Burung Berjatuhan Usai Hujan, Pakar Unpad: Early Warning Perubahan Lingkungan
Selasa, 14 Sep 2021 21:00 WIB
Rombongan burung pipit berjatuhan dan mati massal di Balai Kota Cirebon, Jawa Barat. Begini potretnya.
Dalam satu pekan terakhir sempat ramai fenomena burung berjatuhan pasca hujan turun. Guru Besar Etnobiologi Universitas Padjadjaran (Unpad) menyebut, kasus tersebut dapat menjadi indikator peringatan dini adanya perubahan lingkungan.
Setelah ribuan burung berjenis pipit berjatuhan di Desa Pering, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Bali pada Kamis (9/9/2021) lalu, kini kasus serupa terjadi di Balai Kota Cirebon, Selasa (14/9/2021).
Namun, berbeda dengan fenomena di Bali, burung yang berjatuhan di Cirebon dikabarkan tidak semua dalam kondisi mati.
"Gak mati semua, ada yang masih hidup," kata Ojo, salah satu pegawai Balai Kota Cirebon saat dihubungi, Selasa (14/9/2021).
Dosen Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unpad, Prof Johan Iskandar mengatakan, kasus burung yang berjatuhan pasca hujan turun dapat menjadi indikator terjadinya perubahan lingkungan yang perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut.
"Yang jelas burung termasuk kasus burung pipit mati dapat menjadi indikator sebagai early warning bahwa ada sesuatu perubahan lingkungan yang perlu dikaji lebih lanjut secara teliti dan intensif," kata Johan kepada detikEdu, Selasa (14/9/2021).
Merujuk pada data empiris hujan lebat yang terjadi di Bali dan Cirebon, Johan mengatakan, burung yang berjatuhan diduga akibat hujan besar yang turun di wilayah tersebut membawa kandungan asam.
"Apakah hujan pertama usai kemarau mengandung racun sebagai disebut hujan asam. Seyogianya secara umum air hujannya bisa diukur pHnya yang normal di kisaran 7 yang basa lebih 7 dan yang asam kurang 7," terang Johan.
Guru Besar Etnobiologi FMIPA Unpad tersebut mengatakan, hujan asam memiliki kandungan pH 5 atau dibawahnya. Hujan asam dapat terjadi karena adanya pengaruh emisi gas pencemar seperti kendaraan hingga pabrik.
"Kalau hujan asam itu terjadi kalau di suatu kawasan terjadi pencemaran berat. Pasalnya dari emisi gas racun kendaraan, dari fabrik fabrik dll menjadi gas pencemar yang tercuci air hujan dan air hujannya bersifat asam dengan pH rendah," jelasnya.
Hujan asam berat dapat merusak vegetasi hutan di perairan yang menyebabkan kematian organisme. "Tapi untuk menyangkut burung pipit belum jelas faktor penyebabnya," paparnya.
Sumber :
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5723957/burung-berjatuhan-usai-hujan-pakar-unpad-early-warning-perubahan-lingkungan
No comments:
Post a Comment