Pages

Thursday, June 27, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 2.3

PARADOKS FERMI 

Sebuah paradoks Fermi atau yang disebut juga dengan Great Silence (Kesunyian Besar) mengatakan bahwa, jika alam semesta begitu luas dan besar, namun mengapa kita belum menemukan kehidupan cerdas lainnya seperti di Bumi?

Bisa jadi jawabannya cukup sederhana, yaitu iklim.

 


Fermi-Paradox

Karena sepanjang pengamatan para peneliti yang kita ketahui, tidak ada planet lain yang lebih cocok dibandingkan planet Bumi untuk menghasilkan kehidupan. Namun saat ini, akibat dari pemanasan global yang mengakibatkan climate change atau perubahan iklim, planet Bumi menjadi semakin terancam. Belum ada manusia modern yang pernah hidup di Bumi yang sepanas Bumi sekarang.

Saat ini memang pemanasan global yang terjadi sejak manusia menggunakan bahan bakar fosil, telah menyebabkan kenaikan suhu 1,1 derajat Celcius. Hal ini diakibatkan gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran tersebut menjebak panas di Bumi.

Kita cenderung meremehkan perbedaan angka kecil yang muncul dari peningkatan suhu yaitu mulai dari peningkatan suhu 2 derajat, 3 derajat hingga 5 derajat. Mari kita bayangkan akibat yang ditimbulkan dari peningkatan suhu 2 derajat Celcius, yaitu lapisan es akan hancur, 400 juta orang akan kesulitan air, kota-kota besar di sekitar khatulistiwa menjadi tidak layak huni, gelombang panas akan dapat menewaskan ribuan orang.

Peningkatan suhu 3 derajat Celcius, Eropa selatan akan mengalami kekeringan permanen, kebakaran hutan semakin meluas dan merajalela.

Peningkatan suhu 4 derajat Celcius, akan terjadi tambahan 8 juta kasus demam berdarah, krisis pangan global, kematian terkait panas akan naik 9 persen dan kerusakan akibat banjir dari sungai akan meningkat pesat. 

Peningkatan suhu 5 derajat Celcius, seperti yang terjadi pada 250 juta tahun yang lalu, akan mengakibatkan 96% spesies punah. 

Hampir semua kepunahan massal diatas diakibatkan oleh gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim. Setidaknya di bumi telah mengalami 5 kepunahan massal, yaitu pada:

  • 450 juta tahun yang lalu, yang mengakibatkan 86% spesies punah
  • 70 juta tahun kemudian, yang mengakibatkan 75% spesies punah
  • 100 juta tahun kemudian, yang mengakibatkan 96% spesies punah
  • 50 juta tahun kemudian, yang mengakibatkan 80% spesies punah
  • 150 juta tahun kemudian, yang mengakibatkan 75% spesies punah

Sungguh besar dampak yang akan diakibatkan oleh pemanasan global dan perubahan iklim. Oleh karena itu kita tidak boleh menjadi egois karena dampak yang diterima adalah orang yang tinggal di tempat lain bahkan pada anak yang belum lahir.

Bagi kita yang awam, ingat lagi saat siang hari bekerja di kantor, lalu aliran listrik mati sehingga AC yang ada di ruangan tidak dapat bekerja untuk mendinginkan ruangan. Kita akan mengerti bagaimana tidak nyaman saat bekerja dalam suasana tersebut.

Diperkirakan pada tahun 2050 nanti akan terdapat 9 miliar AC (alat pendingin) dengan berbagai jenis demi untuk mengatasi panas tersebut, namun hal tersebut bukan lah solusi yang ekonomis dan juga bukan solusi yang "hijau".

Urban Heat Island (UHI): Fenomena dan Dampaknya


Bumi sudah tidak baik-baik saja karena pemanasan global bukanlah sebuah perkataan belaka. Kini berbagai fenomena gegara perubahan iklim timbul mengancam Bumi, seperti Urban Heat Island (atau UHI).

Fenomena tersebut tahun ke tahun semakin parah, yang ditandai dengan suhu yang semakin meningkat. Kini seluruh kota di Indonesia mengalami tren peningkatan suhu yang signifikan antara 0,2-1 derajat celcius per 30 tahun. Indonesia tercatat sebagai peringkat pertama dari 54 negara yang berisiko tinggi terancam krisis iklim.

Urban Heat Island atau Pulau Panas Perkotaan adalah fenomena di mana suhu di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya yang lebih rural. Ini disebabkan oleh penggunaan material seperti beton dan aspal yang menyerap panas, kepadatan bangunan yang mengurangi aliran udara, aktivitas manusia yang menghasilkan panas, dan kurangnya ruang hijau. 

Dampak UHI termasuk masalah kesehatan seperti heat stroke, peningkatan penggunaan energi untuk pendinginan, dan penurunan kualitas udara. Untuk mengurangi efek UHI, strategi yang efektif meliputi penanaman pohon, penggunaan material reflektif, implementasi atap hijau, dan perencanaan kota yang cerdas. 

Langkah-langkah ini penting untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih sejuk dan sehat bagi penduduknya.

Mari kita bahas lebih lanjut.

Penyebab Urban Heat Island

Beberapa penyebab Urban Heat Island adalah,

1. Permukaan Beton dan Aspal.
Material seperti beton dan aspal menyerap lebih banyak panas dari sinar matahari dibandingkan dengan vegetasi alami. Ini menyebabkan suhu permukaan meningkat secara signifikan.

2. Kepadatan Bangunan.
Bangunan tinggi dan padat mengurangi aliran udara, sehingga panas terjebak di antara bangunan-bangunan tersebut.

3. Aktivitas Manusia.
Penggunaan kendaraan, industri, dan pendingin udara melepaskan panas ke lingkungan, menambah suhu keseluruhan di area perkotaan.

4. Kurangnya Ruang Hijau.
Vegetasi membantu menyejukkan udara melalui proses evapotranspirasi. Kurangnya ruang hijau di kota-kota besar memperburuk efek UHI.


Dampak Urban Heat Island.

Beberapa dampak dari Urban Heat Island adalah, 

1. Kesehatan.
Suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti heat stroke, dehidrasi, dan memperburuk kondisi kesehatan kronis.

2. Energi.
Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan penggunaan energi untuk pendinginan, yang dapat memperbesar beban pada sistem kelistrikan.

3. Lingkungan.
Suhu tinggi dapat mempengaruhi kualitas udara, meningkatkan polusi ozon, dan memperburuk perubahan iklim.

4. Ekonomi.
Dampak kesehatan dan energi yang lebih tinggi dapat meningkatkan biaya perawatan kesehatan dan tagihan energi.

Strategi Mitigasi Urban Heat Island.

Beberapa strategi mitigasi dari Urban Heat Island adalah,

1. Penanaman Pohon dan Taman.
Menambah jumlah ruang hijau dapat membantu menurunkan suhu dan meningkatkan kualitas udara.

2. Penggunaan Material Reflektif.
Menggunakan material bangunan yang memantulkan lebih banyak cahaya matahari dapat mengurangi penyerapan panas.

3. Atap dan Dinding Hijau.
Implementasi atap dan dinding hijau dapat membantu mendinginkan bangunan dan mengurangi efek UHI.

4. Desain Perkotaan yang Cerdas.
Merancang kota dengan memperhatikan sirkulasi udara dan penggunaan lahan yang bijaksana dapat membantu mengurangi suhu perkotaan.

Urban Heat Island adalah tantangan besar bagi kota-kota modern, namun dengan strategi yang tepat, dampaknya dapat dikurangi. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta sangat penting untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih sejuk dan sehat.

Untuk itu, sudah saatnya semua manusia termasuk anak muda mulai bergerak melakukan langkah-langkah mitigasi agar kerugian bisa diminimalisir.


Sumber :
https://www.detik.com/edu/edutainment/d-7411616/suhu-di-seluruh-kota-ri-naik-signifikan-imbas-fenomena-uhi-apakah-itu

Saturday, June 15, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 2.2

HUBUNGAN SAPI DAN PEMANASAN GLOBAL

Ternyata global warming atau pemanasan global terjadi tidak hanya dipicu dari bahan bakar fosil dan pabrik industri. Sapi juga turut menyebabkan gas efek rumah kaca. Bahkan para peneliti percaya bahwa emisi gas rumah kaca dari sektor peternakan sapi ikut menyumbang 65%, yaitu dari gas metana yang dikeluarkan oleh sapi saat sendawa, kentut, dan kotoran.

Gas metana ini menyumbang 16% dari total efek pemanasan global. Potensi pemanasan global mencapai 28 hingga 36 kali lipat, yang berujung menghasilkan karbon dioksida.

Sehingga perlu ada inovasi kreatif yang dilakukan untuk mengurangi gas metana pada sapi.

Hutan terbesar dan terluas di dunia, yaitu hutan Amazon sedang sakit. Terjadi pembalakan hutan yang dikarenakan menjamurnya peternakan sapi. Puluhan, ratusan atau bahkan ribuan sapi yang melenggang berkelompok sedang merumput.

Perluasan ladang ternak dituding sebagai perusak nomor satu Hutan Amazon. Tanah di Amazon sebetulnya tidak cukup subur untuk ditanami rumput sehingga harus dibantu pupuk kimia untuk menumbuhkan rumput. Rumput Amazon tidak cukup kuat untuk tumbuh tanpa rimbun pepohonan sehingga harus didatangkan rumput dari Amerika Serikat yang bisa tumbuh di padang rumput.

Sapi lokal Brasil tidak cocok untuk diternakkan di kawasan ini sehingga harus didatangkan dari India.

Untuk itu perlu ada inovasi juga dalam hal makanan. Dan diprediksi tidak akan lagi orang yang mengkonsumsi makanan olahan daging pada tahun 2040. Para ahli memperkirakan sekitar 60% dari produk daging yang dikonsumsi pada 20 tahun mendatang akan diganti dengan produk nabati atau alternatif budidaya lainnya yang diolah layaknya sebuah daging. 

Sehingga dampak lingkungan bisa ditekan.

Dampak lingkungan tersebut misalnya adanya emisi yang mendorong krisis iklim hingga habitat liar yang rusak karena dihancurkan untuk lahan pertanian dan timbulnya pencemaran sungai dan lautan. 

AT Kearney memperkirakan sekitar 1 miliar dolar AS telah diinvestasikan dalam penggantian daging nabati seperti yang diproduksi oleh perusahaan – perusahaan Amerika seperti Beyond Meat dan Impossible Foods, sebagaimana ditulis Independent. 

Daging nabati ini kemudian dibuat dengan membudidayakan sel hewan dalam bioreaktor tanpa adanya penyembelihan hewan tersebut. Kemudian diproduksi dengan mengekstraksi sel dari hewan hidup dan memperbanyaknya diluar tubuh hewan dengan menggunakan alat bioreaktor.

Thursday, June 6, 2024

Gambaran Umum Circular Economy : Bab 2.1

BAB 2

LATAR BELAKANG DAN SITUASI SAAT INI

Bagi yang lahir dan besar di tahun 1980-an, maka akan pernah mengalami saat akan tidur mencari selimut untuk menghangat tubuh. Lalu 20 tahun kemudian yaitu pada tahun 2000-an, akan sangat tidak nyaman dan nyenyak jika kita tidur tanpa ditemani oleh kipas angin. Dan di tahun 2020-an setelah 20 tahun berikutnya, banyak sekali kita yang tidur harus menggunakan AC agar tidak gerah.

Semua ini dikarenakan suhu global telah mengalami peningkatan secara terus menerus sejak masa industrial yaitu sejak tahun 1880-an. Hingga saat ini tahun 2021 telah mengalami peningkatan suhu hampir mencapai 1 derajat Celcius.

Berdasarkan data observasi BMKG mulai dari tahun 1981 hingga tahun 2018, tercatat tren suhu di Indonesia secara umum suhu di Indonesia baik suhu minimum, rata-rata, dan maksimum memiliki tren yang bernilai positif dengan besaran yang bervariasi sekitar 0.03 °C setiap tahunnya. 

Jadi jika suhu mengalami kenaikan 0.03 °C setiap tahunnya maka dalam 30 tahun akan mengalami kenaikan sebesar 0.9 °C.

Bahkan sumber lain menyebutkan bahwa akibat dari pemanasan global ini bumi mengalami kenaikan suhu global sejak sekitar 1980 sampai 2021 meningkat 2X lebih cepat daripada periode sebelumnya. Bahkan saat ini kenaikan suhu udara di Indonesia mengakibatkan cuaca ekstrem dengan intensitas yang semakin meningkat, durasi yang semakin panjang dan frekuensinya semakin sering. 

Oleh karenanya pada tanggal 12 Desember 2015 silam ditandatangani Paris Agreement oleh 197 negara untuk menahan kenaikan suhu dunia dibawah 2 °C, jika memungkinkan 1,5 °C, dibandingkan angka sebelum masa Revolusi Industri.

Bahkan akibat perubahan iklim ini suhu panas ekstrem mencapai hingga di atas 50° Celcius dan jumlah meningkat 2 kali lipat sejak tahun 1980-an, serta meningkat setiap tahun di 4 dekade terakhir. Hal ini dikarenakan semakin memanasnya Bumi, suhu ekstrem semakin mungkin terjadi, dan dengan semakin intens.

Suhu yang mencapai 50°C umumnya terjadi di Timur Tengah dan kawasan Teluk. Temperatur sempat yang memecah rekor, setinggi 48,8°C di Italia dan 49,6°C di Kanada musim panas. Eropa Timur, bagian selatan Afrika, dan Brasil merasakan suhu maksimum naik hingga lebih dari 1°C, sementara beberapa wilayah Arktik dan Timur Tengah merekam kenaikan suhu lebih dari 2°C.


REVOLUSI HIJAU

Pada jaman pra-industri, tepatnya sebelum sekitar abad ke-18, siklus karbon bumi kemungkinan masih seimbang, dalam artian tumbuhan menyerap karbon kira-kira sebanyak dengan apa yang dikeluarkan oleh makhluk bumi yang lain. Kemudian kita menggunakan bahan bakar fosil yang terbuat dan yang tersimpan di bawah tanah yang berupa minyak, batu bara dan gas alam. Sehingga emisi gas rumah kaca naik drastis pada tahun 1850-an.

Sejumlah 51 miliar ton gas rumah kaca yang dibuang ke atmosfer setiap tahunnya. Gas rumah kaca ini akan menjebak panas sehingga menyebabkan suhu menjadi naik, lalu berujung pada perubahan iklim hingga bencana iklim yang berdampak negatif pada lingkungan dan manusia.

Untuk itu, tidak cukup jika kita hanya mengurangi emisi karbon, namun harus menghilangkannya. Karena dengan penurunan emisi menjadi 50% pun tidak akan menghentikan kenaikan suhu dan tidak akan dapat memperbaiki keadaan dan menyelesaikan masalah, hanya sekedar memperlambat saja.

Perlu diketahui, kenaikan suhu 2 derajat Celcius saja maka akan dapat banyak menyebabkan masalah. Saat ini, rata-rata global sudah naik kisaran 1 derajat Celcius dibandingkan pada saat zaman pra-industri. Dan diperkirakan akan naik hingga 3 derajat di pertengahan abad ke-21, dan bahkan akan dapat naik 4-8 derajat Celcius di akhir abad ke-21.

Adalah Bill Gates, yang selama ini kita kenal sebagai expert di bidang perangkat lunak, namun dimulai tahun 2000-an hingga saat ini aktif berbicara di depan umum, menulis buku dalam wadah Gates Foundation yang salah satu fokusnya pada bidang kesehatan global, yang juga berhubungan dengan kemiskinan energi.

Mengenai kesehatan global, apa yang terjadi di dunia sejak tahun 2020 lalu, yaitu Pandemi coronavirus, sebenarnya telah diingatkan oleh Bill Gates pada tahun 2015 jauh sebelumnya saat beliau memberikan kuliah TEDx bahwa kita perlu membuat sistem untuk mendeteksi dan menanggapi wabah yang dapat menyebabkan pandemi secara global.

Karena pandemi tersebut menyebabkan kegiatan ekonomi melambat. Misalkan jika gas rumah kaca juga hanya berkurang 5% sehingga hanya akan menjadi 48-49 miliar ton karbon, namun untuk mencapai hal tersebut, memerlukan biaya yang cukup mahal, dimana 1 juta orang meninggal dan puluhan juta orang kehilangan pekerjaan. Jumlah tambahan tingkat kematian global sekitar 14 per 100.000 orang per tahun.

Dalam perubahan iklim, sejatinya kelompok miskin yang paling dirugikan, misalnya mulai dari kondisi yang rentan, kekeringan hingga banjir. Perubahan iklim meliputi kejadian gelombang panas, kenaikan jumlah badai dan badai yang semakin parah. Diperkirakan perubahan iklim ini akan dapat menyebabkan jumlah tambahan tingkat kematian global sekitar 75 per 100.000 orang per tahun.

Sebanyak 27 persen dari semua emisi gas rumah kaca disebabkan oleh energi listrik yang berasal dari bahan bakar fosil, untuk itu kita disarankan menggunakan energi ramah lingkungan seperti energi angin dan surya sebagai sumber energi terbarukan yang masih belum banyak digarap.

Namun, harus diingat masih tersisa 73% emisi gas karbon penyebab rumah kaca.

Bahan bakar fosil sangat akrab dan dekat dengan kita, dimulai dari plastik yang terkandung pada sikat gigi kita berasal dari minyak bumi. Beras dan roti yang kita makan saat sarapan pagi juga mempunyai kaitan dengan bahan bakar fosil, mulai dari pupuk, bensin dan sapi. Sebagian bahan baju yang kita kenakan dibuat dari turunan minyak bumi, kertas yang kita pakai dari pohon yang kita tebang juga menyebabkan emisi karbon. Dunia saat ini mengkonsumsi minyak sebanyak 4 miliar gallon per hari.

Berkat inisiasi Bill Gates, akhirnya terbentuk kelompok Breakthrough Energy Coalition, yaitu berkumpulnya 26 investor yang kemudian menjadi organisasi Breakthrough Energy yang kemudian juga beserta 24 negara-negara meluncurkan Mission Innovation di konferensi iklim PBB di Paris pada tahun 2015. 

Breakthrough Energy, mempunyai website breakthroughenergy.org, akan mendanai teknologi yang mampu menghilangkan setidaknya 500 juta ton per tahun, yaitu sekitar 1 persen emisi global per tahun.

Persetujuan Paris tersebut menyepakati bahwa 190 lebih negara setuju akan membatasi emisi, diperkirakan pada tahun 2030, dapat mengurangi 12 persen emisi karbon, yaitu sekitar 3 - 6 miliar ton emisi.

Eropa mengurangi jejak karbon sektor penerbangan setara 17 juta ton per tahun, atau sekitar 0,03 persen dari emisi global per tahun.

  • 4 persen emisi global dari sapi.
  • 10 persen emisi global dari pembuatan semen dan baja.
  • 16 persen emisi global dari transportasi.
  • 27 persen emisi global dari listrik.

Sapi? ya benar. Di dunia terdapat 1 milyar sapi yang mengeluarkan gas metana dari sendawa dan kentut setara 2 milyar ton karbondioksida.

Mengenai hubungan sapi dan emisi gas karbon akan kita bahas di sub bab “Hubungan Sapi dan Pemanasan Global”.

Lambat laun solusi iklim inovatif telah diminati, karena selain dampak positif yang bagi manusia dan lingkungan, juga perusahaan dan industri nol karbon akan menjadi pemimpin ekonomi global di masa mendatang.

Salah satu solusi sederhana adalah penanaman hutan mangrove, karena pohon ini dapat hidup di air bergaram yang mempunyai beberapa fungsi, mulai dari mengurangi luapan air, mencegah banjir rob, melindungi habitat ikan hingga dapat memperbaiki mutu air. Hutan mangrove secara global dunia dapat menghindari kerugian akibat banjir hingga $80 miliar per tahun. Hutan mangrove lebih murah daripada kita membangun pemecah ombak.

Selain murah dari sisi ekonomi tentunya juga menjadi solusi hijau.

Hingga solusi yang lebih kompleks, geoengineering, untuk mengkompensasi pemanasan akibat gas rumah kaca dengan mengurangi jumlah cahaya matahari yang masuk ke bumi sekitar 1 persen, yaitu dengan mendistribusi zarah-zarah sangat halus di lapisan atas atmosfer bumi. Lainnya adalah membuat awan menjadi berwarna cerah dengan menyemprotkan garam sehingga dapat mendinginkan bumi.

Dalam mengatasi perubahan iklim ini, semua harus bekerja sama, harus saling membantu. Membantu pihak lain juga merupakan demi kepentingan kita sendiri, karena suhu tidak akan berhenti naik di Asia jika emisi tidak berhenti naik di Afrika misalnya. Semua saling terkait.

Untuk itu Revolusi Hijau harus segera digalakkan.