telaah beberapa faktor yang mungkin berperan dalam peningkatan ini.


Pemanasan Global

Salah satu faktor utama yang diyakini berkontribusi terhadap peningkatan intensitas badai El Niño dan La Niña adalah pemanasan global. Peningkatan suhu permukaan laut di seluruh dunia dapat meningkatkan energi termal yang tersedia untuk memicu dan memperkuat kedua fenomena ini. Suhu permukaan laut yang lebih hangat dapat menghasilkan badai El Niño yang lebih panas dan La Niña yang lebih dingin.


Perubahan Pola Angin dan Aliran Laut

Perubahan dalam pola angin dan aliran laut, yang dapat terjadi sebagai akibat dari pemanasan global atau variabilitas alami lainnya, juga dapat memengaruhi intensitas badai El Niño dan La Niña. Pola angin yang lebih kuat atau aliran laut yang lebih kuat dapat meningkatkan intensitas kedua fenomena ini, menghasilkan kondisi cuaca yang lebih ekstrem di berbagai belahan dunia.


Interaksi dengan Variabilitas Alam Lainnya

Selain faktor-faktor global, interaksi antara badai El Niño dan La Niña dengan variabilitas alam lainnya juga dapat mempengaruhi intensitas kedua fenomena ini. Misalnya, interaksi antara ENSO dan Indian Ocean Dipole (IOD) atau North Atlantic Oscillation (NAO) dapat memperkuat atau melemahkan efek dari masing-masing fenomena, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi intensitas badai El Niño atau La Niña.


Variabilitas Alam yang Lebih Besar

Ada juga hipotesis bahwa variabilitas alam secara umum telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir, yang dapat menyebabkan peningkatan intensitas badai El Niño dan La Niña. Variabilitas alam yang lebih besar dapat menghasilkan kondisi cuaca yang lebih ekstrem secara umum, termasuk badai El Niño dan La Niña yang lebih kuat dan lebih sering terjadi.


Kesimpulan

Peningkatan intensitas badai El Niño dan La Niña adalah fenomena yang kompleks dan multi-dimensi, dengan banyak faktor yang berpotensi berkontribusi. Dari pemanasan global hingga perubahan pola angin dan interaksi dengan variabilitas alam lainnya, pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor ini dapat membantu kita mengantisipasi dan mengelola dampak yang dihasilkan oleh kedua fenomena ini.

Dibalik Layar: Bagaimana Ilmuwan Memprediksi Badai El Niño dan La Niña?

Badai El Niño dan La Niña adalah fenomena alam yang memiliki dampak yang signifikan terhadap iklim global, dan kemampuan untuk memprediksi kedua fenomena ini dapat memberikan waktu yang berharga bagi masyarakat untuk bersiap menghadapi dampaknya. Namun, bagaimana sebenarnya ilmuwan dapat memprediksi kedatangan badai El Niño dan La Niña? Mari kita telaah lebih dalam.


Pemahaman tentang El Niño dan La Niña

Sebelum membahas bagaimana prediksi dilakukan, penting untuk memahami apa itu El Niño dan La Niña. Kedua fenomena ini merupakan bagian dari osilasi El Niño-Southern Oscillation (ENSO), yang terjadi ketika suhu permukaan laut di Samudera Pasifik tengah dan timur mengalami fluktuasi yang signifikan.


El Niño: Fase hangat dari ENSO, di mana suhu permukaan laut di wilayah Pasifik tengah dan timur menjadi lebih hangat dari biasanya.

La Niña: Fase dingin dari ENSO, di mana suhu permukaan laut di wilayah yang sama menjadi lebih dingin dari biasanya.

Pengamatan dan Monitoring

Pengamatan Suhu Permukaan Laut: Ilmuwan menggunakan jaringan stasiun pengamatan dan satelit untuk memonitor suhu permukaan laut di wilayah Samudera Pasifik tengah dan timur. Perubahan dalam suhu ini menjadi indikator awal dari potensi badai El Niño atau La Niña.


Monitoring Angin dan Aliran Laut: Selain suhu permukaan laut, ilmuwan juga memantau pola angin dan arus laut di Samudera Pasifik. Perubahan dalam pola angin dan arus laut dapat mengindikasikan perubahan dalam ENSO.


Model Iklim Komputer

Model Dinamika Samudera-Atmosfer: Ilmuwan menggunakan model matematika yang kompleks untuk mensimulasikan interaksi antara samudera dan atmosfer. Model ini memungkinkan mereka untuk memprediksi bagaimana perubahan dalam suhu permukaan laut atau pola angin akan mempengaruhi perkembangan El Niño atau La Niña.


Model Statistik: Selain model dinamika, ilmuwan juga menggunakan model statistik yang berdasarkan pada pola historis dan hubungan antara variabel iklim. Model ini memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi pola yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya badai El Niño atau La Niña.


Validasi dan Pembaruan Prediksi

Setelah prediksi awal dibuat, ilmuwan terus memantau kondisi atmosfer dan samudera untuk memvalidasi prediksi mereka. Jika kondisi aktual mulai menunjukkan tanda-tanda El Niño atau La Niña, prediksi dapat diperbarui dan disesuaikan sesuai.


Kesimpulan

Memprediksi kedatangan badai El Niño dan La Niña melibatkan kombinasi antara pengamatan langsung, pemantauan data atmosfer dan samudera, serta penggunaan model iklim komputer yang kompleks. Dengan pendekatan ini, ilmuwan dapat memberikan informasi yang berharga bagi masyarakat dan pemerintah untuk bersiap menghadapi dampak dari kedua fenomena alam ini.