Pages

Sunday, September 19, 2021

Lulusan Hukum Jadi Pemulung Organik

Kisah Marina, Lulusan Hukum UGM yang Pilih Jadi Pemulung Organik

Senin, 20 Sep 2021 09:30 WIB

Bagi orang pada umumnya, sampah merupakan sesuatu yang cenderung dihindari. Namun, salah seorang lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM), Marina Tri Muliawati, justru memilih berkelindan dengannya.

Pada salah satu video akun TikTok @pemulungorganik miliknya, ia menyebutkan, "Kalau semua orang kerja kantoran, siapa yang mau ngurusin persampahan yang bau busuk?". Dalam video viral tersebut, ia memperlihatkan bagaimana ketika dirinya bersama suami sedang mengolah sampah-sampah organik.

Marina merupakan jebolan Hukum UGM yang lulus tahun 2020 kemarin. Dirinya mengaku tak tertarik untuk bekerja di bidang yang sejalan dengan studinya.

"Memang tidak tertarik. Jujur (menurut) saya karena lulusan Hukum di UGM ini kan, sudah banyak sekali ya. Saya pikir biarlah mereka. Saya sedikit tidak tertarik. Iya, memang tidak tertarik," tegasnya ketika dihubungi oleh detikEdu pada Jumat (17/09/2021).

Marina memilih menjadi pemulung sampah organik untuk kemudian dikembangkan menjadi bisnis maggot black soldier fly (bsf). Sebagai informasi, mengutip dari laman Kementerian Sosial RI, maggot bsf adalah larva dari jenis lalat besar hitam yang penampakannya seperti tawon.

Rupanya, pemikiran untuk mengolah sampah tersebut datang sejak Marina masih dini. Ia bercerita bahwa rumahnya berlokasi sekitar 100 meter dari pasar.

Ketika hujan, banyak dari sampah-sampah itu yang kemudian tidak terolah dengan baik sehingga membawa bau tidak sedap hingga ke rumahnya. "Rumah saya itu kan, dekat dengan pasar. Ketika hujan, sampahnya sampai penuh banget. Jarak pasar sama rumah saya itu sekitar 100 meter, tapi tercium (baunya) sampai mengganggu banget. Saya dari kecil itu berpikir, piye sih, carane ngilongi (bagaimana sih, caranya mengurangi), piye sih, iki carane ben berkurang (bagaimana sih, caranya agar berkurang). Dari kecil itu saya sudah ada pikiran, bagaimana sih, kok tidak ada yang diurusin. Apa sampah-sampah ini benar-benar tidak bisa diapa-apakan," paparnya.

Selain didasari keresahannya pada pengelolaan sampah, pertemuannya dengan bisnis maggot juga didukung dengan usahanya dalam mencari kesibukan.

Pada awalnya, Marina seorang diri menjalankan bisnis ini. Kini, ia bersama suami, Bagas Ahimsa, bekerja sama melakukan usaha tersebut.

Terkait dengan profesi yang sengaja ia pilih, Marina menyampaikan bahwa tentu saja banyak sekali yang kontra terhadap keputusannya. "Piye to, lulusan hukum kok, malah koyo ngene (bagaimana sih, lulusan hukum kok, malah seperti ini. Tapi ya sudah, biarkan saja karena kita yang menjalani," ujar Marina.

"Mereka tidak tahu saja, kalau itu (maggot) mahal," imbuhnya. Di area Jawa Tengah, harga jual maggot adalah kisaran Rp 8.000 ribu hingga RP 10.000 ribu, bergantung ukuran.

Semakin kecil, maka harga jual juga semakin mahal. Di samping itu, maggot kering per kilogram mencapai harga jual hingga Rp 100 ribu.

Bagas juga menceritakan bahwa pada awalnya orang terdekat mempertanyakan, mengapa tidak beternak hewan lain seperti kambing misalnya. Namun, pada akhirnya keluarga mendukung setelah keduanya menjelaskan potensi bisnis maggot.

Menurut keduanya, bisnis ini memiliki peluang ekspor yang masih sangat besar. Modal yang sangat minim dan tingkat kerugian yang nyaris tidak ada, turut menjadi sebagian faktor keduanya menekuni usaha tersebut.

Bisnis maggot ini, menurut Marina juga mendukung usaha ternak karena menghemat pengeluaran untuk pakan hingga 60 persen.

Hingga kini, lulusan UGM tersebut mengatakan bahwa hambatan yang ditemui adalah justru karena kurangnya pasokan sampah sebagai dampak PPKM serta maggot yang ogah bertelur saat musim hujan.


Sumber :

https://www.detik.com/edu/edutainment/d-5731207/kisah-marina-lulusan-hukum-ugm-yang-pilih-jadi-pemulung-organik

No comments:

Post a Comment