Setelah terjadi fenomena tornado pertama atau puting beliung muncul di Rancekek yaitu di perbatasan Bandung-Sumedang, Jawa Barat, pada hari Rabu tanggal 21 Februari 2024 yang lalu, kali ini bencana hidrometeorologi melanda kota Sidoarjo, Jawa Timur.
Pada hari Senin tanggal 26 Februari 2024, hujan es dan angin kencang terjadi di beberapa daerah di Sidoarjo tepatnya di daerah Sarirogo, Kahuripan, Taman Pinang Sidoarjo dan Sidokare.
Hujan es, angin kencang dan genangan air banjir, mengakibatkan banyak tiang listrik dan tiang lampu serta pohon tumbang di sejumlah lokasi, sehingga mengakibatkan kemacetan yang bermuara di bundaran Stadion Gelora Delta Sidoarjo dan Taman Pinang sehingga berimbas di Jalan Pahlawan, Jalan Jati Raya depan Lippo Plaza tepatnya di bawah jembatan, Jalan Cemengkalang dan lalu lintas di dalam tol.
Data kerusakan sementara ada total 39 rumah, 3 rumah kos dan 1 fasilitas umum rusak ringan. Rumah rusak ringan tersebut, antara lain terjadi di Desa Suko, Desa Kebonagung, Kelurahan Magersari, desa Cemengbakalan, Desa Sidokepung, dan Desa Sarirogo.
Sedangkan pohon tumbang terjadi di depan Kantor BPKAD, Kecamatan Sidoarjo, Jalan Wisma Sarinadi, Di Jalan Raya Ponti, Desa Cemengbakalan, Perum Sidokare, Di Jalan Raya Sumput, Di Dusun Luwung, Pagerwojo, Di Jalan Raya Taman Pinang, dan di Jalan Raya Jati.
Istilah dalam ilmu meteorologi menyebut hujan es adalah hail. Hujan es adalah hujan yang menghasilkan bola-bola atau butiran es. Hujan es bisa terjadi di berbagai daerah, termasuk subtropis dan tropis.
Fenomena hujan es umumnya terjadi saat pancaroba atau peralihan antara musim hujan dan kemarau yaitu ketika suatu wilayah sedang mengalami peralihan musim atau pancaroba dan ada awan Cumulonimbus.
Pada saat kejadian hujan es mencapai lebih dari 8 kilometer. Faktor penyebab hujan es adalah adanya awan Cumulo Nimbus. Awan ini memiliki bentuk berlapis-lapis yang menyerupai kembang kol. Terbentuknya awan Cumulo Nimbus rata-rata terjadi di bawah 20.000 kaki dan relatif dekat dengan daratan. Awan penyebab hujan es ini dapat dikenali dari warna dan bentuknya. Belapis-lapis menyerupai kembang kol, ukurannya besar, berwarna kelabu, dan menjulang tinggi. Awan CB yang menjulang tinggi ini memungkinkan terbentuknya kristal-kristal es di puncak awan, yang dapat turun menjadi hujan es.
Fenomena hujan es adalah cuaca alamiah yang sudah biasa terjadi. Meski alami dan biasa terjadi, namun fenomena hujan es merupakan salah satu fenomena cuaca ekstrem yang terjadi dalam skala lokal dan ditandai dengan adanya jatuhan butiran es yang jatuh dari awan. Hujan es dapat terjadi dalam periode beberapa menit.
Proses terjadinya hujan es tak jauh berbeda dengan hujan air biasa, yang membedakan adalah pada proses kondensasi atau penguapan. Proses kondensasi adalah saat uap air berubah menjadi partikel-partikel es yang dipengaruhi oleh suhu udara rendah di ketinggian.
Saat udara hangat dan lembab terjadi di permukaan bumi, maka radiasi matahari yang intens dan menyebabkan pemanasan bumi, akan mengangkat massa udara tersebut ke atmosfer. Setelah massa udara sampai di atmosfer, selanjutnya ini akan mengalami pendinginan. Kondensasi ini kemudian membentuk titik-titik air yang terlihat sebagai awan Cumulonimbus (Cb). Dalam proses terjadinya hujan es ini,sebagai akibat dari kuatnya energi dorongan ke atas, maka saat terjadi proses konveksi, puncak awan akan semakin tinggi hingga mencapai freezing level atau tingkat pembekuan.
Perlu diketahui penyebab hujan es yang paling utama adalah pembekuan pada proses kondensasi ini. Tepatnya saat ada pengembunan mendadak akibat pergerakan massa udara naik dan turun sangat kuat di dalam awan Cumulo Nimbus. Hingga massa udara yang sangat kuat membentuk partikel es yang besar.
Ketika terjadi hujan es biasa disertai dengan hujan intensitas lebat dalam durasi singkat. Durasi berlangsungnya hujan es adalah singkat, paling lama 10 menit. Hujan es juga terjadi bersamaan dengan kilat atau petir dan angin kencang. Hujan es biasanya akan diiringi dengan angin puting beliung. Sifat dari hujan es adalah lokal dan tidak merata. Luasan terjadinya hujan es adalah berkisar 5-10 km saja.
Biasanya akan lebih sering terjadi antara siang dan sore hari. Istimewanya, hujan es hanya memiliki kemungkinan kecil terjadi di tempat yang sama dalam waktu singkat.
Apakah benar bahwa Pemanasan Global dan Perubahan Iklim akan Menyebabkan Hujan Es Lebih Besar dan Lebih Sering?.
Saat puncak musim panas di Leicestershire Inggris, tanggal 21 Juli 2021, hujan es seukuran bola golf tiba-tiba turun dari langit, memecahkan kaca jendela dan menimpa mobil. Kebun yang beberapa saat sebelumnya dipenuhi orang-orang yang berjemur di bawah sinar matahari sore, kini rusak parah akibat hujan es.
Sebelumnya, badai es juga pernah yang melanda Calgary di Kanada, pada Juni 2020, hujan es seukuran bola tenis yang terjadi saat itu menyebabkan kerusakan pada setidaknya 70.000 rumah dan kendaraan, menghancurkan tanaman dan membuat daerah itu mengalami kerugian C$1,2 miliar, atau sekitar Rp13,4 triliun. Badai es yang terjadi selama 20 menit itu adalah salah satu peristiwa cuaca paling merugikan di negara tersebut
Dan perubahan iklim mengubah pola hujan es. Di Texas, Colorado, dan Alabama, rekor hujan es terbesar telah dipecahkan dalam tiga tahun terakhir, mencapai ukuran diameter hingga 16 cm.
Pada tahun 2020, Tripoli, ibu kota Libya, dilanda hujan es dengan diameter hampir 18 cm.
Sementara hujan es raksasa - diklasifikasikan sebagai yang berdiameter lebih dari 10 cm - sangat jarang, kerusakan akibat hujan es di AS sekarang rata -rata lebih dari US$10 miliar, atau setara Rp143 triliun, per tahun.
Tetapi mengapa pemanasan global dapat menyebabkan peningkatan jumlah es yang jatuh dari langit?.
Dan adakah batas seberapa besar batu es itu akan terjadi?.
Badai destruktif yang menghasilkan hujan es dengan diameter lebih dari 25 mm membutuhkan serangkaian kondisi tertentu. Hujan es dengan ukuran tersebut, membutuhkan kelembaban yang cukup, aliran udara ke atas yang kuat, dan faktor pemicu, biasanya cuaca.
Badai es yang serius biasanya terbatas pada wilayah tertentu. Biasanya daerah yang memiliki udara sejuk dan kering di atmosfer di atas udara permukaan yang hangat dan lembab. Situasi yang tidak stabil ini menyebabkan aliran ke atas yang kuat dan pembentukan badai petir. Lokasi-lokasi seperti itu sangat rentan terhadap jenis badai petir yang dikenal sebagai supercells, yang dapat menghasilkan hujan es yang sangat besar karena adanya putaran ke atas yang kuat yang mereka ciptakan.
Tetapi karena perubahan iklim mengubah suhu atmosfer bumi, demikian juga jumlah uap air di udara. Udara yang lebih hangat dapat menampung lebih banyak uap air sementara suhu yang lebih tinggi juga berarti lebih banyak air yang diuapkan dari permukaan bumi. Hal ini diperkirakan akan menyebabkan curah hujan yang lebih deras dan badai yang lebih ekstrem di beberapa bagian dunia.
Para ahli juga menekankan bahwa dampak perubahan iklim pada kondisi cuaca ekstrem ini dapat menyebabkan fenomena hujan es menjadi lebih sering terjadi. Udara yang lebih hangat dapat menampung lebih banyak uap air, sementara suhu yang lebih tinggi juga berarti menyebabkan lebih banyak air yang diuapkan dari permukaan bumi.
Diperkirakan kondisi tersebut akan menyebabkan curah hujan lebih deras dan badai yang lebih ekstrem di beberapa bagian dunia.
Saat planet terus menghangat, area di mana badai hujan es kemungkinan terjadi cenderung bergeser. Area yang sekarang memiliki kelembaban yang cukup menjadi faktor pembatas dapat menjadi lebih lembab dan akibatnya, frekuensi hujan es dapat meningkat.
Jadi, perubahan iklim sebabkan hujan es lebih sering terjadi.
Sumber :
https://tentangsidoarjo.blogspot.com/2024/02/hujan-es-dan-badai-di-sidoarjo.html
https://www.liputan6.com/hot/read/5306960/penyebab-dan-proses-terjadinya-hujan-es-ditandai-munculnya-awan-cumulonimbus?page=4
https://www.kompas.com/sains/read/2023/03/03/100000723/apa-itu-fenomena-hujan-es-yang-sering-terjadi-saat-cuaca-ekstrem.
https://news.detik.com/berita/d-6467838/fenomena-hujan-es-penyebab-proses-terjadi-dan-indikasinya.
https://www.bbc.com/indonesia/vert-fut-60384143
https://www.kompas.com/sains/read/2022/03/29/100200223/hujan-es-akan-lebih-sering-terjadi-dan-berukuran-makin-besar-ini?page=all.