Pages

Sunday, December 25, 2022

Beruang Kutub di Kanada Terus Berkurang

Sabtu , 24 Dec 2022, 06:40 WIB

Beruang kutub di Western Hudson Bay Kanada yang terletak tepi selatan Arktik terus mati dalam jumlah yang tinggi. Survei pemerintah tentang karnivora darat itu menemukan, beruang betina dan anaknya mengalami masa-masa sulit.

Para peneliti mensurvei Western Hudson Bay atau rumah bagi Churchill yang merupakan kota berjulukan 'Ibukota Beruang Kutub Dunia' melalui udara pada 2021. Hasil survei itu memperkirakan ada 618 beruang, jumlah ini berkurang dibandingkan dengan 842 pada 2016, ketika mereka terakhir disurvei.

"Penurunan sebenarnya jauh lebih besar dari yang saya perkirakan," kata Andrew Derocher, seorang profesor biologi di University of Alberta yang telah mempelajari beruang kutub di Teluk Hudson selama hampir empat dekade.

Sejak 1980-an, jumlah beruang di wilayah tersebut telah turun hampir 50 persen. Es yang penting untuk kelangsungan hidup berung telah menghilang.

Beruang kutub mengandalkan es laut Arktik yang menyusut di musim panas dengan suhu yang lebih hangat dan terbentuk lagi di musim dingin yang panjang. Mereka menggunakannya untuk berburu, bertengger di dekat lubang di es tebal untuk melihat anjing laut, makanan favoritnya muncul untuk mencari udara.

Tapi karena Arktik telah menghangat dua kali lebih cepat dari bagian dunia lainnya karena perubahan iklim, es laut retak di awal tahun dan membutuhkan waktu lebih lama untuk membeku di musim gugur. Kondisi itu telah membuat banyak beruang kutub  di Kutub Utara hanya mendapatkan lebih sedikit es untuk hidup, berburu, dan bereproduksi.

Beruang kutub bukan hanya predator kritis di Kutub Utara. Selama bertahun-tahun, sebelum perubahan iklim mulai memengaruhi orang-orang di seluruh dunia, hewan itu juga merupakan wajah paling terkenal dari perubahan iklim.

Para peneliti mengatakan konsentrasi kematian pada beruang muda dan betina di Western Hudson Bay mengkhawatirkan. “Itu adalah jenis beruang yang selalu kami perkirakan akan terpengaruh oleh perubahan lingkungan,” kata penulis utama yang telah mempelajari beruang kutub selama lebih dari 30 tahun Stephen Atkinson.

Beruang muda membutuhkan energi untuk tumbuh dan tidak dapat bertahan lama tanpa makanan yang cukup. Sedangkan beruang betina berjuang keras karena menghabiskan begitu banyak energi untuk mengasuh dan membesarkan anak.

Kapasitas beruang kutub di Western Hudson Bay  untuk bereproduksi akan berkurang. "Karena Anda hanya memiliki lebih sedikit beruang muda yang bertahan hidup dan menjadi dewasa," ujar Atkinson.


Sumber :

https://repjogja.republika.co.id/berita/rndb3q291/beruang-kutub-di-kanada-terus-berkurang

Wednesday, December 21, 2022

80 Persen Polusi Plastik Kotori Lautan

Sampah Plastik Jejali 1000 Sungai, 80 Persen Polusi Plastik Kotori Lautan 

Written by Marinus L Toruan


Boyan Slat pendiri dan chief executive The Ocean Cleanup (kiri) dan limbah atau sampah plastik yang mencemari sungai-sungai dan selanjutnya meneruskannya ke lautan.

Jangan biarkan sampah plastik jejali 1000 sungai agar laut tak penuhi sampah. The Ocean Cleanup malaporkan, sampah plastik mencemari sungai-sungai di Filipina, Indonesia, Malaysia, Dominika, dan Amerika Tengah. China dan India penghasil sampah plastik terbesar di dunia. 

Mari kita bantu upaya The Ocean Cleanup yang membersihkan sampah plastik dari sungai dan lautan di seluruh dunia. Dari markas utamanya di Rotterdam, Belanda, The Ocean Cleanup mengirimkan rilis ke media ini belum lama ini. 

The Ocean Cleanup menyimpulkan, sungai dan lautan tercemar sampah plastik. Lembaga dengan aktivitas lingkungan tanpa mencari keuntungan atau sebuah organisasi nirlaba, sukses mengembangkan dan menggunakan teknologi terbaik untuk membersihkan sampah plastik yang mengotori sungai dan laut di belahan dunia. 

Melalui rilisnya,  The Ocean Cleanup yang didirikan (tahun 2013) oleh seorang anak muda, Boyan Slat kelahiran tahun 1994, mempresentasikan hasil berupa model pencemaran sungai di berbagai negara di dunia termasuk sungai-sungai di Indonesia.  

Presentasi The Ocean Cleanup merupakan bagian jurnal atau laporan yang telah diperbarui—hasil kerja sama bersama mitranya Science Advances.  Jurnal yang disampaikan oleh The Ocean Cleanup itu mengaktualkan dominasi sampah plastik yang dialirkan melalui sungai-sungai menuju laut lepas.  

Dengan bantuan pengukuran dan bentuk pemodelan baru, hasil studi The Ocean Cleanup menunjukkan sekitar 1000 sungai melepaskan hampir 80 persen emisi plastik.  Jumlah itu mencapai 100 kali lebih banyak dari 10 sungai yang sebelumnya dianggap pemicu atas sebagian besar pencemaran limbah sampah plastik.  

The Ocean Cleanup bekerja sama dengan para peneliti di Universitas Wageningen, Universitas Teknologi Delft, Universitas Utrecht, dan Pusat Penelitian Lingkungan Helmholtz yang melakukan studi yang dalam.  

Tim peneliti menyebutkan bahwa sungai-sungai merupakan sumber utama sampah plastik yang mencemari lautan. Hasil temuan itu memperkuat kenyataan bahwa polusi sampah plastik di lautan berasal dari banyak sungai kecil dan menengah. 

Hal itu merupakan serangkaian faktor geografis yang menentukan kontribusi tertinggi dari sungai atas sampah plastik masuk ke lautan di berbagai belahan dunia.  Secara global, 1000 sungai menghasilkan hampir 80 pesen polusi yang disebabkan limbah atau sampah plastic.

Pemahaman atau kesimpulan ini berbeda dengan perkiraan sebelumnya—bahwa  sejumlah kecil sungai besar merupakan kontributor utama. Secara global, 1000 sungai menghasilkan hampir 80 pesen polusi yang disebabkan limbah atau sampah plastik.  

Dari satu pandangan, penemuan itu mewakili 1 persen dari semua sungai yang ada di dunia. Sedangkan dari sisi lain, diperkirakan sekitar 100 kali lebih banyak sungai dianggap mewakili mayoritas penghasil emisi—ini berdasarkan hasil studi yang dilaporkan pada tahun 2017.  

“Meskipun skala masalah plastik mungkin tampak menakutkan, pemahaman terbaru tentang di mana plastik menjadi sampah plastik di laut memungkinkan intervensi yang lebih terarah. Seperti yang kita lihat, perbedaan besar dalam tingkat polusi di seluruh dunia,” ungkap Boyan Slat, pendiri dan CEO The Ocean Cleanup. 

“Hasil temuan ini justru membantu meningkatkan kecepatan pemecahan masalah dengan cepat. Kami akan menggunakan data baru ini sebagai panduan untuk kegiatan pembersihan sungai dan lautan. Kami berharap orang-orang lain juga melakukan seperti yang kamu lakukan,” ujar Boyan Slat yang didukung oleh 100 orang insinyur.   

Ironisnya, sampah plastik yang mengalir ke lautan tidak hanya ditentukan oleh jumlah limbah plastik yang dihasilkan di suatu wilayah dekat sungai. Hal itu terjadi terutama didorong oleh kombinasi konsentrasi penduduk, perkembangan ekonomi, dan kualitas pengelolaan sampah – juga probabilitas sampah plastik. 

Sampah plastic dimobilisasi, dan diangkut melalui sungai menuju laut.  Pendorong utama kemungkinan sampah plastik mencapai laut adalah, presipitasi dan angin (untuk memobilisasi sampah), penggunaan lahan dan kemiringan medan atau resistensi untuk sampah plastik yang akan diangkut. Jarak ke sungai terdekat dan ke laut merupakan salah satu faktor penumpukan samplah plastik. 

Semakin jauh jarak tempuh sampah plastik, semakin rendah probabilitas mencapai sungai atau laut.  Dengan mempertimbangkan probabilitas ini secara mendetail, tim peneliti membuat gambaran global tentang di mana dan berapa banyak sampah plastik mencapai lautan.  

Hasil studi tersebut memperhitungkan faktor-faktor tambahan  dan menunjukkan pergeseran pemahaman sungai tertentu yang menghasilkan lebih banyak sampah plastik.  Sementara hasil studi sebelumnya memberi peringkat sungai terbesar di dunia sebagai kontributor utama masalah. 

Pusat gravitasi telah bergeser ke sungai kecil yang mengalir melalui kota-kota pesisir di negara-negara berkembang.  Sebagai contoh, hasil studi tersebut menunjukkan bahwa pulau-pulau tropis adalah wilayah dengan probabilitas yang relatif tinggi dengan curah hujan yang melimpah.  

Jarak yang pendek dari sumber-sumber darat ke sungai—cenderung banyak terdapat di pulau-pulau ini—dan  jarak yang jauh lebih pendek ke lautan daripada sungai di benua besar.  Faktor-faktor baru ini menyebabkan konsentrasi pencemaran sampah plastik sungai di banyak negara, termasuk Filipina, Indonesia, Malaysia, Republik Dominika, dan seluruh Amerika Tengah.  

Sementara negara-negara kontinental besar seperti China dan India masih menempati urutan teratas sebagai penghasil sampah plastik.  Sebaliknya, wilayah dengan probabilitas yang relatif rendah untuk menjadi wilayah bermasalah adalah wilayah negara terkurung daratan, wilayah kering dengan sedikit angin atau wilayah di belakang hutan lebat.  

Probabilitas rendah disebabkan oleh jarak tempuh yang jauh lebih jauh yang dibutuhkan plastik, dengan meningkatnya kemungkinan sampah—entah bagaimana terperangkap, dikombinasikan dengan kekuatan pendorong yang terbatas melalui aliran sungai yang lebih lambat.  

Contoh daerah dengan angka polusi rendah adalah Afrika Tengah dan China Barat. The Ocean Cleanup mengembangkan teknologi canggih untuk membersihkan lautan dari plastik di dunia.  Organisasi ini bertujuan untuk mencapai hasil dengan mengambil pendekatan dua arah yakni: membendung aliran masuk melalui sungai dan membersihkan apa yang telah terakumulasi di laut.  

Selanjutnya, The Ocean Cleanup tengah mengembangkan sistem skala besar untuk berkonsentrasi lebih efisien Pada tahun 2020, seperti negara lain di dunia, aktivitas The Ocean Cleanup merasakan hasilnya. Terlepas dari situasinya, tim The Ocean Cleanup menunjukkan ketahanan saat mereka beradaptasi untuk bekerja dari rumah dan menemukan cara baru untuk menggunakan papan gambar (virtual).  

Melalui tekad inilah tim The Ocean Cleanup menyebarkan Interceptor 004 di Republik Dominika, meluncurkan produk pertama The Ocean Cleanup berupa kacamata hitam yang terbuat dari plastik bersertifikat dari Great Pacific Garbage Patch. 

Ini mengonfirmasi kemitraan The Ocean Cleanup dengan Konecranes untuk memproduksi seri Interceptors. Tonggak yang bersejarah ini membuktikan bahwa misi The Ocean Cleanup sama pentingnya dan relevan seperti sebelumnya.


Sumber :

https://www.mmindustri.co.id/sampah-plastik/

Sunday, December 18, 2022

Membangun Bisnis Fesyen Berkelanjutan

3 Tips Sukses Membangun Bisnis Fesyen Berkelanjutan


Isu lingkungan yang berkelanjutan masih menjadi topik hangat di kalangan masyarakat. Hal itu pun rupanya turut meningkatkan potensi sustainable business alias bisnis ramah lingkungan, terutama di kota-kota besar di Indonesia. 

Menurut data internal Tokopedia Hijau, potensi bisnis ramah lingkungan ini terbilang sangat besar, terutama di kawasan Jabodetabek, Bandung dan Surabaya. Data tersebut juga mencatat bahwa di kawasan tersebut terdapat jumlah pencarian produk ramah lingkungan terbanyak di Tanah Air. 

Dalam setahun terakhir juga terjadi peningkatan penjualan produk daur ulang sebesar hampir 1,5 kali lipat di e-commerce tersebut. Barang-barang itu mencakup berbagai produk rumah tangga seperti tas, tisu ramah lingkungan, hingga produk fesyen berkelanjutan. 

"Dari sisi permintaan sudah ada, penjualnya juga mulai banyak sehingga potensi bisnis berkelanjutan juga cukup besar." Demikian kata public affairs senior lead Tokopedia, Aditia Grasio Nelwan dalam konferensi pers Tokopedia Hijau di Jakarta, belum lama ini. 

Tips membangun bisnis fesyen berkelanjutan Mengingat akan peluang bisnis yang besar itu, para pemilik usaha khususnya di bidang fesyen perlu memerhatikan beberapa hal agar bisnisnya semakin berkembang. 

Berikut tips membangun bisnis fesyen berkelanjutan seperti yang disampakan Melie Indarto pemilik bisnis fesyen dengan label KaIND yang berbasis di Pasuruan, Jawa Timur. 


1. Mengurangi penggunaan plastik seminimal mungkin 

Memulai bisnis fesyen berkelanjutan bisa dimulai dengan meminimalisasi pengunaan plastik baik dalam proses produksi, pasca produksi hingga pengirimannya. Misalnya dengan memanfaatkan bahan baku dari serat yang biodegradable atau ramah lingkungan. 

Kemudian memaksimalkan penggunaan bahan kain untuk meminimalisir sisa produksi kain yang mungkin tidak terpakai, hingga membuat tag atau label berbahan non-plastik. Kata Melie, dengan mengurangi penggunaan plastik sedari awal dapat membantu mengurangi limbah produksi dari produk fesyen yang kita geluti. 


2. Kreasi ulang limbah produksi 

Limbah produksi dalam lini bisnis fesyen seringkali menjadi limbah tak terpakai dan dapat mencemari lingkungan. Maka dari itu, pengoptimalan limbah produksi dalam industri ini seperti kain sisa atau kain tak terpakai perlu dikreasikan menjadi sesuatu yang bernilai. 

Dalam menjalani bisnisnya, Melie pun melakukan hal tersebut. Dia berusaha membuat kreasi atau item fesyen ulang dari bahan-bahan kain sisa atau kain perca. Salah satu idenya adalah dengan membuat tempat tisu hingga barang-barang lain seperti alas sandal, scarf, dan lain sebagainya. 

Selain dapat mengurangi limbah produksi, produk dari sisa bahan pakaian itu dapat dijual kembali menjadi sesuatu yang baru dan memiliki nilai lebih. "Dengan mengolah limbah menjadi produk lain maka value-nya sama seperti produk utama," kata Melie kepada Kompas.com. 


3. Kolaborasi dengan brand lain 

Kolaborasi dengan pebisnis lain ini bertujuan agar konsep bisnis berkelanjutan bisa semakin dikenal luas. Bahkan konsep kolaborasinya itu tak melulu dari bidang yang sama. Misalnya dengan yang dilakukan Melie saat menjalin kolaborasi dengan produsen tisu ramah lingkungan. 

Antara produk fesyen dan produk kebutuhan rumah tangga tentu memiliki banyak perbedaan. Namun karena memiliki kesamaan visi dan misi dalam menggeluti bisnis berkelanjutan, terlahirlah sebuah kreasi produk baru yang bernilai. 

Melalui kolaborasinya itu, brand dari KaIND dan produsen tisu ramah lingkungan menciptakan produk kotak atau wadah tisu dari kain. Produk dari hasil kolaborasi itu turut mengembangkan bisnis, menciptakan produk inovatif, menguntungkan, serta menyebarkan visi dan misi dari bisnis demi keberlanjutan lingkungan.


Sumber :
https://lifestyle.kompas.com/read/2022/12/19/062426620/3-tips-sukses-membangun-bisnis-fesyen-berkelanjutan?page=all#page2.

Saturday, December 10, 2022

Polusi Sebabkan 4,1 Persen Kematian Global

Polusi sebabkan 4,1 persen kematian global #infoMenarik

Kamis, 20 Okt 2022 | 00:56 WIB

Oleh karenanya, kita perlu memahami bagaimana bahaya, penyebabnya serta solusi

Peneliti Senior Badan Riset serta Inovasi Nasional (BRIN) Agus Sudaryanto mengatakan bahwa 4,1 persen kematian dunia disebabkan oleh polusi udara.

“Polusi sebagai salah satu penyumbang kematian, di mana 4,1 persen kematian global disumbangkan polusi dalam ruangan. Di Indonesia sendiri, 40,95 persen kematian dari 100 ribu orang disebabkan polusi,” kata Agus dalam seminar serta product knowledge bertajuk “NCCO Technology, The Most Innovative and Suistainable Technology Solution for Purifiying Indoor Air Polutants Today” di Jakarta, Selasa (18/10/2022).

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup serta Kehutanan (Kementerian LHK) Anton Purnomo mengungkapkan dari sejumlah wilayah di Jakarta, Bogor, Depok, serta Bekasi (Jabodetabek), kualitas udara di Jakarta Selatan (Jaksel) serta Depok tercatat lebih buruk ketimbang di Jakarta Utara (Jakut).

“Kemungkinan disebabkan Wilayah Jakut lokasinya dekat dengan laut sehingga polusi terurai ke laut. Hal ini mempengaruhi indeks kualitas udara di suatu wilayah,” kata Anton.

Data Environtmental Protection Agency (EPA) menyebut, 40 persen waktu dalam sehari dihabiskan dalam ruangan yakni rumah, kantor, sekolah, kendaraan, supermarket, cafe atau restoran.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa kualitas udara dalam ruang yang dihirup tidak sepenuhnya terbebas dari kontaminasi serta polutan seperti bakteri, virus, debu bahkan paparan kimia lainnya.

“Oleh karenanya, kita perlu memahami bagaimana bahaya, penyebabnya serta solusi memperbaiki kualitas udara dalam ruangan yang baik bagi kesehatan,” ujar Dirut PT RHT Teknologi Indonesia, Sianty Devi.

Polutan gas di dalam ruangan atau biasa disebut TVOC, total Volatile Organic Compound dapat dihasilkan secara terus menerus yang berasal dari cairan pembersih ruangan, zat addictive yang terdapat pada furnitur, karpet, wallpaper, bahkan peralatan elektronik di dalam rumah. Semua polutan gas ini dapat dimurnikan dengan teknologi NCCO


Sumber :

https://portalsidoarjo.com/2022/10/20/polusi-sebabkan-41-persen-kematian-global-infomenarik.html

Tuesday, December 6, 2022

Pajak Karbon Tahun 2025

Pajak Karbon Ditunda Sampai 2025

13 October 2022 18:07


Pemerintah akhirnya menunda penerapan pajak karbon. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan penerapan pajak karbon akan berlaku pada 2025.

"Untuk merealisasikan komitmen menurunkan emisi gas rumah 2060 atau lebih cepat dan yang diterapkan awal adalah perdagangan karbon maupun pajak karbon yang ditargetkan akan berfungsi di tahun 2025," jelas Airlangga dalam pembukaan Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2022, Jakarta, Kamis (13/10/2022).

Penundaan pajak karbon ini, merupakan penundaan yang kesekian kali setelah pada akhir 2021 pemerintah berencana mengimplementasikan pajak karbon yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan mulai 1 April 2022. Saat itu, pemerintah berdalih implementasi diundur untuk menunggu kesiapan mekanisme pasar karbon.

Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan mencatat bahwa tarif pajak karbon paling rendah adalah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen. Tarif tersebut sebenarnya jauh lebih kecil dari usulan awal Rp 75. Dengan tarif Rp 30, Indonesia termasuk negara dengan tarif terendah di dunia untuk urusan pajak karbon.

Penetapan pajak karbon di Indonesia memakai skema cap and tax atau mendasarkan pada batas emisi. Terdapat dua mekanisme yang bisa digunakan Indonesia, yaitu menetapkan batas emisi yang diperbolehkan untuk setiap industri atau dengan menentukan tarif pajak yang harus dibayarkan setiap satuan tertentu.

Secara umum, skema cap and tax ini mengambil jalan tengah antara skema carbon tax dan cap-and-trade yang lazim digunakan di banyak negara. Modifikasi skema pajak karbon tentu diperlukan karena ada perbedaan ekosistem industri antar wilayah, termasuk respons publik terhadap aturan baru tersebut.


Transisi Energi

Menurut Airlangga transisi energi tidak bisa dihindari dan harus dihindari, sehingga negara yang masih mengandalkan energi fosil, termasuk Indonesia memandang transisi energi untuk mengurasi porsi energi fosil dan bauran energi. Penurunan pangsa ini dalam waktu dekat tidak serta-merta mengurangi jumlah energi fosil yang digunakan.

"Untuk itu, Indonesia memiliki beberapa kebijakan kompensasi dan insentif, yaitu akuisisi energi bersih, mekanisme transisi energi (PP batubara pensiun dini), konversi sumber energi kotor, perdagangan karbon, dan pajak karbon," jelas Airlangga dalam paparannya.

Dalam pemaparannya, Airlangga juga menjelaskan perdagangan karbon merupakan mekanisme jual beli karbon dan sertifikat emisi sebagai surat berharga yang dapat diperdagangkan di bursa karbon. Sementara itu, pajak karbon menjadi disinsentif penggunaan energi kotor atau tidak terbarukan. Penggunaan dana dari pajak karbon untuk mendorong pengembangan dan pemanfaatan energi bersih atau terbarukan.

Selain perdagangan dan pajak karbon, kebijakan lainnya yang diterapkan pemerintah untuk mendukung transisi menuju ekonomi hijau yaitu akuisisi energi bersih, aturan mengenai pensiun dini PLTU batu bara, dan konversi sumber energi kotor.

Bukan cuma itu, Airlangga juga meminta untuk perusahaan yang masih menggunakan energi tidak terbarukan untuk meningkatkan teknologi ke teknologi bersih, penggunaan Carbon Capture Storage (CCS), mempensiunkan dini Pembangkit Listrik Tenaga Batubara, perdagangan karbon, dan investasi R&D energi bersih.

"Adapun perusahaan baru wajib melakukan pemanfaatan energi bersih, perdagangan karbon, dan investasi litbang energi bersih," pungkas Airlangga.


Sumber :

https://www.cnbcindonesia.com/news/20221013175437-4-379582/pajak-karbon-ditunda-sampai-2025

Monday, December 5, 2022

Perubahan Iklim Mengubah Siklus Air

Bagaimana Perubahan Iklim Mengubah Siklus Air?

13 Oktober 2022

Musim hujan yang intens dan kekeringan yang hebat memiliki satu kesamaan: siklus air. Perubahan iklim dan aktivitas manusia lainnya mengusik sistem penting ini.

Apa itu siklus air? Sederhananya, siklus air — juga dikenal sebagai siklus hidrologi — adalah proses di mana air bergerak melalui daratan, laut, dan atmosfer bumi.

Air dalam tiga fase alaminya, baik itu gas, cair atau padat, merupakan bagian dari siklus alam yang terus-menerus menyegarkan pasokan air yang kita, dan setiap makhluk hidup lainnya, butuhkan untuk bertahan hidup.

Dari persediaan air dunia yang terbatas, sekitar 97%-nya adalah air asin dan 3% sisanya adalah air tawar yang kita gunakan untuk minum, mandi, atau mengairi tanaman. Namun, sebagian besar dari air itu berada di luar jangkauan, terperangkap di dalam es atau jauh di bawah tanah. Hanya sekitar 1% dari total pasokan air dunia yang tersedia untuk menopang semua kehidupan di Bumi.


Bagaimana siklus air bekerja?

Air yang tersimpan di danau, sungai, samudra, dan laut terus-menerus dipanaskan oleh matahari. Saat permukaan memanas, air dalam bentuk cair menguap dan menjadi uap, keluar ke atmosfer. Angin dapat mempercepat proses penguapan tersebut. Tanaman juga melepaskan uap air melalui pori-pori, atau stoma, daun dan batangnya, yang dikenal sebagai transpirasi.

Begitu berada di udara, uap mulai mendingin dan mengembun di sekitar partikel debu, asap, atau polutan lainnya yang tersuspensi, dan membentuk awan. Awan ini dapat bergerak mengelilingi planet ini dalam pita horizontal yang dikenal sebagai sungai atmosfer — fitur utama dari siklus global yang mendorong sistem cuaca.

Ketika uap air yang cukup terkumpul, tetesan yang tersuspensi di awan mulai bergabung dan tumbuh lebih besar. Akhirnya, di awan menjadi terlalu berat dan jatuh ke tanah dalam bentuk hujan — atau salju dan hujan es, tergantung pada suhu udara. Curah hujan ini mengisi kembali sungai, danau, dan badan air lainnya, dan siklusnya dimulai lagi.

Air juga merembes melalui tanah di bawah pengaruh gravitasi dan tekanan, di mana air terkumpul di reservoir bawah tanah atau akuifer. Ini terus bergerak ke ketinggian yang lebih rendah, kadang-kadang selama ribuan tahun, dalam proses yang disebut aliran air tanah sebelum akhirnya merembes ke badan air untuk bergabung kembali dengan siklus.


Bagaimana perubahan iklim mengganggu siklus air?

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa di beberapa bagian dunia, siklus air semakin cepat merespons perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.

Suhu yang lebih hangat memanaskan atmosfer yang lebih rendah dan meningkatkan penguapan, menambahkan lebih banyak uap air ke udara. Lebih banyak air di udara berarti peluang curah hujan yang lebih besar, sering kali dalam bentuk badai yang intens dan tidak dapat diprediksi. Sebaliknya, peningkatan penguapan juga dapat mengintensifkan kondisi kering di daerah-daerah yang rawan kekeringan, dengan air yang keluar ke atmosfer dan bukannya tetap berada di tanah di tempat yang dibutuhkan.

Sebuah studi baru-baru ini oleh para peneliti di Institute of Marine Sciences di Barcelona, Spanyol, mengilustrasikan bagaimana perubahan iklim mempercepat siklus air dengan menganalisis salinitas permukaan laut, yang meningkat saat penguapan air meningkat.

"Percepatan siklus air memiliki implikasi baik di lautan maupun di benua, di mana badai bisa menjadi semakin intens," kata Estrella Olmedo, penulis utama studi ini, dalam siaran pers. "Jumlah airyang lebih tinggi yang bersirkulasi di atmosfer ini juga dapat menjelaskan peningkatan curah hujan yang terdeteksi di beberapa daerah kutub, di mana fakta bahwa hujan turun, bukan salju, mempercepat pencairan."


Apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki siklus air?

Sudah jelas bahwa pengurangan drastis emisi bahan bakar fosil tidak akan mudah, dan setiap perbaikan yang nyata tidak akan cepat. Namun, beberapa perbaikan yang lebih cepat untuk menstabilkan siklus air mungkin dilakukan.

Memulihkan lahan basah dan memikirkan kembali pertanian, untuk menggabungkan teknik pertanian yang menghemat air dan melestarikan serta membangun tanah, dapat membantu mempertahankan dan memulihkan kapasitas tanah untuk menyerap, memurnikan, dan menyimpan air.

Mengembalikan sungai dan saluran air ke keadaan yang lebih alami juga dapat membantu mengurangi beberapa kerusakan. Proyek-proyek untuk menghilangkan bendungan termasuk yang sudah usang di Eropa dan di tempat lain merupakan langkah besar dalam pemulihan dataran banjir, dalam menyerap air dan membantu mengisi kembali cadangan air tanah.

Kota-kota juga dapat beralih ke solusi berbasis alam untuk mendukung siklus air, dengan membuat permukaan kota lebih permeabel. "Kota spons" menggunakan permukaan berpori untuk memungkinkan air tersaring melalui jalan-jalan, alun-alun, dan ruang lainnya. Air yang tersimpan dapat digunakan selama periode kekeringan, sekaligus membantu memerangi banjir.


Apa yang dipertaruhkan?

Kota-kota dan wilayah di daerah aliran sungai Hindu Kush dan pegunungan Himalaya di Asia Tengah mungkin perlu mulai beralih ke solusi seperti ini di tahun-tahun mendatang. Miliaran orang di sana mengandalkan akumulasi musiman salju dan es yang tersimpan di pegunungan dan gletser untuk mendapatkan air tawar mereka.

Namun, sepertiga dari ladang es utama di kawasan ini diperkirakan akan hilang pada akhir abad ini, demikian menurut sebuah studi tahun 2019 oleh Pusat Internasional untuk Pengembangan Gunung Terpadu di Nepal - dan itu jika kita berhasil menjaga pemanasan global tetap 1,5 derajat Celsius (2,7 Fahrenheit).

Pegunungan Hindu Kush dan Himalaya di Asia Tengah menyimpan es terbanyak di dunia setelah kawasan kutub. Tanpa aliran air lelehan yang konsisten, kelangkaan air akan meningkat bagi miliaran orang. Dan sementara air tanah dapat menutupi sebagian kekurangannya. Namun, diproyeksikan akan berkurang dalam beberapa dekade mendatang karena perubahan iklim.

Pertanian telah menjadi lebih sulit di tempat-tempat seperti wilayah Ladakh yang dikelola India, di pegunungan Hindu Kush Himalaya, di mana para ilmuwan telah mencatat penurunan curah hujan salju dan gletser mencair selama beberapa dekade terakhir.

"Ini adalah krisis iklim yang belum pernah seburuk ini sebelumnya," kata Philippus Wester dari International Centre for Integrated Mountain Development. "Dampaknya terhadap masyarakat di wilayah ini, yang sudah menjadi salah satu wilayah pegunungan yang paling rapuh dan rawan bahaya di dunia, akan berkisar dari peningkatan peristiwa cuaca ekstrem, penurunan hasil pertanian, dan bencana yang lebih sering terjadi."


Sumber :

https://www.dw.com/id/bagaimana-perubahan-iklim-mengubah-siklus-air/a-63418997

Sunday, December 4, 2022

Jakarta dan Bekasi Tenggelam di 2030

Warning! Ancol, Bekasi, dan PIK 1-2 Bisa Tenggelam di 2030

23 October 2022 15:30

Lembaga nirlaba, Climate Central memperkirakan sejumlah wilayah di kawasan Pantai Utara (Pantura), Jawa terancam tenggelam atau terendam air pasang laut. Bahkan wilayah Jakarta dan sekitarnya tak luput dari ancaman ini.

Peta interaktif Climate Central menunjukkan, daerah-daerah di Pantura ini posisinya berada di bawah air pasang laut. Menurut data lembaga tersebut, luasan wilayah yang terendam bertambah, setidaknya hingga tahun 2060.

Climate Central mengungkapkan tanda merah sebagai kondisi di bawah permukaan laut atau below annual flood level. Pada peta itu juga melihat proyeksi berdasarkan tahun, level air, temperatur dan lainnya.

Berikut wilayah di Pantura yang posisinya berada di bawah air laut atau terancam tenggelam di tahun 2030-2060, termasuk terpantau wilayah kota baru PIK2 di Kabupaten Tangerang, Banten, termasuk PIK I di Jakarta Utara.

Bahkan sebagian Ancol sudah masuk tanda merah pada 2020. Di sisi timur, kawasan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, hampir seluruhnya sudah tanda merah.

Pengamat Tata Kelola Kota dari Universitas Pakuan (Unpak) Budi Arief mengatakan, dari aspek tata kota, sejarah menunjukkan, pembangunan wilayah Jawa Barat dulunya memang dimulai dari Pantai Utara sebagai wilayah pemukiman dan pusat pertumbuhan. Sementara itu, dia menuturkan Selatan Jawa untuk pertanian dan perkebunan.

Mengenai tata kota, menurutnya, masing-masing kota punya daya tampung lingkungan.

"Dan ada pengaruh iklim juga. Dan yang jelas, seharusnya, pembangunan perkotaan memang harus menerapkan buffer zone. Ini wajib untuk wilayah sekitar pantai, sekian meter tidak boleh ada pembangunan."

"Tapi, saya lihat memang, ini belum diterapkan di sepanjang Pantura," kata Budi kepada CNBC Indonesia, Kamis (20/10/2022).


Sumber :

https://www.cnbcindonesia.com/news/20221023131153-4-381874/warning-ancol-bekasi-dan-pik-1-2-bisa-tenggelam-di-2030