Dua abad terakhir perekonomian dunia tumbuh sangat pesat, namun juga diiringi oleh pengurasan sumber daya alam dengan laju yang kurang lebih sama. Dampaknya dunia bukan hanya akan kehabisan resources untuk generasi mendatang, yang seharusnya renewable seperti udara dan air-pun ikut rusak. Linear economy yang mendominasi dunia saat ini harus segera diakhiri karena membahayakan sustainability dunia itu sendiri, lantas apa penggantinya ?
Linear economy adalah ekonomi yang mengambil sumber daya alam baik tambang maupun hasil tanaman, kemudian diolah menjadi produk, dikonsumsi/digunakan kemudian sebagiannya menjadi sampah dan pemborosan. Secara ringkas, segala proses ‘take-make-consume or use and dispose’ adalah linear economy.
Proses satu arah inilah yang harus segera diakhiri, dan sudah sejak beberapa dasawarsa terakhir sejumlah inisiatif di berbagai bidang orang ingin mengganti yang linear tersebut dengan konsep yang berputar. Maka dari linear economy, muncullah penggantinya yang lebih baik yang disebut circular economy.
Dalam circular economy, sumber daya alam baik yang dari tambang maupun yang dari tanaman digunakan berulang-ulang sehingga dapat menghindari timbulnya sampah ataupun pemborosan – yang keduanya dalam bahasa Inggris disebut ‘waste’. Ketika kita makan dan membuang sisanya – dia disebut waste, demikian pula kita punya mobil tetapi 90% waktunya nganggur di garasi juga disebut waste.
Jadi dalam circular economy, tidak ada lagi waste dalam bentuk apapun. Wasted resources berupa material dan energy, wasted lifecycle, wasted capability, wasted value dan berbagai bentuk waste lainnya ditiadakan atau setidaknya diminimize. Setiap bentuk ‘waste’ harus bisa diubah menjadi ‘food’ atau makanan/input bagi proses produksi berikutnya.
Bagaimana caranya untuk mengeliminisai atau setidaknya meminimize waste ini ?, ilustrasi dibawah adalah beberapa cara yang sudah dan sedang kami rintis di lingkungan kami – sehingga bukan lagi wacana, tetapi sesuatu yang harus kita mulai dan tentu saja sambil terus disempurnakan.
Circular Economy
Cara yang pertama adalah re-use atau penggunaan berulang dari sumberdaya yang sama. Ini sudah beberapa tahun kita coba di salah satu kebun yang kami kelola, yaitu kebun cengkeh. Daun-daun cengkeh kering yang berguguran sepanjang malam, dia bisa dimanfaatkan untuk tiga proses sekaligus.
Proses pertama dia disuling, hasilnya berupa minyak daun cengkeh (Clove Leaf Oil – CLO) yang sekitar ¾ bagiannya adalah Eugenol – bahan dasar untuk sejumlah besar bio-based industrial chemical.
Proses kedua, setelah disuling – daun-daun tersebut sedikit dikeringkan untuk kemudian menjadi bahan bakar bagi penyulingan berikutnya. Jadi unit penyulingan daun cengkeh kami tidak perlu membeli bahan bakar. Proses ketiga adalah ketika pembakaran tersebut menyisakan abu, maka abu ini dikembalikan ke lahan cengkeh untuk menjadi pupuk atau sumber mineral baru.
Cara yang kedua adalah dengan share atau berbagi manfaat. Kalau ini yang paling mudah dipahami adalah apa yang dilakukan Go-Jek, Uber dlsb. Orang tidak lagi perlu membeli motor dan mobil karena dia bisa kemanapun dengan mudah dan murah kini.
Hal yang sama dapat kita lakukan di dunia pertanian. Traktor, mesin tanam, mesin panen dlsb. adalah barang mahal yang sangat sedikit petani yang mampu membelinya. Yang mampu membelinya-pun kebanyakan waktunya idle karena tidak mencapai skala ekonomisnya.
Maka dengan sharing economy di dunia pertanian, harusnya pertanian kita bisa menjadi sangat maju karena akan selalu ada resources yang bisa dishare penggunaannya. Tinggal masalah waktu saja untuk lahirnya startup-startup yang dapat menangkap peluang ini – dan bila Anda yang menggarapnya, insyaAllah bisa bermitra dengan iGrow yang telah merintisnya di sisi yang lain.
Cara yang ketiga adalah produk-produk yang semula dijual, digunakan kemudian ketika habis pakai menjadi sampah – diubah menjadi Product as A Services (PaAS). Ini yang kemudian disebut Output Economy, orang bukan butuh memiliki mobil – tetapi dia butuh mobilitas.
Di dunia pertanian ini yang sedang kami rintis dengan teknologi Growy- Agriculture Dashboard. Teknologi IoT yang kami kembangkan lengkap dengan system cloud server-nya untuk memonitor parameter-parameter ladang pertanian dari suhu, kelembaban, cahaya, kadar air tanah sampau nutrisi total – terlalu njlimet apabila dijual sebagai produk kepada para petani kita yang rata-rata sangat kecil dan wawasan teknologynya lemah.
Tetapi bukannya mereka tidak butuh, yang mereka butuhnan hanya saja bukan teknologinya – yang dibutuhkan adalah manfaatnya untuk bisa bertani dengan optimal mengikuti karakteristik dari lahan pertaniannya. Maka mereka tidak perlu nantinya membeli teknologi ini, mereka cukup menikmati layanan informasinya saja – sehingga bisa berbayar dengan murah atau bahkan bisa juga gratis tergantung dari bisnis model yang nantinya berkembang dan beradaptasi.
Setelah dengan tiga cara – ‘re-use’, ‘share’ dan ‘PaAS’ tersebut di atas masih juga muncul waste , maka waste ini-pun harus diolah. Yang dia berupa organic material dia di-decomposed menjadi organic nutrient yang kembali ke lahan, sedangkan yang berupa non-organic material dia bisa di recycle menjadi technical nutrient sebagai bahan baku untuk membuat mesin dan alat-alat berikutnya.
Bila dunia baru mengenal circular economy dalam beberapa dasawarsa terakhir, umat Islam harusnya bisa menjadi contoh karena dasar ekonomi kita memang harus berputar. Dasar ekonomi kita ada di surat Al-Hasyr ayat 7 : “…Agar harta itu tidak hanya berputar di golongan yang kaya diantara kamu…”.
Harta sudah berputar tetapi putarannya masih hanya di golongan yang kaya saja – itu tidak boleh, apalagi bila harta itu tidak berputar – dia menjadi waste, tidak berguna bagi yang memilikinya apalagi orang lain.
Bahkan ada kabar dariNya juga tentang dengan siapa kita bersaudara bila masih melakukan pemborosan : “ Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaiton itu sangat ingkar kepada Tuhannya” (QS Al-Israa 27).
Poin yang terakhir ini bisa digunakan para orang tua untuk menyiapkan anak-anak yang ready untuk memasuki era circular economy. Salah satu cara kami melihat apakah murid-murid sekolah kami di Kuttab Al-Fatih sudah mulai menyerap apa yang diajarkan ustad-ustadnya adalah dengan melihat piringnya ketika mereka selesai makan.
Bila piring itu begitu bersih – nyaris seperti piring yang belum dipakai makan – maka si murid telah mulai paham tentang apa yang dipelajarinya. Dan ini juga bisa dilakukan untuk kita semua, bersihkah piring kita ketika selesai makan ? Bila piring kita bersih, insyaAllah kita ready untuk bersaing di era circular economy – dan menjauhkan syaitan dari keluarga kita. InsyaAllah.
Sumber :
https://blog.igrow.asia/peluang-di-circular-economy/
No comments:
Post a Comment