ENDANGER SPECIES
Disebutkan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) bahwa Komodo yang sebelumnya memiliki status sebagai hewan yang rentan sekarang masuk ke dalam daftar merah sebagai hewan terancam punah atau endanger species.
Perubahan iklim dan aktivitas manusia disebut sebagai penyebabnya. Yaitu naiknya suhu dan permukaan air laut, yang diprediksi bisa mengurangi sampai 30% habitat komodo dalam 45 tahun ke depan.
Lingkungan atau habitat komodo di dataran rendah, dari 0 derajat di garis pantai sampai di daerah dengan ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Sementara, jarak garis pantai ke pusat pulau cenderung lebih dekat di pulau-pulau kecil, dibandingkan dengan jarak garis pantai ke pusat pulau yang lebih besar.
Sebagian besar komodo hidup di tempat sekitar 7 kilometer dari garis pantai ke pusat pulau. Berdasarkan data publikasi ilmiah, bahwa populasi komodo selama ini sekitar 2.500 individu.
Namun perlu diingat bahwa kaitannya dengan pemanasan global yang bisa mempengaruhi komodo, bukan hanya komodo saja yang terancam, tetapi ada banyak fauna lain, bahkan juga manusia. Diantaranya fauna di Indonesia yang terancam punah adalah Orangutan di Borneo atau Kalimantan, jumlahnya saat ini hanya tersisa sekitar 55 ribu individu saja. Banyak di antaranya yang hidup di pulau Kalimantan dan 200 lainnya di Sumatera.
Komodo di pulau Komodo, tahun 2017, jumlahnya hanya sekitar 3.012 ekor saja.
Penyu di pulau Tanjung Benoa-Bali, Kepulauan Seribu, dan Lombok.
Tarsius tarsier di Sulawesi, memiliki ciri bertubuh kecil berwarna coklat dengan mata besar, dan senang bergelantungan di ranting pohon mirip seperti koala.
Harimau Sumatera, jumlah sub spesies harimau Sumatera hanya sekitar 300-400 saja yang hidup di alam bebas, sehingga populasinya diperkirakan akan musnah pada 2050 jika dibiarkan.
Badak bercula satu, dapat ditemui di Taman Nasional Badak daerah Ujung Kulon, Banten, jumlah saat ini hanya tersisa 50-60 ekor saja.
Burung cenderawasih, merupakan satwa khas Papua tepatnya di Isio, Jalan Korea, dan Gantebang yang berada di distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura.
Anoa, diberi julukan sapiutan yang artinya sapi yang hidup di hutan, yang memiliki sepasang tanduk yang menyerupai banteng, saat ini populasi hanya tersisa sekitar 2.469 ekor saja.
Burung maleo di Sulawesi, tepatnya di Gorontalo, dimana saat ini hanya sekitar 10.000 ekor.
Merak di Jawa dan Sumatera, selain itu juga dapat ditemui di Malaysia dan India dengan corak yang berbeda.
Pada pertengahan bulan September 2021, terjadi fenomena yang janggal, yaitu ditemukan banyak burung berjatuhan pasca hujan turun. Beberapa ahli menyebutkan bahwa kasus tersebut dapat menjadi indikator early warning atau peringatan dini adanya perubahan lingkungan.
Diduga hujan besar yang turun di wilayah tersebut membawa kandungan asam. Secara umum air hujan yang turun jika diukur pH-nya yang normal di kisaran 7 yang basa lebih 7 dan yang asam kurang 7. Hujan asam memiliki kandungan pH 5 atau dibawahnya. Hujan asam dapat terjadi karena adanya pengaruh emisi gas pencemar seperti kendaraan hingga pabrik.
Namun hal ini masih perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut secara teliti dan intensif.
Peristiwa pertama adalah saat ribuan burung berjenis pipit berjatuhan di Desa Pering, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Bali pada hari Kamis tanggal 9 September 2021. Kemudian kasus serupa terjadi di Balai Kota Cirebon, pada hari Selasa tanggal 14 September 2021.
Perbedaannya antara fenomena di Bali dengan Cirebon adalah bahwa burung yang berjatuhan di Cirebon dikabarkan tidak semua dalam kondisi mati.
Lebih dari 1 dasawarsa, tepatnya pada tahun 2009, Prof. Dr.Kusnoto Supranianondo,MS.,Drh, guru besar FKH Unair, menjelaskan, bahwa pemanasan global yang melanda bumi tidak hanya berdampak pada keseimbangan iklim saja namun juga memberi pengaruh pada ternak.
Menurut laporan dari World Wide Fund, akibat dampak buruk perubahan iklim, burung terancam punah hingga 72%. Tingginya angka ancaman kepunahan pada burung ini bisa mengakibatkan putusnya rantai makanan pada ekosistem hewan sehingga bisa menurunkan produktivitas ternak.
Ketika suhu atmosfer bumi semakin memanas, kondisi fisiologis satwa atau ternak akan terganggu karena sistem pertahanan tubuhnya menurun.
Populasi ternak di Indonesia yang saat ini mengalami perubahan cukup drastis. Ternak ruminansia mengalami penurunan, dari 78% menjadi 42%. Sedangkan untuk ternak non ruminansia mengalami penurunan sebanyak 3%, dari 9% menjadi 6%.
No comments:
Post a Comment