Pages

Thursday, April 13, 2023

Mikroplastik Cemari Kali Pelayaran Sidoarjo

Bahaya Mikroplastik yang Cemari Kali Pelayaran Sidoarjo, Bisa Sebabkan Kanker

13 April 2023 13:54

·

Jamrud Irfan Maulana, mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang yang tergabung dalam komunitas Capybrantas (Komunitas Peduli Brantas) melakukan penelitian di Kali Pelayaran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Sepanjang Maret 2023, Jamrud Irfan Maulana, mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang yang tergabung dalam komunitas Capybrantas (Komunitas Peduli Brantas) melakukan penelitian di Kali Pelayaran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel sedimen dasar sungai Pelayaran. Ditemukan setidaknya ada 7.960 partikel mikroplastik/kg di sedimen dekat water intake PT. Taman Tirta, perusahaan air minum Kabupaten Sidoarjo.

Mikroplastik di sungai akan memasuki rantai makanan melalui cacing, ikan dan tubuh manusia padahal mikroplastik merupakan senyawa pengganggu hormon yang bisa memicu terjadinya kelainan genetik, gangguan reproduksi dan kanker.

"Mikroplastik di sungai akan mengganggu kesehatan manusia apalagi Kali Pelayaran dimanfaatkan untuk bahan baku air olahan PT. Taman Tirta bekerja sama dengan PDAM Delta Tirta Sidoarjo untuk memasok kebutuhan air minum dan industri bagi 2,3 juta penduduk Sidoarjo," jelas Irfan, Kamis (13/4).

"Pemanfaatan lain, banyak pencari cacing untuk pakan ikan dan juga budidaya ikan nila. Hal ini dapat mempengaruhi rantai makanan karena mikroplastik dapat termakan cacing, ikan hingga meracuni manusia. Perlu dilakukan pengendalian sumber mikroplastik agar jumlah mikroplastik di sungai berkurang," sambungnya.

Kali Pelayaran memiliki berbagai sumber pencemar yang berasal dari limbah industri, pemukiman, limbah pertanian dan aliran dari anak sungai Brantas. Pemukiman juga menyumbang sampah, yang utamanya adalah sampah rumah tangga sebagian besar berasal dari kegiatan masyarakat yang buang air besar, mandi, mencuci pakaian di sungai, dan membuang sampah plastik langsung ke sungai.

Penggunaan plastik yang telah berlangsung sangat lama dapat pula rusak oleh lingkungan luar melalui aliran air dan panas matahari. Menyebabkan perubahan ukuran sampah plastik menjadi mikroplastik.

Identifikasi yang telah dilakukan pada 3 titik lokasi Kali Pelayaran yaitu Hulu di Desa Penambangan, Tengah di Desa Tempel, Hilir di Desa Tawangsari. Pengambilan sampel sedimen menunjukkan bahwa seluruh sampel terkontaminasi mikroplastik. Tercatat ditemukan 4 jenis mikroplastik di air Kali Pelayaran, di antaranya jenis fiber, fragmen, filamen dan microbeads.

Mikroplastik jenis fragmen memiliki sifat yang kaku, keras, terdiri dari banyak warna, dan massa jenis partikelnya cenderung tinggi. Filamen merupakan jenis mikroplastik yang mempunyai sifat halus dan mudah berpindah saat pengamatan. Fiber dapat ditandai dengan bentuk seperti benang dengan lebar ujung ke ujung terlihat sama. Microbeads merupakan jenis mikroplastik sekunder yang umumnya dibuat di pabrik untuk kebutuhan industri seperti scrub, deterjen dan pasta gigi ditemui dengan bentuk bulat dan cenderung rata pada sisi yang lain.

Jumlah mikroplastik di seluruh lokasi pengambilan sampel memiliki presentase yang tersaji dalam Fragmen dan Fiber merupakan jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan masing-masing sebanyak 1.249 partikel. Kedua adalah filamen 409 yang menjadi mikroplastik dengan jumlah paling rendah, yaitu microbeads 10 partikel.

”Mikroplastik yang ditemukan pada sampel dihitung kelimpahannya dan ditemukan rata-rata 6.682 partikel/kg sedimen. Bagian hulu berlokasi di Desa Penambangan sebanyak 5.740 partikel/kg. Bagian Tengah di Desa Tempel ditemukan sebanyak 7.800 partikel/kg. Tertinggi pada bagian hilir di Desa Tawangsari dekat PDAM ditemukan 7.960 partikel/kg," papar Irfan.

Mikroplastik jenis fiber banyak ditemukan dengan bentuk seperti benang kaku banyak berasal dari kain sintesis dan sampah jaring, atau pancing,” imbuhnya.

Mikroplastik dapat mengikat logam berat berupa Pb (timbal), Mn (mangan), Fe (besi), Cr (cromium), Cd (cadmium). Sumber logam berat dapat berasal dari industri sekitar kali pelayaran ataupun masukan anak Sungai Brantas. Logam berat dapat termakan biota dan terakumulasi pada tubuh manusia.

Efeknya dapat menyebabkan kanker, kelainan genetik (bayi cacat) dan terganggunya metabolisme tubuh. Sumber limbah pertanian seberang Kali Pelayaran juga dapat memperburuk kualitas air.

Akumulasi mikroplastik di tubuh dapat menyebabkan potensi berbahaya bagi kesehatan manusia. Antara lain secara fisik, konsumsi mikroplastik secara terus menerus akan mengakibatkan terendap di permukaan jaringan tubuh. Hal ini dapat memicu alergi bahkan lebih jauh lagi dapat memicu pembentukan sel kanker akibat kerusakan sel-sel pada tingkat tertentu.

Secara Kimiawi, dapat melepaskan zat-zat kimia dan mentransfernya ke dalam sel tubuh. Seperti BPA dan Phthalate yang berpotensi memicu kanker payudara, pubertas dini, diabetes, obesitas dan gangguan autisme.

Senyawa Pengganggu Hormon (EDC) memicu gangguan kehamilan, gangguan tiroid, berat lahir kurang, asma dan kanker prostat. Senyawa penghambat nyala memicu penurunan IQ, gangguan hormon dan penurunan kesuburan. Senyawa Perflourinasi memicu kanker ginjal dan testis, menaikkan kolesterol, penurunan respons imun pada anak.

Secara Biologi, mikroplastik memiliki kemampuan mengikat apa saja di sekitarnya termasuk polutan yang kotor sekalipun. Namun ternyata hal ini juga berpotensi sebagai media pertumbuhan mikroorganisme bahkan bakteri pathogen seperti E.coli yang dapat menyebabkan diare, S.typhosa yang dapat menyebabkan tipes dan bakteri pathogen lainnya.

"Sehingga bisa disimpulkan bahwa mikroplastik bisa berpotensi menjadi vector penyebaran penyakit yang dapat menginfeksi tubuh manusia," tukasnya.

Mikroplastik juga dapat mengganggu kesehatan ikan di perairan. Mikroplastik mengandung Bisphenol A dan ftalat merupakan endocrine disruptor yang memiliki aktivitas androgenik, senyawa BPA memiliki aktivitas estrogen sehingga jika masuk ke dalam tubuh dapat meniru hormon estrogen.

Senyawa BPA dapat menurunkan kadar hormon testosteron plasma dan testis, LH plasma, dan juga menyebabkan morfologi abnomal seperti penurunan jumlah sel Leydig pada biota jantan.

”Melihat penyakit serius yang ditimbulkan dari pencemaran ini, timbul rasa khawatir bagi kesehatan masyarakat sekitar Kali Pelayaran dan Kabupaten Sidoarjo secara luas. Hal ini harus segera ditangani agar mikroplastik di Kali Pelayaran tidak semakin memburuk dan PT. Taman Tirta harus mengambil tindakan karena mengolah air yang terbukti banyak mengandung mikroplastik,” tandasnya.


Sumber :

https://kumparan.com/beritaanaksurabaya/bahaya-mikroplastik-yang-cemari-kali-pelayaran-sidoarjo-bisa-sebabkan-kanker-20CgRJmZGOp/full

Wednesday, April 5, 2023

Blue Economy

SERING TERDENGAR, APAKAH ARTI DARI BLUE ECONOMY?

Ekonomi biru atau blue economy merupakan konsep pembangunan ekonomi berkelanjutan yang menekankan pada pemanfaatan sumber daya laut dan pantai yang dilakukan secara bijaksana, berkelanjutan, dan bertanggung jawab.

Titik utama pada konsep ini adalah keselarasan hubungan antara ekosistem laut, manusia, dan kegiatan ekonomi.

Adapun sumber daya laut dan pantai yang dimaksud mencakup berbagai jenis ikan, udang, kerang, rumput laut, dan karang. Selain itu, konsep blue economy juga melibatkan sumber daya terbarukan seperti tenaga angin, pasang surut, dan tenaga gelombang.

Konsep ini berawal dari gagasan bahwa sumber daya laut dan pantai dapat digunakan secara berkelanjutan untuk menghasilkan nilai ekonomi yang besar, serta menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem laut dan pantai.

Beberapa aspek penting dari blue economy adalah peningkatan nilai tambah produk dan jasa dari sektor kelautan dan perikanan, pengembangan teknologi dan inovasi, peningkatan keamanan pangan, pengelolaan risiko bencana alam dan perubahan iklim, serta pemberdayaan masyarakat pesisir dan nelayan.

Selain itu, terdapat berbagai manfaat dalam implementasi blue economy. Di antaranya adalah meningkatkan perekonomian lokal, peningkatan produksi perikanan, mendorong pengembangan teknologi dan inovasi, peningkatan kualitas lingkungan, serta peningkatan kerja sama internasional.

Sunday, April 2, 2023

More Single-Use Plastic Waste Being Produced Than Ever Before

More Single-Use Plastic Waste Being Produced Than Ever Before, Study Finds

Jamie Hailstone

Feb 7, 2023,04:30am EST


Plastic Pollution At Dangerous Levels In The World's Oceans

Despite growing consumer pressure and regulation, more single-use plastic waste is being produced now than ever before, according to a new study.

A new report – Plastic Waste Makers Index 2023 - by Australia’s Minderoo Foundation claims an additional 6 million metric tons of waste was generated in 2021 compared to 2019, almost entirely made from fossil fuels.

It also warns that single-use plastic is fast becoming a climate crisis, as well as pollution crisis.

According to the report, emissions from single-use plastics in 2021 were equivalent to the total emissions of the United Kingdom - 450 million metric tons.

The report also warns recycling is failing to scale fast enough and remains a marginal activity for the plastics sector.

It claims from 2019 to 2021, growth in single-use plastics made from fossil fuels was 15 times that from recycled plastics.

And the report argues only decisive regulatory intervention can solve what amounts to market failure in scaling up recycling.

In particular, it calls for scope 1, 2 and 3 emissions from plastic polymers to be included in net zero climate targets and strategies.

And it calls for a levy on fossil-fuel polymer production and/or consumption to generate funds for scaling plastics collection, sorting and recycling infrastructure.

The report also highlights the work Far Eastern New Century (FENC) and Indorama Ventures are doing to produce recycled polymers at scale.

It adds a further eight companies have recently set ambitious 2030 recycled polymer targets of at least 20 per cent of production.

Compared to the previous index in 2021, it found signs that the industry in general is taking circularity more seriously, but warned this will only amount to greenwashing if words are not backed up by action and investment.

Minderoo Foundation chairman, Dr Andrew Forrest said there needs to be fundamentally different approach, that “turns the tap off on new plastic production”.

Toby Gardner, a senior research fellow at the Stockholm Environment Institute said it was a “much-needed” report, which “demonstrates more clearly than ever how much single-use plastics blight our environment”.

“Decisive government action is needed both to drive down consumption and to scale-up recycling through regulation,” added Gardner.

While Nicholas Mallos, vice president of Ocean Conservancy’s Trash Free Seas program said it confirms what scientists have been modeling and predicting for years, namely that single-use plastics are on the rise.

“Unfortunately, we can expect that this will have devastating consequences for our ocean,” said Mallos.

“When more single-use plastics are produced, more end up in our ocean, choking and entangling marine life and leaching toxic chemicals.”

He added he hoped the report would highlight the need for governments, investors, and companies to make plastics reduction a key part of climate action.

In November, a report warned a key commitment for global corporations to use only reusable, recycle or compostable plastic packaging by 2025 will not be met.

The report by the Ellen MacArthur Foundation and UN Environment Programme said this was due to a lack of investment in recycling infrastructure and flexible packaging, according to the report.


Sumber :

https://www.forbes.com/sites/jamiehailstone/2023/02/07/more-single-use-plastic-waste-being-produced-than-ever-before-study-finds/?sh=70060d0837e8

MORE SINGLE-USE PLASTIC WASTE

THERE IS MORE SINGLE-USE PLASTIC WASTE THAN EVER BEFORE (139 MILLION TONNES IN 2021)

Despite rising consumer awareness, corporate attention, and regulation, an additional 6 million metric tons (MMT) of waste was generated in 2021 compared to 2019 — still almost entirely made from fossil fuel-based “virgin” feedstocks.

Meanwhile, the top 20 list of petrochemical companies producing virgin polymers bound for single-use plastic remains effectively unchanged. While global capacity to produce these polymers is expected grow slower than the historical rate (2.7 per cent CAGR in 2021-27 vs 3.9 per cent in 2005-20), this still equates to an additional 60 MMT by 2027, of which we expect 17 MMT to be bound for single-use plastics.


Sumber :

https://www.minderoo.org/plastic-waste-makers-index/