Pages

Friday, May 3, 2024

Dampak Perubahan Iklim: Apa yang Dikhawatirkan Bill Gates tentang Indonesia?


Ungkap Soal "Kiamat Bumi", Bill Gates Bawa-bawa Nama Indonesia.

Pendiri Microsoft, Bill Gates, baru-baru ini menyinggung Indonesia terkait perubahan iklim yang disebabkan oleh gas rumah kaca, khususnya terkait penggunaan minyak sawit. Melalui blog pribadinya, Gates menyampaikan kekhawatirannya tentang dampak besar yang ditimbulkan oleh industri minyak sawit terhadap lingkungan dan perubahan iklim global.

Menurut Gates, setiap tahunnya, aktivitas di Bumi menghasilkan 51 miliar ton gas rumah kaca, di mana 7 persennya berasal dari produksi lemak dan minyak dari tumbuhan serta hewan. Untuk mengatasi perubahan iklim, Gates menegaskan pentingnya mengubah angka tersebut menjadi nol.

Dalam tulisannya, Gates menyoroti peran minyak sawit sebagai salah satu penyumbang besar gas rumah kaca. Minyak sawit, yang menjadi lemak nabati paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia, digunakan dalam berbagai produk mulai dari makanan hingga bahan bakar. Proses produksi minyak sawit seringkali menyebabkan penggundulan hutan di daerah-daerah tropis, terutama di wilayah khatulistiwa, yang berdampak buruk pada keragaman alam dan mempercepat pemanasan global.

Indonesia, sebagai salah satu produsen utama minyak sawit di dunia, tidak bisa mengabaikan dampak yang ditimbulkannya. Mayoritas jenis sawit tumbuh di daerah-daerah yang dilewati garis khatulistiwa, sehingga proses konversi hutan menjadi lahan sawit berpotensi merusak lingkungan dan menyebabkan peningkatan suhu global.

Pada tahun 2018, kebakaran hutan dan deforestasi yang terjadi di Malaysia dan Indonesia telah menyumbang sekitar 1,4 persen emisi global, sebuah angka yang sangat besar dan mengkhawatirkan. Sayangnya, meskipun menyadari dampaknya, menggantikan minyak sawit menjadi tugas yang sulit mengingat minyak sawit memiliki kualitas yang murah, tidak berbau, dan serbaguna.

Namun demikian, Gates menyebutkan bahwa sudah ada upaya untuk mencari alternatif bagi minyak sawit, seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan seperti C16 Biosciences. C16 mengembangkan produk dari mikroba ragi liar menggunakan proses fermentasi yang ramah lingkungan, tanpa menghasilkan emisi. Meskipun memiliki perbedaan kimiawi, minyak yang dihasilkan oleh C16 memiliki sifat yang mirip dengan minyak sawit dan dapat digunakan sebagai pengganti dengan dampak lingkungan yang lebih rendah.

Selain itu, Gates juga menyebutkan startup bernama 'Savor' yang menciptakan lemak dari proses yang melibatkan karbondioksida dari udara dan hidrogen dari air, tanpa melibatkan hewan dalam proses produksinya.

Melalui tulisannya, Gates tidak hanya menyampaikan kekhawatirannya tentang dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh industri minyak sawit, tetapi juga mengajak untuk mencari solusi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam penggunaan sumber daya alam. Dalam konteks Indonesia, hal ini mengingatkan kita akan pentingnya mengelola industri minyak sawit dengan bijaksana agar dapat meminimalkan dampak negatifnya terhadap lingkungan dan perubahan iklim global.


Publik Makin Merasakan Dampak Perubahan Iklim Tingginya.

Perubahan iklim bukan lagi sekadar isu lingkungan, tetapi telah menjadi kenyataan yang nyata dan terasa bagi banyak orang. Dampak dari perubahan iklim yang semakin terasa tingginya telah menjadi sorotan utama di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Frekuensi bencana di Indonesia membuat seluruh wilayah di negeri ini tidak luput dari risiko bencana alam.

Indonesia, dengan keanekaragaman geografisnya, terkenal sebagai salah satu negara yang rentan terhadap bencana alam. Dari gempa bumi hingga banjir bandang, setiap tahunnya, negara ini menghadapi berbagai bencana yang mengancam kehidupan dan sumber daya alamnya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, frekuensi dan intensitas bencana alam di Indonesia meningkat secara signifikan, yang sebagian besar dikaitkan dengan perubahan iklim global.

Salah satu dampak langsung dari perubahan iklim yang semakin terasa adalah meningkatnya frekuensi kejadian cuaca ekstrem, seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, dan angin topan. Musim hujan yang lebih panjang dan intens, disertai dengan curah hujan yang tinggi, sering kali menyebabkan banjir dan tanah longsor di berbagai wilayah. Di sisi lain, musim kemarau yang lebih panjang dan ekstrem juga meningkatkan risiko kebakaran hutan dan kekeringan yang mengancam sektor pertanian dan sumber daya air.

Dampak perubahan iklim juga terasa dalam bidang kesehatan, ekonomi, dan sosial masyarakat. Penyebaran penyakit menular, kekurangan pangan, konflik sumber daya alam, serta kerugian ekonomi akibat bencana alam semakin membebani masyarakat Indonesia.

Untuk menghadapi tantangan ini, langkah-langkah mitigasi dan adaptasi perlu diambil secara serius oleh pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Ini termasuk penguatan infrastruktur tangguh bencana, pengembangan sistem peringatan dini yang efektif, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana.

Selain itu, peran aktif dalam upaya mitigasi perubahan iklim global juga menjadi kunci untuk mengurangi risiko bencana di masa mendatang. Indonesia, bersama dengan negara-negara lain di dunia, perlu berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan beradaptasi dengan perubahan iklim yang sudah terjadi.

Dengan kesadaran yang meningkat tentang dampak perubahan iklim yang semakin terasa, diharapkan bahwa tindakan konkret dan kolaboratif akan diambil untuk melindungi masyarakat dan lingkungan hidup Indonesia dari ancaman bencana alam yang semakin serius.


Suhu Panas Membara, RI Dalam Bahaya.

Cuaca panas ekstrem tengah melanda wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara. Peringatan muncul dari PBB untuk Asia, di mana Indonesia juga tengah digambarkan dalam bahaya. Sederet negara seperti Filipina saat ini tengah dilanda panas mendidih capai 47 derajat Celcius. Thailand Bangkok mencapai 40,1 derajat Celcius. Serta Vietnam hingga Malaysia juga merasakan hal yang sama.

Kondisi cuaca yang sangat panas ini bukanlah hal yang biasa. Sejumlah negara di Asia mengalami suhu yang jauh di atas rata-rata dan kondisi ini tidak hanya memberikan ketidaknyamanan tetapi juga membawa dampak serius terhadap kesehatan dan kehidupan sehari-hari masyarakat.

Suhu yang terlalu panas dapat menyebabkan dehidrasi, kelelahan, dan bahkan heatstroke yang mengancam nyawa. Ini merupakan ancaman yang sangat serius terutama bagi anak-anak, lansia, dan individu dengan kondisi kesehatan yang sudah lemah.

Indonesia, sebagai bagian dari wilayah Asia Tenggara yang terkena dampak langsung, tidak bisa mengabaikan ancaman ini. Meskipun saat ini belum terjadi suhu ekstrem seperti di beberapa negara tetangga, perubahan iklim yang terjadi secara global meningkatkan risiko cuaca ekstrem di masa mendatang.

Menghadapi situasi ini, langkah-langkah mitigasi dan adaptasi perlu segera diambil. Pemerintah, bersama dengan masyarakat, perlu meningkatkan kesadaran akan bahaya cuaca panas ekstrem dan mengambil tindakan preventif yang diperlukan. Ini termasuk penyediaan fasilitas pendinginan publik, peningkatan akses terhadap air bersih, edukasi tentang cara menjaga diri dari panas berlebihan, dan pembangunan infrastruktur yang tangguh terhadap perubahan iklim.

Selain itu, upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan berpartisipasi dalam upaya global untuk memerangi perubahan iklim juga merupakan langkah penting yang harus diambil oleh Indonesia. Hanya dengan tindakan kolektif dan komitmen bersama, kita dapat melindungi diri kita sendiri dan generasi mendatang dari dampak yang semakin parah dari perubahan iklim global.

Dengan kesadaran dan tindakan yang tepat, kita dapat menghadapi tantangan cuaca ekstrem ini dan membangun masa depan yang lebih aman dan berkelanjutan bagi Indonesia.


Sumber :

https://www.kompas.id/baca/riset/2024/01/10/publik-makin-merasakan-dampak-perubahan-iklim

https://youtu.be/6ZCGxIQOZkk?si=qYXsb3lz9qTsNzvw

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20240406094112-37-528957/ungkap-soal-kiamat-bumi-bill-gates-bawa-bawa-nama-indonesia

No comments:

Post a Comment